Tetapidisamping itu timbul musik sekuler yang tidak diakui pihak ulama. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa tradisi Islam adalah hasil karya/seni orang Islam yang bersumber dari agama Islam. Seni Budaya Lokal Yang Bernuansa Islam. Seni budaya lokal yang bernuansa Islam lebih diartikan sebagai kesenian daerah yang diilhami oleh Agama Islam. Berisikan materi yang sama dengan Contoh Soal Essay Prakarya dan Kewirausahaan Kelas X Semester 1 Kurikulum 2013 bagian pertama soal nomor 1-10, soal essai/uraian prakarya bagian kedua dimulai dari soal nomor 11. 11. Alat yang digunakan untuk menatah wayang kulit adalah.... Jawaban tatah 12. Keris adalah senjata khas yang digunakan oleh daerah-daerah yang memiliki rumpun.... Jawaban melayu 13. Selain jiwa seni, dalam membuat kerajinan tangan tentunya dibutuhkan.... Jawaban keatifitas yang tinggi 14. Suatu sistem dan di dalamnya terkandung tiga unsur, yaitu input, proses, dan output disebut sistem.... Jawaban produksi 15. Untuk membuat pola berbentuk lurus dalam pembuatan wayang kulit digunakan.... Jawaban penggaris 16. Wayang yang belum diwarnai disebut.... Jawaban putihan 17. Bentuk tatah kuku sebagai alat untuk membuat wayang kulit, yaitu.... Jawaban seperti kutu 18. Tangan pada kerajinan wayang berpola.... Jawaban lurus 19. Evaluasi hasil usaha atau bisnis merupakan tahap yang sangat penting di dalam.... Jawaban manajemen usaha 20. Semacam palu besar yang terbuat dari kayu keras disebut.... Jawaban ganden 21. Pada awalnya batik dibuat dengan menggunakan kain..... Jawaban mori 22. ....Bahan yang dioleskan sesekali pada tatah agar tatah menjadi licin dan lebih mudah digunakan untuk menatah Jawaban malam atau lilin 23. Alat apa yang digunakan untuk mengasah tatah apabila tatah terasa mulai tumpul? Jawaban batu asahan 24. Sepotong kayu besar yang digunakan sebagai landasan ketika menatah wayang adalah.... Jawaban pandukan 25. Sisa potongan kulit sapi/kerbau disebut? Jawaban leresan 26. Pisau yang digunakan untuk mengerok kulit kerbau disebut? Jawaban pethel 27. Kulit sintetis buatan pabrik untuk bahan baku wayang kulit disebut? Jawaban kulit split 28. ....digunakan untuk membuat pola berbentuk bulat Jawaban jangka 29. Memberi hiasan atau warna pada wayang disebut.... Jawaban menyungging 30. Bahan baku pembuatan wayang kulit berupa.... Thanks for reading Contoh Soal Essay Prakarya dan Kewirausahaan Kelas X Semester 1 Kurikulum 2013 ~ Part-2 Didaerah Cirebon, Wayang kulit disebut juga Wayang Purwa, karena dianggap sebagai jenis yang paling awal (purwa = awal, permulaan). Wayang jenis ini terbuat dari kulit, terutama kulit sapi dengan diberi kerangka dari bambu atau tanduk dilengkapi dengan gagang pegang (handle) yang disebut cempurit untuk menancapkan wayang tersebut pada kedebog pisang dan untuk menggerakkan tangan-tangannya. Berikut dibawah ini tanya dan kunci jawaban Penilaian Tengah Semester PTS Prakarya untuk kelas 10 SMA. Arwah belajar!!.. A. Saringan Ganda Berilah tanda silang x lega abjad a, b, c, d atau e pada jawaban yang minimal tepat ! 1. Hal yang diperlukan untuk menciptakan lingkungan usaha yang fair dan kompetitif, mencegah monopoli, keadilan lingkungan dan hemat energi adalah …. a. wahana transportasi b. sarana rombak muat c. kebijakan transportasi d. biaya transportasi e. produk transportasi 2. Hal yang diperlukan lakukan menyediakan deklarasi yang akurat dan real-time antara pelanggan dan pemasok atau antara pengirim dan penerima adalah …. a. transportation management system b. web c. cloud d. information communication technology e. flett management system 3. Moda yang tepat untuk transportasi barang-dagangan nan memerlukan produktivitas besar, sukar, densitas tinggi, dan jarak jauh, yaitu …. a. truk b. kereta jago merah c. pipeline d. air freight e. sea freight 4. Transportasi dengan moda pipeline memerlukan insfrastruktur dengan pendanaan yang segara kerumahtanggaan hal …. a. biaya patuh b. biaya perolehan c. harga pokok produksi d. biaya operasional e. biaya penyusutan 5. Proses penggarapan yang strategis terhadap pemindahan dan penyimpanan barang, suku cadang, komoditas jadi berbunga supplier di antara kemudahan-kemudahan firma dan para pelanggan disebut …. a. transportasi b. bongkar muat c. logistik d. tata logistik e. misi logistik 6. Korban baku yang paling bagus cak bagi membuat wayang kulit yaitu kulit…. a. sapi b. kambing c. munding d. domba e. gamal 7. Kulit yang sekaligus digunakan buat proses pembuatan wayang kulit minus melalui proses kimiawi disebut kulit…. a. split b. masakan c. hijau d. sintesis e. campuran 8. Agar alat peraba kerbau sabar, maka sebelum membuat wayang selerang tersebut harus…. a. direndam b. diberi air c. direbus d. dipanaskan e. dijemur 9. Menyalurkan kulit dengan air mendidih, dan dengan menggunakan air kapur sebelum dibentangkan merupakan teknik yang bertujuan buat…. a. indra peraba mudah untuk disayat dan dipotong b. kulit menjadi lebih luwes c. melebarkan selerang d. melunakkan kulit e. mempermudah pengerokan rambut puas kulit 10. Berikut yang bukan tercantum tamadun nonbenda, adalah…. a. khayalan b. kisahan rakyat c. lagu d. kandungan idiosinkratis e. tarian tradisional 11. Kerajinan yang cuma mengutamakan keindahan sonder memerhatikan guna barang tersebut yakni definisi fungsi…. a. pakai b. hias c. ekonomis d. budaya e. estetis 12. Motif buram menggambar dibentuk/ditulis dengan cairan lilin dengan menunggangi alat yang dinamakan….. a. canting b. air jeruk c. parafin d. malam e. mori 13. Suatu situasi yang berkaitan dengan sintetis tangan atau kegiatan yang berkaitan dengan komoditas yang dihasilkan melalui kelincahan tangan disebut…. a. kerajinan tangan b. seni pahat c. teknik ukir d. kerajinan tradisional e. kerajinan domestik 14. Kerajinan tangan nan terinspirasi berasal peradaban domestik nonbenda nan memiliki bagian mata, hulu, dan sarung, merupakan…. a. beleganjur b. wayang indra peraba c. batik d. miniatur e. keris 15. Sepotong metal atau benda berat lainnya yang berfungsi agar wayang patung tidak bergeser pada waktu ditatah, yaitu…. a. paku corekan b. ganden c. paser d. pandukan e. penindih 16. Dua arti kerajinan tangan, yaitu fungsi….. dan …. a. jual dan pakai b. pakai dan hias c. hias dan jual d. budaya dan ekonomi e. budaya dan pariwisata 17. Paku corekan digunakan untuk takhlik…. a. rona wayang b. supit n komedi didong c. pola pada wayang d. wayang kelitik putihan e. wayang agar preskriptif 18. Jangat yang sudah menerobos proses kimiawi, di pabrik disebut jangat…. a. split b. baru c. olahan d. plastik e. sintesis 19. Ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi disebut…. a. kerajinan tangan b. kebudayaan material c. kebudayaan nonbenda d. kebudayaan lokal e. kebudayaan tradisional 20. Orang yang membentuk patung disebut….. a. pemahat b. pengukir c. pematung d. pengrajin e. penatah 21. Pemrosesan pesanan, transportasi, persediaan, penanganan dagangan, struktur kemudahan, serta sistem laporan dan komunikasi merupakan bagian terbit kegiatan …. a. transportasi b. logistik c. komunikasi d. pemberitahuan e. negosiasi 22. Gerakan pengungsian individu ataupun barang dari lokasi asal origin ke lokasi harapan destination cak bagi keperluan tertentu dan dengan menunggangi gawai tertentu pula tersebut …. a. komunikasi b. informasi c. logistik d. transportasi e. bongkar muat 23. Privat pengangkutan patra bau kencur, produk minyak olahan, dan gas alam diperlukan moda …. a. truk b. bus c. pipeline d. kereta jago merah e. air freight 24. Kerjakan produk-barang ukuran relatif mungil, bernilai strata, dan jarak jauh agar menggunakan moda … a. air freight b. sea freight c. kereta jago merah d. pipeline e. truk 25. Penyiapan infrastruktur nan dibutuhkan, seperti pembangunan adimarga, pelabuhan, Bandar mega, jaringan kereta api, strategi qanun transportasi, dan pelayanan yaitu peran terbit …. a. pengirim b. penerima c. carrier d. pemerintah e. masyarakat 26. Kemudahan bongkar muat privat pergerakan angkutan multimedia yang disesuaikan dengan besarnya… a. biaya transport b. muatan nan diangkut c. biaya jasa juru mudi d. biaya bahan bakar e. penyedia jasa 27. Harga taktik produksi produk transportasi dan logistik sekelas halnya dengan harga pokok … a. semua firma b. firma perbankan c. firma jasa d. perusahaan bisnis e. perusahaan manufaktur 28. Berikut biaya produksi transportasi logistik, terutama dalam kaitannya kesiapan, kecuali … a. sida-sida b. upah buruh c. bahan bakar d. daerah produksi e. daerah pemasaran 29. Berikut nan diperlukan untiuk menemukan dan berkomunikasi dengan nomine pembelian ialah… a. kontak b. negosiasi c. penyesuaian d. promosi e. informasi 30. Oleh karena siklus produksi dan konsumsi jarang seiring, maka diperlukan kemustajaban …. a. komunikasi b. transportasi c. gudang d. tandon e. pemrosesan titipan 31. Keadaan yang diperlukan untuk membentuk dan menyetarafkan prasaran dengan kebutuhan perunding dalam hubungannya dengan transportasi logistik yakni …. a. penyesuaian b. informasi c. promosi d. negosiasi e. kontak 32. Berikut bukan termasuk unsur-partikel dari logistik, yakni …. a. manufaktur b. pemasok c. pemerintah d. distribusi e. pelanggan/customer 33. Fungsi penting transportasi memberikan solusi layanan logistik dalam kejadian pergerakan produk product movement dan penyimpanan barang product storage yang termuat dalam …. a. waktu mampir b. bongkar produk c. pengangkutan barang d. manajemen rantai pasok e. aktivitas pergudangan 34. Berikut pihak nan berkujut dalam penyelenggaraan transportasi, kecuali …. a. shipper b. receiver c. government d. producent e. agent 35. Berikut target-bahan nan dibutuhkan untuk membuat fiberglass, kecuali … a. resin bening b. kuas c. katalis d. matt e. pupuk kaca B. ESSAY 1. Wayang yang belum diwarnai disebut…. 2. Bentuk tatah kuku sebagai perkakas untuk membuat wayang kerucil kulit, yaitu…. 3. Tangan sreg kerajinan wayang berpola…. 4. Evaluasi hasil usaha alias membahu yaitu tahap yang lalu utama di kerumahtanggaan…. 5. Semacam martil ki akbar yang terbuat terbit kayu keras disebut…. 6. Pada awalnya menggambar dibuat dengan menggunakan kejai….. 7. . . . . . . . . . . Bahan yang dioleskan sesekali pada tatah agar tatah menjadi licin dan lebih mudah digunakan untuk menatah 8. Perkakas apa yang digunakan bakal mengasah pahat apabila tatah terasa mulai tumpul? 9. Sepotong kayu lautan nan digunakan sebagai landasan ketika menatah wayang golek adalah…. 10. Sisa racikan kulit sapi/kerbau disebut? 11. Pisau yang digunakan lakukan mengerok kulit kerbau disebut? 12. Kulit artifisial artifisial pabrik buat target formal wayang kulit disebut? 13. . . . .. digunakan bikin membentuk transendental berbentuk melingkar 14. Memberi paesan atau warna pada wayang disebut…. 15. Bahan resmi pembuatan wayang jangat berupa…. Sosi Jawaban A. Pilihan Ganda 1. C 11. B 21. B 31. A 2. D 12. A 22. D 32. C 3. B 13. A 23. C 33. D 4. A 14. E 24. A 34. D 5. C 15. E 25. D 35. B 6. C 16. B 26. B 7. C 17. C 27. C 8. A 18. A 28. E 9. E 19. C 29. A 10. D 20. C 30. C B. Essay 1. putihan 2. seperti tungau 3. lurus 4. manajemen gerakan 5. ganden 6. mori 7. malam maupun lilin 8. batu asahan 9. pandukan 10. leresan 11. pethel 12. alat peraba split 13. jangka 14. menyungging 15. kulit kerbau Unduh PDF Sekian soal dan kunci jawaban Penilaian Tengah Semester PTS Prakarya bakal kelas bawah 10 SMA. Semangat belajar…Semoga berguna.. GambarWayang Raden Werkudara yang belum diwarnai 2. Gambar Wayang Raden Werkudara Wanda Bedhil. 3. Gambar Wayang Raden Werkudara Wanda Lindu Panon Surakarta pada hakekanya merupakan perlambang seorang Jawa yang sempurna yang disebut sebagai Satriya Pinandita. PENDAHULUAN dan bah commit to user 1 BAB I Pertunjukan haram wayang kini mengemuka di media sosial. Ini terkait ada pernyaaan bahwa wayang adalah haram dalam sebuah ceramah yang beredar di media sosial. Padahal wayang yang hari ini hidup di masyarakat itu hasil kreasi baru para penyebar Islam, yakni para wali kalijogo memperkenalkan sososk punokawan Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Dan harap diketahuai sala kata dari sebutan ketiga sosok itu semuanya berasal dari bahasa Arab Samar, Goring, Fetruk, dan Bago'.Sunan Bonang juga menjadi pembaru kesenian jawa. Dialah yang menciptakan kategorisasi lagu Mijil, Durma, Sinom, Asmaradhana, Megatruh, Pucung. Karya Sunan Bonang itu tetap lestari sampai sekarang. Dan selalu dimainkan, bahkan menjadi latar pertunjukan itu ide ketuhanan dalam wayang yang terpengaruh HIndu diobarak abrik oleh para Wali. Dewa tak lagi berkuasa dan tidak terkalahkan. Bahkan, dewa dan raja bisa dikalahkan okeh orang kecil atau rakyat bisa yang dilambangkan dengan sosok Punakawab tersebut. Akibatnya, wayang di Jawa pada hari ini sangat berbeda dengan wayang Bali yang masih terpengaruh agama Hindu. Jadi sangatlah susah bila wayang ditagorikan sebagai pertunjukan yang haram seperti kata ustadz itu. Scroll untuk membaca Scroll untuk membaca Sebagai reaksi pernyatan wayang haram itu, para dalang di Banyumas diberitakan melaporkannya Bareskirm. Mereka tak terima. Katanya, apalagi ada kata wayang dimusnahkan. "Kalau hanya dinyatakan dilarang dalam Islam, itu sudah biasa. Tapi dalam anak kalimat berikutnya ada ujaran 'lebih baik dimusnahkan', ini sangat menyakitkan kami," kata Koordinator Pepadi Wilayah Banyumas Raya, Bambang Barata Aji, Minggu 13/2/2022. Apa wayang itu? Wayang secara harfiah berarti bayangan. Ia merupakan istilah untuk menunjukkan teater tradisional di Indonesia. Ada yang berpendapat, wayang berasal dari India dan rekaman pertama pertunjukanwayang telah ada sejak 930 ada pula yang meyakini wayang kulit sebagai salah satu dari berbagai akar budaya seni tradisional Indonesia. Ada yang menginterpretasikan bahwa wayang berasal dari India, meskipun apabila kita menunjukkan wayang kepada orang-orang India, mereka tidak tahu apa-apa,” ujar Dr Suyanto, pengajar ISI Surakarta beberapa waktu mengacu pada R Gunawan Djajakusumah dalam bukunya Pengenalan Wayang Golek Purwa di Jawa Barat, mengungkapkan bahwa wayang adalah kebudayaan asli Indonesia, khususnya Pulau Jawa. Ada yang berpendapat, kata wayang berasal dari Wad an Hyang, artinya leluhur’.Menurut Suyanto, sejatinya wayang merupakan media yang digunakan Wali Songo, untuk menyebarkan Islam di nusantara. Cikal bakal wayang berasal dari wayang beber - yang gambarnya mirip manusia dan lakonnya bersumber dari sejarah sekitar zaman itu, menurut Suyanto, Kerajaan Demak, sebagai kerajaan Islam, melarang wayang dipertunjukkan dengan gambar mirip manusia. Lalu, papar dia, Wali Songo berinisiatif mengubah gambar wayang menjadi gambar karakteristik. Apa ada manusia yang hidungnya sangat panjang dan tangannya hampir mencapai kaki?’’ Semar, Gareng, Petruk, dan BagongWayang dinilai sebagai media dakwah Islam yang sukses di Indonesia. Menurut Suyanto, keberhasilan wayang sebagai media dakwah dan syiar Islam pada zaman Walisongo terletak pada kekuatan pendekatannya terhadap masyarakat. Wayang, kata dia, mampu mengenalkan Islam kepada masyarakat yang saat itu animisme, dinamisme, serta menganut Hindu, karena menggunakan pendekatan psikologi, sejarah, paedagogi, hingga wayang dipertunjukkan di masjid, masyarakat bebas untuk menyaksikan, namun, dengan syarat, mereka harus berwudhu dan mengucap syahadat dulu sebelum masuk masjid,” ungkap senada diungkapkan dosen Jurusan Seni Drama, Tari, dan Musik Universitas Negeri Semarang Unnes Widodo MSn. Menurut dia, perkembangan wayang sebagai media dakwah Islam ditopang oleh sekelompok tokoh ulama yang besar peranannya dalam mendirikan Kerajaan Demak. Mereka yang dikenal dengan sebutan Walisongo sembilan wali.Kesembilan wali yang bergelar sunan itu adalah Sunan Ampel, Sunan Gunungjati, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Muria, Sunan Kalijaga, dan Syeh Siti Jenar. Mereka adalah para ulama yang sangat terkenal khususnya di Jawa, sebagai penyebar ajaran Widodo, para wali tak hanya berkuasa di dalam keagamaan, tetapi juga berkuasa dalam pemerintahan dan politik. Selain itu, mereka juga pengembang kebudayaan dan kesenian yang andal. Oleh mereka kesenian Jawa berkembang hingga mencapai puncaknya yang kemudian dikenal dengan seni klasik. Salah satu kesenian yang hinga kini tetap populer adalah wayang kulit purwa,” wayang kulit merupakan produk budaya yang telah ada sebelum Islam berkembang di Pulau Jawa. Namun, sejak Islam datang dan disebarkan, wayang telah mengalami perubahan. Menurut Widodo, budaya keislaman dalam wayang kulit purwa tak hanya dijumpai pada wujudnya saja, tetapi juga pada istilah-istilah dalam bahasa padalangan, bahasa wayang, nama tokoh wayang, dan lakon cerita yang Widodo, pengaruh Islam dalam wayang kulit purwa tidak saja pada bentuknya, tetapi telah merambah pula pada aspek simbolisasi dan berkaitan pula dengan aspek lainnya yang berhubungan dengan pergelaran wayang kulit purwa. Sehingga, kelestariannya patut untuk dijaga, karena merupakan salah satu bagian dari seni budaya bangsa yang menjadi saksi sejarah perkembangan bangsa, khususnya perkembangan agama Islam di haram wayang kini mengemuka di media sosial. Ini terkait ada pernyaaan bahwa wayang adalah haram dalam sebuah ceramah yang beredar di media sosial. Padahal wayang yang hari ini hidup di masyarakat itu hasil kreasi baru para penyebar Islam, yakni para wali kalijogo memperkenalkan sososk punokawan Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Dan harap diketahuai sala kata dari sebutan ketiga sosok itu semuanya berasal dari bahasa Arab Samar, Goring, Fetruk, dan Bago'.Sunan Bonang juga menjadi pembaru kesenian jawa. Dialah yang menciptakan kategorisasi lagu Mijil, Durma, Sinom, Asmaradhana, Megatruh, Pucung. Karya Sunan Bonang itu tetap lestari sampai sekarang. Dan selalu dimainkan, bahkan menjadi latar pertunjukan itu ide ketuhanan dalam wayang yang terpengaruh HIndu diobarak abrik oleh para Wali. Dewa tak lagi berkuasa dan tidak terkalahkan. Bahkan, dewa dan raja bisa dikalahkan okeh orang kecil atau rakyat bisa yang dilambangkan dengan sosok Punakawab tersebut. Akibatnya, wayang di Jawa pada hari ini sangat berbeda dengan wayang Bali yang masih terpengaruh agama Hindu. Jadi sangatlah susah bila wayang ditagorikan sebagai pertunjukan yang haram seperti kata ustadz reaksi pernyatan wayang Haram itu, para dalang di Banyumas diberitakan melaporkan sang Ustaz ke Bareskirm. Mereka tak terima. Katanya, apalagi ada kata wayang dimusnahkan."Kalau hanya dinyatakan dilarang dalam Islam, itu sudah biasa. Tapi dalam anak kalimat berikutnya ada ujaran 'lebih baik dimusnahkan', ini sangat menyakitkan kami," kata Koordinator Pepadi Wilayah Banyumas Raya, Bambang Barata Aji, Minggu 13/2/2022. Apa wayang itu? Wayang secara harfiah berarti bayangan. Ia merupakan istilah untuk menunjukkan teater tradisional di Indonesia. Ada yang berpendapat, wayang berasal dari India dan rekaman pertama pertunjukanwayang telah ada sejak 930 ada pula yang meyakini wayang kulit sebagai salah satu dari berbagai akar budaya seni tradisional Indonesia. Ada yang menginterpretasikan bahwa wayang berasal dari India, meskipun apabila kita menunjukkan wayang kepada orang-orang India, mereka tidak tahu apa-apa,” ujar Dr Suyanto, pengajar ISI Surakarta beberapa waktu Gunawan Djajakusumah dalam bukunya Pengenalan Wayang Golek Purwa di Jawa Barat, mengungkapkan bahwa wayang adalah kebudayaan asli Indonesia, khususnya Pulau Jawa. Ada yang berpendapat, kata wayang berasal dari Wad an Hyang, artinya leluhur’.Menurut Suyanto, sejatinya wayang merupakan media yang digunakan Wali Songo, untuk menyebarkan Islam di nusantara. Cikal bakal wayang berasal dari wayang beber - yang gambarnya mirip manusia dan lakonnya bersumber dari sejarah sekitar zaman itu, menurut Suyanto, Kerajaan Demak, sebagai kerajaan Islam, melarang wayang dipertunjukkan dengan gambar mirip manusia. Lalu, papar dia, Wali Songo berinisiatif mengubah gambar wayang menjadi gambar karakteristik. Apa ada manusia yang hidungnya sangat panjang dan tangannya hampir mencapai kaki?’’ dinilai sebagai media dakwah Islam yang sukses di Indonesia. Menurut Suyanto, keberhasilan wayang sebagai media dakwah dan syiar Islam pada zaman Walisongo terletak pada kekuatan pendekatannya terhadap masyarakat. Wayang, kata dia, mampu mengenalkan Islam kepada masyarakat yang saat itu animisme, dinamisme, serta menganut Hindu, karena menggunakan pendekatan psikologi, sejarah, paedagogi, hingga wayang dipertunjukkan di masjid, masyarakat bebas untuk menyaksikan, namun, dengan syarat, mereka harus berwudhu dan mengucap syahadat dulu sebelum masuk masjid,” ungkap senada diungkapkan dosen Jurusan Seni Drama, Tari, dan Musik Universitas Negeri Semarang Unnes Widodo MSn. Menurut dia, perkembangan wayang sebagai media dakwah Islam ditopang oleh sekelompok tokoh ulama yang besar peranannya dalam mendirikan Kerajaan Demak. Mereka yang dikenal dengan sebutan Walisongo sembilan wali.Kesembilan wali yang bergelar sunan itu adalah Sunan Ampel, Sunan Gunungjati, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Muria, Sunan Kalijaga, dan Syeh Siti Jenar. Mereka adalah para ulama yang sangat terkenal khususnya di Jawa, sebagai penyebar ajaran Widodo, para wali tak hanya berkuasa di dalam keagamaan, tetapi juga berkuasa dalam pemerintahan dan politik. Selain itu, mereka juga pengembang kebudayaan dan kesenian yang andal. Oleh mereka kesenian Jawa berkembang hingga mencapai puncaknya yang kemudian dikenal dengan seni klasik. Salah satu kesenian yang hinga kini tetap populer adalah wayang kulit purwa,” wayang kulit merupakan produk budaya yang telah ada sebelum Islam berkembang di Pulau Jawa. Namun, sejak Islam datang dan disebarkan, wayang telah mengalami perubahan. Menurut Widodo, budaya keislaman dalam wayang kulit purwa tak hanya dijumpai pada wujudnya saja, tetapi juga pada istilah-istilah dalam bahasa padalangan, bahasa wayang, nama tokoh wayang, dan lakon cerita yang Widodo, pengaruh Islam dalam wayang kulit purwa tidak saja pada bentuknya, tetapi telah merambah pula pada aspek simbolisasi dan berkaitan pula dengan aspek lainnya yang berhubungan dengan pergelaran wayang kulit purwa. Sehingga, kelestariannya patut untuk dijaga, karena merupakan salah satu bagian dari seni budaya bangsa yang menjadi saksi sejarah perkembangan bangsa, khususnya perkembangan agama Islam di golek menak di WayangKalau keberatan wayang majadi haram karena ceritanya berlatar ajaran agama dari India, yakni HIndu, maka dalam massyrakat Jawa di kenal waryang golek Menak. Kisah dari wayang golek ini berasal dari Timur Tengah, mengadopi cerita seribu satu malam. Sejarah Sultan Islam yang ada di Ottoman dan hikayat Seribu Satu Malam menjadi ide ini sekarang masih hidup. Wayang ini salah satunya masih dipertunjukan dalam wajtu waktu tertentu, misalnya dalam peringatan hari besar Islam. Di mana keberadaan komunitas wayang golek Menak? Salah satunya yang terkenal adalah di wayang di Jawa tak peru terlalyu dicurigai sebagai bentuk pertunjukan haram. Sebab, kalau soal haram-halal misalnya juga harus diberlakukan adil. Kenapa tayangab musik pop dan dangdut tidak disebut sebagai sesuatu yang haram padahal banyak sajiannya melenceng jauh dari nilai-nilia Islam. Bedanya hanya pertunjukan seni moderen dengan wayang sebagai sajian kesenian tradisioanal, dalam moderen syririknya pada soal menduakan Tuhan dengan uang, dalam wayang kalau ada hal yang jaram syiriknya menduakan tuhan dengan kekuatan tertentu di luar Islam, misalnya dewa-dewa HIndu. Alhasil, kalau adil nyatakan saja kedua-duanya haram. Biar sekalian ramai?Bila dilihat dari ari segi jenis material, desain, dan fungsi, bila mengacu pada koleksi Museum Wayang dibedakan menjadi empat, yakni wayang kulit, wayang golek, wayang klitik, dan wayang mainan. Sebagaimana umum diketahui, wayang kulit dibuat dari kulit, utamanya kerbau dan sapi. Sementara, wayang golek terbuat dari kayu, seperti kayu perpaduan antara material dan desain wayang kulit dan wayang golek, menghasilkan wayang klitik yang unik. Wayang klitik berbadan kayu, namun pipih seperti wayang kulit, sementara tangannya menggunakan bahan kulit. Wayang klitik atau disebut juga wayang kurcil dibuat oleh Raden Pekik di Surabaya pada 1648. Wayang tersebut dipentaskan siang hari tanpa layar, membawakan cerita rakyat, seperti Damarwulan dan Minak segi fungsi, ada sejumlah koleksi wayang milik Museum Wayang yang tidak ditujukan untuk pertunjukan, yakni koleksi wayang-wayang mainan. Terdapat sejumlah wayang mainan dari bahan rumput, bambu, serta karton. Wayang-wayang tersebut dalam sejarahnya merupakan mainan yang dibuat untuk dimainkan anak-anak. Koleksi wayang karton milik Museum Wayang Indonesia bertitimangsa 23 jenis wayang kulit koleksi Museum Wayang yang diberi nama berdasarkan tempat, seperti wayang kulit banyumas, wayang kulit betawi, atau wayang kulit sumatra. Ada juga koleksi wayang yang dinamai berdasarkan nama lakon yang dibawakan, misalnya, wayang kulit calon arang, wayang kulit revolusi, serta wayang kulit wahyu. Dua jenis yang terakhir tergolong sangat kulit revolusi atau sebelumnya bernama wayang perdjoeangan dibuat RM Syahid pada periode 1950-an. Mengangkat tema berlatar pergerakan kemerdekaan, tokoh-tokohnya dihadirkan secara realis, seperti Bung Karno dan Bung Hatta. Sementara itu, wayang kulit wahyu merupakan media visualisasi umat Kristiani yang mengangkat cerita yang bersumber pada wahyu atau firman Tuhan. Wayang tersebut diprakarsai oleh Broeder Timo Heus Wignyosubroto, seorang pastur dari Surakarta pada kategori wayang golek, terdapat tujuh jenis koleksi tersebut di Museum Wayang, yakni wayang golek bogor, wayang golek bandung, wayang golek ciawi, wayang golek lenong betawi, wayang golek menak cirebon, wayang golek pakuan, serta wayang golek mini pakuan. Jadi masih nekatkah bila ada orang yang menyatakan wayang haram. Ingat pada dasarnya semua perlikau manusia kalau dihukumi secara fiqh sjatinya hanya 'subhat', yakni punya potensi menjadi haram, wajib, halal, dan fardu saya, jangan ributin orang dan Budaya Jawa sekarang. Ingat ada penelitian tentang oran Jawa dari MC. Ricklef, jawa kini sudah sangat Islam dan tidak lagi berpeluang mundur ke belakang. Lihat saja, ibu-ibu dan perempuan di Jawa hampir semuanya memakai Jilbab. Apa ini masih kurang untuk disebut tidak Islami? Wayang WayangHaram JawatidakIslami IslamisasiJawa
UstadzKhalid menyampaikan tidak ada kata-kata dari dia yang mengharamkan wayang. Ustadz Khalid menyampaikan tidak ada kata-kata dari dia yang mengharamkan wayang. REPUBLIKA.ID; REPUBLIKA TV; GERAI; IHRAM; REPJABAR; REPJOGJA; RETIZEN; BUKU REPUBLIKA; REPUBLIKA NETWORK; Sunday, 9 Muharram 1444 / 07 August 2022
a. Teknik Dasar Tatah Sungging Wayang Teknik tatah sungging wayang melalui banyak tahapan antara lain 1 Mentah Mentah adalah proses pelubangan kulit/mengukir kulit menggunakan mata tatah dengan motif tertentu. Didalam pembuatan wayang kulit lazim disebut natah. Sebelum melakukan proses penatahan maka kita harus mengenal proses pengolah kulit terlebih dahulu menjadi kulit wayang atau sering disebut lulang Marwoto W, 1985 13. 2 Pengolahan Kulit Kulit adalah bagian tubuh yang berguna untuk melindungi diri dari pengaruh luar. Kemampuan melindungi diri dengan kulit ini berbeda hewan satu dengan lainnya. Perbedaan ini masih tampak pada kulit hewan setelah dilepas dari tubuh hewan yang telah disembelih Djojowidagdo S, 1985 6 Pengolahan kulit memerlukan alat dan bahan antara lain kulit sapi/kerbau/kambing, pethel, pisau raut, Tali tampar, plangkan penthangan, ember perendam, setelah proses penyembelihan dan pengambilan kulit hewan maka kulit kemudian diolah untuk menjadi bahan yang lazim disebut lulang. Pengeringan kulit tersebut dengan cara dibersihkan dari gajih dan daging, kemudian dipenthang, dibersihkan bagian kulit dalam, dibiarkan kering selama 24 jam, dilepaskan dari penthangan, direndam air, selama 12 jam kemudian dipenthang lagi, dilakukan pembersihan daging dan kotoran lain yang melekat di dibiarkan kering selama 24 jam, kemudian dilepas, direndam dengan air garam selama 12 jam, kemudian dipenthang lagi selama 24 jam, dibersihkan bulu-bulunya dikerok dan dibiarkan kering, sambil terus ditarik. Dengan tali tampar penthangan agar mengembang dan menipis. Sampai benar-benar kering dan bersih dari bulu dan kotoran lainya. Setelah cukup kering, dan bersih kulit kemudian diambil dari pethangan dan telah selesai menjadi lulang, siap untuk dibuat sebagai bahan utama pembuatan wayang kulit. 3 Teknik Memahat Wayang Kulit Memahat wayang kulit melalui 7 tahap yaitu a Cara memegang pandukkan Panduk sering juga disebut pandukkan, merupakan alat dalam memahat wayang yang fungsinya sebagaialas atau landasan dalam memahat. Panduk dibuat dari batang kayu sawo yang dipotong secara melintang. Ketebalan panduk tergantung pada selera dan kebutuhan. Permukaan potongan tersebut dihaluskan. Batang yang masih mengandung getah tentu saja belum dapat digunakan. Kayu sawo yang dipilih sebagai panduk karena seratnya yang boleh dikatakan halus sehingga tidak mudah merusak pahat. b Tahap Nggebing adalah proses pembuatan pola global wayang pada lulang, direndam selama 12 jam, digebing diatas papan gebingan dengan dipaku bagian tepi sambil ditarik kencang tetapi tidak sobek, untuk menghasilkan kulit yang rata, dikeringkan selama 12 jam. Apabila sudah kering lulang diambil dari gebingan dan diratakan kembali menggunakan pasah. c Selanjutnya adalah Tahap pembuatan pola detail atau sering disebut Nyoreki. Ada 2 macam cara yang bisa digunakan yaitu system ngeblak menempel wayang yang sudah jadi kemudian mecorek dengan paku corekan dan system nggambar menggunakan kertas kalkir. Setelah proses corekan selesai akan tampak pola jadi. d Tahap selanjutnya adalah Ngapangi yaitu proses penatahan tokoh wayang pada pinggir pola melepas bagian luar wayang Kulit. e Dilanjutkan dengan proses menatah isen mecahi wayang kulit ; dengan cara menatah motif bagian dalam wayang kulit yang memiliki pola-pola mata tatah besar, dilanjutkan pada pola yang kecil lazim disebut Nggempuri dan yang lebih rumit lagi yaitu Mipili. Dengan diawali bagian yang menumpang/menutup ke bagian yang ditumpangi/ditutup dari luar ke dalam. f Setelah selesai kemudian menatah bagian wajah lazim disebut Mbedahi. Bagian ini sangat sulit dilakukan terutama untuk wayang alusan yang memiliki wanda khas. g Tahap paling akhir dari proses natah adalah Mlimpingi, yaitu menumpulkan bagian pinggir wayang agar tidak tajam dan ngamplas untuk memperhalus wayang. Dan setelah selesai maka bisa dibesut sebagai wayang putihan belum diwarnai Suyadi, 2010 18. b. Pengertian Sunggingan atau Menyungging Wayang Kulit Sunggingan, kata dasar sungging, dan merupakan kata benda, sungging artinya lukisan perhiasan berwarna dengan cat, sedangkan juru sungging artinya pelukis seni sungging artinya seni membuat gambar perhiasan. Proses pengerjaanya sehingga menghasilkan lukisan atau perhiasan dengan cat disebut menyungging. Dalam kaitanya dengan wayang, yang dimaskdu dengan sunggingan ialah hasil dari menyungging, sedangkan kata sunggingan merupakan kata pasif kata menyungging Poerwadaminta, 1976 796. Nyungging, adalah proses pewarnaan wayang kulit yang menggunakan teknik grdasi. Ada 2 jenis yaitu sunggingan wayang lazimnya dan sunggingan wayang bathik. Perbedaanya pada teknis dan penggunaan warna serta coraknya. Jika pada sunggingan wayang menggunakan tehnik pakem wayang, banyak warna jika bathik tergantung pada kreativitas pemulas. Biasanya terdiri dari 2 macam warna dominan. Warna inti/primer terdiri dari 6 yaitu 1 Prada emas/brom 2 Merah 3 Kuning 4 Hitam 5 Putih 6 Biru Untuk menghasilkan warna sekunder dengan menkombinasikan warna inti yaitu 1 Hijau Biru dicampur kuning 2 Jingga Kuning dicampur merah 3 Ungu Merah dicampur Biru 4 Cokelat Kuning dicampur hitam 5 Wana muda warna inti diampur warna putih kecuali emas. c. Teknik Dasar Mewarnai atau Menyungging Teknik dasar mewarnai dalam membuat wayang ada 7 tahap yaitu 1 Mutihi atau Ndasari proses pendasaran wayang dengan warna putih yang diperoleh dari campuran lem rakol, air dan cat tembok berkualitas 2 Mulas atau Nyungging Proses pewarnaan dengan mengutamakan warna dominan terlebih dahulu sesuai motif dan corak tatahan dengan system gradasi dari warna muda ke warna tua pada bagian perabot pakaian, 3 Ngawak-awaki lazzim menggunakan prada emas/brom adalah proses pemberian warna awak-awakan biasanya bewarna emas. Jika menggunakan prada emas ada tehnik tersendiri yaitu, pulaskan lem khusus warna kuning pada prada tips rata, kemudian lembaran kertas prada emas dibagian belakang diolesi air, kemudian ditempelkan secara merata. 4 Nrenjemi Proses pemberian isen dengan warna hitam/tua berupa titik-titik kecil 5 Nyawi Proses pemberian isen dengan warna hitam/tua berupa 6 Waler Proses pembedaan wujud benda yang saling terikat menggunakan titik/garis atau batik 7 Ngedus atau Mbabar Proses pelapisan akhir setelah pulasan benar-benar kering dengan menggunakan campuran air dan lem rakol bening yang sudah dimasak sampai mendidih, setelah dingin diusapkan tipis dan merata untuk pengawetan dan tahan hama Joko Krisnanto, 2009 3. Berkaitan dengan hal tersebut bahwa tatah sungging wayang adalah proses pembuatan wayang melalui proses pelubangan kulit/mengukir kulit menggunakan mata tatah dengan motif tertentu, dan setelah menjadikulit wayang disebut lulang maka proses selanjutnya adalah menyungging dengan memberikan warna pada wayang tersebut. 3. Pedalangan a. Pengertian Dalang Kata Dalang menurut kereta bahasa bahasa Jawa yang dapat diartikan ngudal piwulang atau menguraikan ajaran serta permasalahanya. Dalang juga disebut sebagai sutradara dalam teater adalah seorang seniman yang memainkan wayang bertugas menjalankan tokoh dan cerita, ngudal piwulang, memberikan hiburan dan ajaran. Menggunakan busana kejawen jangkep yangharus mampu menguasai teknik dasar, antara lain tentang lakon wayang, sarasilah tokoh wayang, kawruh bahasa Jawa, titi laras atau tembang pelog, slendro, macapat, gendhing, dhodhogan, keprakan, sabet, catur, dan sulukan Kristian Apriyanta, 2005 79. Sabetan gerak wayang adalah cara-cara memainkan boneka wayang, yang terdiri dari 1 Tanceban cara menancapkan wayang pada debog yang harus memperhatikan kedudukan karena debog terdiri dari 2 tingkat. 2 Bedholan cara mencabut wayang. 3 Solah langkah cara memainkan wayang sesuai karakter wayang. 4 Perang cara berperang yang juga memiliki aturan jika tokoh lebih muda dan derajat lebih rendah tidak boleh memegang atau mengenai kepala, jika menggunakan mahkota. 5 Jogetan cara menggerakkan bagian tubuh wayang sesuai dengan iringan biasanya digunakan untuk lelakon pada punakawan atau limbukian. Dalam seni pedalangan suluk itu menempati kedudukan yang penting sebab merupakan isyarat dalang kepada penonton, untuk meberitahukan suasana atau keadaan tenntang adegan yang akan digelar. Pagelaran wayang kulit itu dilakukan di depan layar putih yang menggambarkan jagat raya. Oleh karena pada layar tidak adasarana lainnya yang dapat dipakai untuk menggambarkansuasana suatu adegan. Maka sejak awal dam setiap pergantian adegan, dalang memberi isyarat atau keterangan tentang keadaan serta adegan yang hendak digelar. Sedangkan cara memberikan isyarat tersebut dengan melagukan, itulah yang dinamakan suluk. Dalam ilmu pedalangan, suluk dibagi tiga bagian besar yaitu 1 Pathetan digunakan untuk membangun suasana tentram, agung, wibawa sedang instrumen yang mengiringi rebab, gambang, dan suling. 2 Ada-ada digunakan untuk membangun suasana penuh semngat dan diserta suasana gedhog dan keprak. 3 Sendhon digunakan untuk membangun suasana sedih, rasa kasihan dan kasmaran. Dengan cara demikian dalang dapat menarik perhatian para penonton, sehingga penonton dapat ikut serta merasakan suasana pergelaran yang sedang berlangsung. Kecuali suluk, dalang juga harus pandai dalam menceritakan segala sesuatunya dalam pergelaran dengan suara jelas dan dapat memisah-misahkan setiap suara tokoh, ksatria yang wibawa, dan dengan suara yang berfariasi, berganti-ganti, lantang, lebut, tegas, disertai dengan pengucapan yang terdengar jelas. Isi bicaranya penuh dengan ajaran, falsafah hidup, berbagai kejidupan hidup. Juga harus dapat melawak, menguasai berbagai tembang, termasuk tembang dolanan, agar dapat yang termasuk catur adalah 1 Janturan adalah cara dalang untuk memberitahukan kepada penonton, menjelaskan dengan singkat adegan yang sedang digelar, keadaan keindahan suatu negara, tempat para putri, pertapaan. Serta siapa saja yang berada di tempat tersebut, termasuk gambaran sifat, watak tokoh yang bersangkutan. 2 Pocapan adalah suatu cara bagaimana dalang ketika hendak menceritakan atau mengetengahkan kelanjutan adegan cerita. Pocapan ini diucapkan tanpa diiringi bunyi gamelan. Dengan pocapan oleh dalang, penonton dapat mengetahui semua yang terjadi yang terkait dengan ceritanya. Ginem yaitu cara dalang mengetengahkan pembicaraan wayang, demikian juga percakapan antara tokoh atau figur wayang yang kadang-kadang lebih dari seorang. Dengan demikian dalang harus bisa memisahkan suara, antara laki-laki dan wanita dan juga suara yang dapat menunjukkan perwatakannya, lemah lembut, atau pemarah, banyak bicara. Semakin pandai dalang dalam olah suara, memisah-misahkan suara, serta terampil dalam membawakan pembicaraan sebenarnya, pergelaran akan semakin hidup. Dalang juga harus menguasai masalah gendhing. Seperti sudah diketahui bahwa jalanya pagelaran diringi sura gamelan yang dibunyikan menurut gendhing yang sesuai. Kesemuanya itu dalang yang akan memberi tanda-tanda, pilihan gendhing manakah yang akan dibunyikan, disertai isyarat tentang keras lemah menabuhnya. Demikian pula pemberian isyarat bila akan menghentikan bunyi gamelan. Sebagaimana diutarakan di atas, meberi aba-aba dengan menggunakan isyarat, dengan buni gedhog atau keprak, atau juga kata-kata sandi sambil mengakhiri pembicaraan yang diutarakan. Dengan diiringi bunyi gamelan yang kadang-kadang keras bersemangat, kadang-kadang punuh wibawa, menjadikan pergelaran semakin terasa hidup. Demikianlah pengertian tentang gendhing. Ternyata dalang juga harus menguasai berbagai pengetahuan dan keterampilan sebagai modal mendalang. Selain itu masih ada syarat yang harus dimiliki yaitu kekuatan. Seperti diketahui bahwa pergelaran wayang kulit itu dilangsungkan semalam suntuk. Dalam waktu yang cukup lama itu, dalang juga harus menjaga kekuatan badanya, dalam duduk bersila, suaranya tetap nyaring dan tidak parau. Demikian juga dalam memainkan boneka wayangnya, harus tetap bersemangat. Hal ini tidak mudah, harus disertai latihan agar badan tetap sehat dan segar. Ada diantara dalang yang mengusahakan dengan cara prihatin, sehingga memperoleh pengalaman batin atau ilmu. Dengan demikian ternyata dalang itu pantas dianggap orang yang lebih dari yang lain, termasuk dalam ngudal piwulang, menguraikan ajaran KRMH. H. Warsitodipuro, 2006 444. 4. Karawitan a. Pengertian Karawitan Karawitan berasal dari kata rawit, yang mendapatkan awalanka dan akhiran an. Rawit berarti halus, lembut. Secara epitimologis, istilah karawitan juga ada yang berpendapat berasal dari kata rawita yang mendapatkan yang mendapatkan awalan, ka dan akhiran an. Rawita adalah sesuatu yang mengandung rawit. Rawit berarti halus, kata rawit merupakan kata sifat yang mempunyai arti bagian kecil, potongan kecil, renik, rinci, halus, atau indah. Penambahan awalan ke atau ka dan akhiran an pada kata dasar rawitmengubah bentuk kata dasar menjadi kerawitan atau karawitan, yang merupakan kata benda. Adapun istilah karawitan berasal dari penyingkatan bunyi pengucapan sku kata karadalam karawitan menjadi kra. Agak dekat dengan kara rawit, juga dikenal kata lain yang setara artinya, misalnya kata ruwit, hangruwit, angruwit, hangrawit, angrawit, ngrawit, hangruwet, angruwet, ngruwet, ruwet, rumet, atau rumit. Semua kata mengacu pada pengertian yang sama, yaitu kecil, rinci, bagian, atau bagian-bagian kecil, rinci, rincian, bagian, atau bagian-bagian yang sangat kecil ukurannya. Istilah kawaitan sering juga diartikan sebagai kehalusan atau keindahan. Selain itu, secara umum ada juga yang mengartikan sebagi musik tradisional Indonesia. Karawitan juga mempunyai dua arti yaitu arti umum dan khusus. Dalam arti umum, berarti musik Jawa tradisional, dalam arti khusus adalah seni suara vokal, yang dikemas dengan instrumentalia yang berlaras slendrodan pelog. Secara khusus, istilah karawitan lebih mengacu pada pengertian seni suara yang menggunakan gamelan laras slendro dan laras pelog. Pengertian inipun sesungguhnya masih sangat kasar, karena pada kenyataanya, di dalam karawitan terdapat medium suara manusia atau karawitan vokal, suara instrumen gamelan atau karawitan instrumental, dan gabungan keduanya atau karawitan vokal instrumental. Dalam pengertian umum dan khusus, lalu muncul berbagai istilah yang disebut gendhing sekar dan sekar gendhing. Gendhing sekar, adalah alunan suara dalam karawitan yang dibarengi sekar atau tembang. Sedangkan sekar gendhing, berupa tembang yang diiringi gamelan. Jadi karawitan adalahsebuah garapan manis antara vokal dan gamelan sehingga membentuk alunan suara yang indah dan nikmat Suwardi Endraswara, 2006 24. Secara fungsional, karawitan banyak dipergunakan dalam berbagai keperluan seni pertunjukkan tradisional Jawa . Masing-masing mempunyai ciri penyajian yang khas. Karawitan dapat berdiri sendiri dalam sajianya, serta dapat disajikan sebagai iringan seni yang lain. Berdasarkan fungsinya, karwitan dibagi menjadi empat, yaitu 1. Karawitan sebagai iringan lagu atau dolanan rakyat, 2. Karawitan sebagai seni pertunjukkan yang dibagi lagi menjadi a. Karawitan iringan pedalangan, adalah jenis karawitan yang bisa dipergunakan untuk mengiringi pegelaran wayang, dengan acuan pathet telah tertentu, meskipun wayang model sekarang telah berubah-rubah memilih iringan, b. Karawitan iringan tari, baik tari klasik maupun tari kresasi baru, dengan sajian gendhing yang bermacam-macam, lebih lincah, ada juga yang anggun, pelan, tergantung tariannya, c. Karawitan iringan teater tradisional, 3. Karawitan untuk pagelaran mandiri atau unyon-unyon, dan 4. Karawitan untuk upacara, biasanya memanfaatkan gendhing skralatau agung, seperti gamelan sekaten, carabalen, dan monggang Suwardi Endraswara, 2006 25. Karawitan juga dapat diartikan sebagai suatu keahlian, keterampilan, kemampuan, atau seni memainkan, menggarap, atau mengolah suatu gendhing, sehingga menjadi bagian-bahian kecil yang bersifat renik, rinci, dan halus. Secara keseluruhan bagian-nagian kecil tersebut membentuk suatu susunan, komposisi, dan kumpulan berbagai nada, warna suara, dan suara manusia yang bersifat indah, berirama, seimbang, dinamis, serasi, serta memberikan kesan,citra dan suasana tertentu. Komposisis tersebut menggunakan suatu bentuk sistem, dan teknik tertentu, berlandaskan suatu kreativitas, rasa indah, kehalusan rasa, selera, penghayatan, dan kemampuan teknis memainkan alat musik tradisional Jawa , baik yang digunakan secara individual maupun kelompok Bram Palgunadi, 2002 7. 5. Tari a. Pengertian Tari Kesenian adalah bagian dari kebudayaan, seni tari adalah satu bagian dari Tari adalah eksplorasi jiwa manusia yang diungkapkan dengan gerak ritmis yang indah. Bisa disimpulkan bahwa tari adalah bentuk pernyataan imajinasi yang dituangkan melalui simbol atau lambang gerak berdasarkan simbol ruang dan waktu. Simbol dalam bentuk gerak tari tradisi telah mengalami distrosi atau stilasi dengan mempertimbangkan pada keindahan dan pesan yang disampaikan. Akibatnya, gerak bermakna menjelaskan maksud dan muatantari. Gerak yang mempunyai arti memberikan penjelasan maksud dan muatan tari disebut gerak maknawi, sedangkan gerak yang tidak mempunyai arti disebut gerak murni Soedarsono, 1992 32. Seni tari juga mempunyai arti keindahan gerak anggota-anggota badan manusia yang bergerak, berirama dan berjiwa atau dapat juga diberi arti bahwa seni tari adalah keindahan bentuk dari anggota badan manusia yang gerak berirama dan berjiwa besar yang harmonis. Tari juga mempunyai unsur-unsur yaitu 1 Bentuk adalah bentuk dari jari-jari tangan, pergelangan tangan, keseluruhan tangan, badan, leher, bahu, pinggul,kaki, lutut, dan pergelangan kaki. Bentuk ini dapat berdiri sendiri atau dipadukan, sehingga merupakan kesatuan. 2 Gerak adalah terdiri dari anggota-anggota badan manusia yang telah berbentuk, kemudiann digerakkan, gerak ini dapat sendiri-sendiri atau bersambungan dan bersama-sama. 3 Irama adalah setelah anggota-anggota badan manusia dibentuk dan digerakkan, maka bentuk dan gerak itu harus berirama. Dapat cepat ataupun lambat. 4 Jiwa adalah bentuk, gerak dan irama dilahirkan oleh jiwa manusia. Bentuk dan gerak ini untuk melukiskan apa yang dikehendaki manusia, maka melaksanakan harus dengan kemampuan menjiwai. Harmoni adalah keselarasan baik keselarasan gerak, suara, bentuk,warna, dan garis. Untuk membuat harmoni harus dipergunakan perasaan dengan didampingi pertimbangan-pertimbangan pikiran. Keselarasan atau keharmonian dalam tari artinya harus ada keseimbangan bentuk gerak, irama, ruang, pakaian, dan tari Bagong Kusudiarjo, 1981 16. b. Macam-macam seni tari Walaupun seni tari mempunyai beragam dan sifat yang berlainan, tetapi pada garis besarnya adalah 1 Tari untuk putra dan putri adalah tari yang dilakukan oleh pria dan wanita, antara tari untuk pria dan wanita ada perbedaan. Tetapi kenyataanya menunjukkan bahwa tari untuk pria banyak dilakukan oleh wanita. 2 Tari upacara keagamaan adalah dipertunjukkan untuk menyampaikan rasa bakti manusia kepada Tuhan. Tari untuk dipertunjukkan sebagai hasil seni yang lebih di titik beratkan pada seni keindahan dan kehalusan atau kedinamikannya. 3 Tari untuk dipertunjukkan adalah untuk mengemukkan pula berbagai ragam watak atau perwatakkan dan untuk melukiskan peristiwa-peristiwa yang langsung dapat menyentuh hati orang yang melihat. Tari untuk pergaulan atau hiburan adalah tarai yang menggunakan gerak dan irama yang sederhana dengan tujuan agar mudah dipelajari Bagong Kusudiarjo, 1981 18. c. Sifat-sifat seni tari Seni tari digolongkan menjadi tiga sifat yaitu 1 Tari primitif adalah lebih dikenal dengan tarian rakyat, ciri dari tarian rakyat yaitu sederhana, baik gerak, irama, pakaian,rias, maupun temanaya, yang biasanya semuanya dilakukan dengan spontanitas, tidak ada peraturan-peraturan atau hukum-hukum yang seragam dan tertentu. 2 Tari klasik adalah sebuah tari yang lahir dan tumbuh di daerah-daerah atau di sebuah negara yang dapat hidup dan berkembang disegala jaman, mengalami banyak perubahan yang menyangkut dari segi teknis, sedang ciri dan watak yang kuat, dalam perwujudan tari klasik lebih cenderung pada keabstrakan, kadang-kadang simbolik dengan latar belakang falsafah yang dalam. 3 Tari modern adalah sebuah tari yang dalam bentuk watak, jiwa dan iramanya sama sekali bebas dari ikatan, norma-norma dan hukum-hukum tari yang telah ada oleh karenanya dalam tari modern ini sasaran pokoknya 6. Sindhen a. Pengertian sindhen Sindhen adalah seorang wanita yang bertugas bermain vokal dalam iringan gendhing. Suara sindhen akan menjadi pemanis karawitan. Seorang sindhen akan mengandalkan vokal untuk menghiasi karawitan Suwardi Endraswara, 2006 21. Demikian pula pesindhen juga disebut swaraswati yaitu seniwati yang dalam pertunjukkan wayang kulit atau perhelatan lain menggunakan gamelan, bertugas sebagai swarawati lebih dari satu orang. K
Tidakjelas apakah lurah dalam wayang itu menunjukkan jabatan penguasa wilayah tertentu atau sekadar pangkat kehormatan. Kendati dekat dengan para pejabat yang disebut sebagai majikan dari punokawan itu, lurah dalam dunia wayang seperti Lurah Semar dan anak-anaknya lebih sering dianggap sebagai simbol rakyat daripada sebagai alat kekuasaan.
Saat ini transisi video masih standar sesuai platform software bawaan produksi Barat. Daya saing pertelevisian/ perflman Indonesia dapat ditingkatkan dengan elemen lokal yang tidak dimiliki oleh Barat. Ketersediaan teknik transisi video berbasis seni pertunjukan tradisi khas Indonesia merupakan kebutuhan bagi pada editor video, flmmaker sineas, dan dosen atau mahasiswa televisi dan flm. Untuk itu, bahasan ini ingin mengungkap transisi antaradegan yang terdapat dalam pertunjukan wayang kulit untuk dijadikan referensi bagi pengembangan transisi editing video. Selain itu, juga dibahas transisi dalam seni tradisi yang lain seperti relief dan prasi lontar. Transisi gunungan dalam wayang kulit memiliki benang merah dengan pembatas adegan dalam relief candi berupa pohon, ornamen, atau pohon sorga. Implementasi transisi dalam flm animasi menjadi penutup bahasan buku ini, dan diharapkan menjadi inspirasi pembaca untuk mengembangkan transisi antaradegan khas IndonesiaFigures - uploaded by Ranang Agung SugihartonoAuthor contentAll figure content in this area was uploaded by Ranang Agung SugihartonoContent may be subject to copyright. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free TRANSISIWayang, Relief, dan AnimasiRanang PRESS TRANSISIWayang, Relief, dan Animasi Cetakan Pertama November 2017 vi + 75 halamanUkuran 15,5 x 23 cmPenulis Ranang AS HandriyotopoPenyunting Prof. Dr. Dharsono, Sampul dan Tata Letak Handriyotopo ISBN 978-602-5573-12-5ISI PRESS Jl. Ki Hadjar Dewantara 19, Kentingan, Jebres, Surakarta 57126 Telp. 0271 647658, Fax. 0271 646175All rights reserved © 2017, Hak Cipta dilindungi Undang-undang. Dilarang keras menterjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari pelanggaran pasal 72 Undang-undang Hak Cipta UU No. 19 Tahun 2002 1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan se-bagaimana dimaksudkan dalam Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 49 ayat 1 dan ayat 2 dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 satu bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. satu juta rupi-ah, atau pidana paling lama 7 tujuh tahun dan/atau denda paling banyak Rp. lima milyar rupiah.2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana diumumkan dalam ayat 1, dipidana dengan pi-dana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. lima ratus juta rupiah. KATA PENGANTARPuji syukur alhamdulillah dipanjatkan kehad-irat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya, penulisan buku yang dikembangkan dari hasil penelitian funda-mental ini dapat diselesaikan. Buku ini dibutuhkan se-bagai referensi bagi mata kuliah Penyuntingan Digital di Program Studi S-1 Televisi dan Film. Selama ini ma-hasiswa mempelajari keilmuan sinematogra Barat, teknologi perlman dan pertelevisian dari Barat, serta editing video juga berasal dari Barat, maka untuk men-jawab dominasi dan pengaruh Barat tersebut, perlu dilakukan penggalian potensi lokal agar hasil karya seni di bidang televisi dan lm memiliki kekhasan dibanding-dari Barat dimana ilmu dan teknologi tersebut wayang kulit dan seni tradisi lainnya memiliki ciri khas budaya rupa Nusantara, sehingga layak dikaji untuk digali potensi visualnya untuk ke-butuhan bidang pertelevisian/perlman.. Buku ini menyajikan transisi videogras dalam pertunjukan wayang kulit yang dapat diaplikasikan dunia editing. Antara dalang satu dengan dalang lainnya memiliki be-ragam gaya dalam menyajikan transisi antaradegan da-lam pergelarannya, bahkan opening adegan pembuka pementasan pun berbeda. Transisi antaradegan berupa ruang/kelir kosong, gerakan gunungan, gerakan gunun-gan dan tokoh wayang, atau gerakan tokoh wayang. Buku ini juga membahas transisi pada seni rupa tradisi yang lain, yang mungkin telah ada jauh sebe-iii lum pertunjukan wayang kulit berkembang, yaitu relief candi dan lontar. Relief candi Indonesia Budha / Hindu periode Jawa Tengah dan Jawa Timur menunjukkan bah-wa transisi antaradegan juga dijumpai dalam bentuk or-namen atau pohon hayat / sorga. Pohon hayat memiliki benang merah dengan bentuk gunungan dalam wayang menyampaikan ucapan terima kasih dan peng-hargaan yang setinggi-tingginya kepada Ki Purbo Asmoro dan Ki Manteb Soedarsono selaku dalang yang pertunjukan wayang kulitnya menjadi objek kajian dalam buku ini, Dr. RM Pramutomo, dan Dr. Slamet, selaku Ketua LPPMPP ISI Surakarta, Prof. Dr. Dharsono, selaku reviewer penulisan buku ini, kru televisi kampus ISITV, serta segenap staf LPPMPP dan UPT Penerbitan. Selain itu, diharapkan buku ini dapat menginspirasi pembaca budiman da-lam mengembangkan editing video berbasis seni tradisi. Surakarta, Nopember 2017 vDAFTAR ISIHalamanHALAMAN DEPAN...................................................................iKATA PENGANTAR.................................................................iii DAFTAR ISI .................................................................................vBAB I PENDAHULAN............................................................................11. Latar Belakang....................................................................12. Fokus Bahasan....................................................................4BAB II PEMBATAS CERITA DALAM SENI RUPA TRADISI........51. Pembatas Cerita pada Relief Candi.................................52. Pembatas Cerita Prasi Lontar.........................................133. Gunungan sebagai Singgetan dalam Pertunjukan Wayang..............................................................................15BAB III GUNUNGAN SEBAGAI TRANSISI ANTARADEGAN...... 17 1. Gunungan dalam Pertunjukan Wayang .......................172. Gunungan dalam Pembabakan Adegan Wayang........193. Makna Transisi Gunungan Wayang...............................21BAB IV PEMBATAS ADEGAN DALAM PERTUNJUKAN WAYANG.....................................................................................231. Transisi dalam Pertunjukan Wayang Kulit Lakon Pendawa Boyong ...............................................................232. Transisi dalam Pertunjka Wayang Kulit Lakon Bedhahe Lokapla.................................................................37 BAB V POLA GERAKAN GUNUNGAN SEBAGAI TRANSISI ANTARADEGAN........................................................................47 vi1. Transisi Gelaran................................................................472. Transisi Geser...................................................................493. Transisi Gulungan Ombak.............................................504. Transisi Kilasan................................................................515. Transisi Kocokan............................................................... 526. Transisi Tendangan.........................................................537. Transisi Penutup..............................................................55BAB VI IMPLEMENTASI TRANSISI PADA FILM ANIMASI......571. Spirit Pertunjukan Wayang dalam Film Animasi ......572. Transisi Gunungan dalam Film Animasi......................60BAB VII PENUTUP....................................................................63DAFTAR PUSTAKA..................................................................65 1 BAB IPENDAHULUAN1. Latar BelakangKeberadaan teknologi audio visual yang semakin canggih dan memudahkan pemakainya diharapkan konsumen dapat memaksimalkan teknologi ini dengan baik. Teknologi pembuatan lm dan program televisi memungkinkan sutradara dan kamerawan memaksimalkan fungsi kamera dan aplikasi penyuntingan video editing. Ketika kamera take merekam, kamerawan mengarahkan kamera yang mengarah pada objek dengan teknik-teknik tertentu, misalnya Close Up, Medium Close Up dll. Sudut pengambilan gambar camera angle mempengaruhi nilai seni sebagai ungkap rasa estetik maka tidaklah mudah hanya dilakoni oleh kamerawan, maka produser atau sutradara juga mengawasi perpindahan gerakan kamera itu dengan baik di layar buku-buku yang menawarkan teknik pengambilan gambar dan buku-buku terkait editing video dalam pascaproduksi. Hal inilah yang menjadi kurang menarik ketika gaya pengambilan gambar, pembingkaian gambar framing -nya mengadopsi cara berpikir Barat. Maka hagemoni Barat dalam teknik pengambilan gambar mendominasi paradigma kamerawan kita. Seperti yang diungkapkan oleh Primadi Tabrani dalam buku Bahasa Rupa dinyatakan bahwa kita telah terpengaruh Barat maka lm dan sinetron kita merupakan spesialisasi penerangan yang menggurui, hiburan yang miskin isi, seni yang tidak komunikatif, pendidikan yang membosankan, padahal wayang adalah semuanya, menarik, dan komunikatif Primadi Tabrani, 200554Jika menelisik sejarah peradaban bangsa ini dalam candi maka cerita naskah babad Ramayana yang terlukis dalam relief Candi Prambanan maupun pada relief candi Borobudur menarik untuk dikaji. Pada relief candi, panel tidak hanya bercerita, tetapi juga mengandung teknik moving image by framing lm yang sesungguhnya. Gambar wayang 2batu relief cerita candi dan gambar wayang beber bukanlah stile picture ia sesungguhnya “gambar hidup” yang memiliki konsep teknologi TV dengan disolve, mix, wipe, insert, kilas balik, kilas maju, dsbnya Primadi Tabrani, 200554-55. Karena memang saat itu tidak dikenal dengan pula cerita pewayangan yang dilakonkan oleh dalang pada wayang kulit, sesungguhnya merupakan sejarah pertunjukkan gambar hidup memenuhi kaidah televisi atau lm. Moving image pada bayang-bayang wayang ketika melihat dari balik layar itulah memberikan kesan gerak yang cukup indah untuk diapresiasi. Teknik zooming dan disolve terdapat pada adegan ketika ki Dalang mendekatkan wayang ke lampu blencong akan mendapatkan obyek wayang yang membesar kemudian menghilang. Adegan ini terdapat ketika ki dalang melakukan bedholan, baik bedholan jejer, bedholan kayon, bedholan kedhatonan dan budhalan. Gambar yang natural atau wajar adalah ketika sorot lampu blencong pada wayang yang menempel pada kelir sebagai establised shot. Maka ketika dalang mendalang dan kita melihat wayang dari balik layar kelir adalah pertunjukan bioskop yang sesungguhnya asli dari sinematogras yang dimiliki pertunjukan wayang kulit merupakan potensi yang belum tergarap sebagai referensi pengembangan konten efek visual ke dalam teknologi editing dan videogra. Terlebih wayang telah diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda dari Indonesia pada tahun 2008. Dengan begitu, wayang dituntut terus hidup dan berkembang dalam berbagai segi kehidupan masyarakat, termasuk bidang pertelevisian dengan menjadi efek visual khususnya transisi videogras. Dalam penelitian ini, peneliti berupaya bagaimana gerakan dalam pertunjukan wayang kulit yang dapat dipakai sebagai referensi bagi model transisi videogras dalam aplikasi editing seni tradisi khususnya pertunjukan wayang kulit menjadi kebutuhan karena wayang kulit telah menjadi Warisan Budaya Takbenda UNESCO. Wayang adalah salah satu seni pertunjukan rakyat yang masih banyak penggemarnya hingga saat ini http//kebudayaan. Pengembangan wayang di berbagai bidang penting dilakukan, salah satunya adalah diarahkan pada pengembangan audio visual khususnya efek visual pada bidang videogra.Wayang kulit sebagai warisan budaya seni pertunjukkan merupakan aset budaya bangsa yang wajib dilestarikan. Banyak makna loso yang disampaikan dalam seni pertunjukkan wayang kulit. Rasa estetika seni dalam seni pewayangan sangat menarik masyarakat yang memahami seni tradisi sebagai bagian hidup masyarakat khususnya Jawa sudah mulai terkikis dengan kebudayaan sinematogra program televisi. Wayang kulit merupakan hasil kebudayaan bangsa Indonesia yang berbentuk pertunjukan yang mempertontonkan bias bayangan boneka kulit pada helai kain kelir dari hasil sorotan lampu pertunjukan blencong, Artik, 20131. Wayang kulit merupakan kesenian tradisional masyarakat Jawa yang dibuat dari kulit binatang yang diukir sedemikian rupa serta dimainkan oleh dalang dan diiringi oleh musik tradisional yakni gamelan Artik, 20131.Pembacaan teks audiovisual dalam media televisi untuk sinetron ataupun lm sudah terbiasa dengan cara baca teknik Barat. Sebagai insan sinematogra maka keragaman budaya Nusantara dapat kita adopsi dengan baik manakala kita mampu mengeksplorasi bahasa rupa yang sudah diberikan oleh para seniman pada masa lampau. Tata cara pembacaan audiovisual sepertinya hampir sama dengan cara baca teks atau tulisan seperti bahasa rupa barat. Jangan sampai tradisi kita sendiri kita abaikan hingga dicuri para sineas negara maju untuk mencari alternatif, untuk kemudian terkejut dan marah karena milik kita dicuri Primadi Tabrani, 200557. Melihat fenomena wayang sebagai bentuk seni pertunjukan di balik kelir setara dengan media televisi ataupun lm yang menayangkan lm atau sinetron maka wayang kulit menayangkan seni animasi tradisional boneka wayang. Seni wayang kulit jika dilihat dari kelir belakang maka aspek sinematogra secara videogra setara dengan tontotan audiovisual secara digital, meskipun wayang penggarapannya dipertunjukkan secara manual. 4Melihat pergerakan wayang dari balik kelir sangat menarik untuk diambil teknik pergerakan perpindahan transisi gambarnya. Teknik-teknik inilah yang biasanya ada pada pertunjukkan wayang ketika melihat dari belakang. Akan tetapi ada sedikit perbedaan keduanya jika kamera akan menjadikan objek mendekat ataupun menjauh dengan memutar focal lenght-nya saja. Sementara dalang menjauh dan mendekatkan objek gambar ke lampu akan mendapatkan gambar yang lebih menarik dan tidak sama persis dengan teknik lensa kamera videogra. Dalam wayang kulit juga terdapat transisi adegan yang bisa dikembangkan menjadi transisi dalam bidang videogra dan penyuntingan editing video, meskipun keduanya merupakan ilmu dan teknologi Barat. Pengembangan efek visual di dalamnya dengan elemen lokal Indonesia di dalamnya menjadi penting bagi dukungan penciptaan lm, program televisi, dan karya audiovisual yang bercirikan Indonesia. Hal inilah yang akan menjadi kajian penelitian untuk mendapatkan bentuk-bentuk prototipe jenis teknik transisi perpindahan gambar yang mengadopsi teknik pewayangan untuk videogra. 2. Fokus BahasanSaat ini transisi video masih standar sesuai platform software bawaan produksi Barat. Daya saing pertelevisian/perlman Indonesia dapat ditingkatkan dengan elemen lokal yang tidak dimiliki oleh Barat. Ketersediaan teknik transisi video berbasis seni pertunjukan tradisi khas Indonesia merupakan kebutuhan bagi pada editor video, lmmaker sineas, dan dosen atau mahasiswa televisi dan lm. Untuk itu, bahasan ini ingin mengungkap transisi antaradegan yang terdapat dalam pertunjukan wayang kulit untuk dijadikan referensi bagi pengembangan transisi editing itu, juga dibahas transisi dalam seni tradisi yang lain seperti relief dan prasi lontar. Transisi gunungan dalam wayang kulit memiliki benang merah dengan pembatas adegan dalam relief candi berupa pohon, ornamen, atau pohon sorga. Implementasi transisi dalam lm animasi menjadi penutup bahasan buku ini, dan diharapkan menjadi inspirasi pembaca untuk mengembangkan transisi antaradegan khas Indonesia. 5BAB IIPEMBATAS CERITA DALAM SENI RUPA TRADISI1. Pembatas Cerita pada Relief CandiPada umumnya struktur candi terdiri atas tiga bagian pokok, yaitu 1 Kaki candi atau Bhurloka kosmologi Hindu atau Kamadhatu kosmologi Budha, adalah Dunia Bawah, merupakan tempat manusia yang masih dipenuhi oleh keinginan dan hawa nafsu; 2 Tubuh candi atau Bhuvarloka Hindu atau Rupadhatu Budha, adalah Dunia Tengah, merupakan dunia orang yang sudah disucikan tetapi belum terlepas dari ikatan keduniawian; 3 Atap candi atau Svarloka Hindu atau Arupadhatu Budha, adalah Dunia Atas, merupakan dunia para dewa, dan jiwa manusia yang sudah terlepas dari ikatan keduniawian TM. Rita Istari, 20151-2. Lebih detil, candi juga memiliki bagian penyerta yang lain, yaitu Pelipit, Panil, dan Pilaster. Menurut Ayatrohaedi bahwa Panil bidang hias dalam suatu bangunan candi terdapat bidang-bidang untuk membuat relief sebagai hiasan. Bidang-bidang tersebut dibagi menjadi beberapa bagian berupa bingkai-bingkai yang membatasi tiap-tiap hiasan. Relief yang dipahatkan di bingkai itu adalah hiasan dengan bentuk ragam hias geometris, sulur, daun, bunga, dapat juga berisi suatu relief cerita TM. Rita Istari, 20152. Pada panil candi tersebut, dimana relief cerita dipahatkan, dapat dijumpai pembatas panil relief pada candi, tidak hanya terdiri atas panil, namun juga terdapat hiasan-hiasan. Menurut Bosh, hiasan-hiasan itu dapat digolongkan menjaid tiga, yaitu manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan yang pemasangannya tergantung pada letak dan tujuannya Susanto, 1985300. Pada Candi Borobudur, terdapat hiasan berupa tumbuhan yaitu gambar pohon. Sebenarnya gambar pohon di bidang-bidang relief banyak dijumpai pada bangunan keagamaan baik Hindu maupun Budha yang lain, termasuk Candi Prambanan, Mendut, Sojiwan, Penataran 6dan sebagainya. Diantara beberapa jenis gambar pohon yang ada di Candi Borobudut, terdapat satu yang memiliki ciri khusus dan memiliki nilai simbolis, yaitu kalpavrksa, atau pohon sorga. Menurut Vogel, istilah itu tertera di dalam prasasti Yupa, dari masa pemerintahan Mulawarman Susanto, 1985296. Pohon kalpataru atau kalpawrksa adalah gambaran pohon kahyangan, yang penuh dengan bunga-bunga baik yang mekar maupun yang masih kuncup, dan pada beberapa bunga yang mekar itu di tengah-tengah mahkota yang terbuka menjuntai mutiara dan manik-manik . Kalpataru adalah pohon yang dapat memberi segala apa yang diinginkan dan diminta oleh manusia pohon kehidupan, diartikan sebagai wishing tree, atau pohon keinginan/ 1. Pohon Kalpataru pada relief Candi Borobudur Sumber diakses 10/01/2018Pohon-pohon sorga yang terukir di Candi Borobudur terutama terdapat di tingkat 3 dan 4. Penggambarannya lebih sederhana, karena penempatannya tidak dalam panil tersendiri. Pohon ini dilukiskan dengan payung, untuk membedakan dengan pohon-pohon lainnya dan terletak dalam adegan cerita. Selain itu, pada daun-daunnya diselingi pula oleh sepasang ceplok bunga, tetapi tanpa binatang atau burung yang mengelilinginya Susanto, 1985298. Bernet Kempers menjelaskan bahwa pemahatan pohon sorga pada lantai 3 dan 4 di Candi Borobudur ternyata digunakan untuk membatasi kelompok tokoh atau adegan. Selain itu gambar pohon biasa digunakan pula untuk membatasi adegan-adegan 7di neraka, yaitu pada tingkat Karmawibhangga Susanto, 1985300, yaitu tingkat terbawah pada bagian candi, yang saat ini tidak tampak karena ditutup ditimbun 2. Pohon sebagai pembatas adegan di relief Karmawibhangga Foto Timbul HaryonoHiasan pohon sorga juga dijumpai di Candi Prambanan, dengan pergambaran yang sedikit berbeda, bukan sebagai pembatas adegan. Pohon sorga digambarkan tumbuh dari pot dengan untaian permata, di antara daun-daunnya terdapat sepasang ceplok bunga. Selain itu juga dihiasi dengan burung di sebelah kanan dan kiri atasnya. Selain itu di sebelah kanan dan kiri bawah dihiasi Kinara dan Kinari, Sosok yang digambarkan sebagai mahkluk berbadan burung dan berkepala 3. Pohon hayat dan Kinara - Kinari di Candi Prambanan Foto Ranang, 2012 8Perihal pohon hayat atau pohon surga yang terlukis pada panil relief candi Prambanan tampak bahwa pohon hayat dilukiskan tumbuh dari pot yang dikelilingi 4 buah pundi-pundi yang dihias dengan untaian permata, di antara daunnya terdapat sepasang ceplok bunga dan mahkota bunganya berupa untaian permata terjurai ke bawah. Sepasang ceplok bunga terdapat di kanan kiri daun, di bagian atas daun-daun tersebut terdapat bunga kuncup. Secara keseluruhan menyerupai bentuk pohon tersebut dilindungi dengan sebuah payung yang muncul dari puncak pohon. Pada bagian atas pohon, di sebelah kanan dan kiri terdapat sepasang burung dalam posisi terbang menghadap pohon. Sebelah kanan dan kiri bagian bawah pohon terdapat sepasang kinara dan kinari yang dilukiskan sebagai makluk berbadan burung dan berkepala Pendeta. Setiap relief kalpataru mengapit relung berisi arca singa. Bernet Kempers 195960. Susanto 1985301 mengatakan bahwa gambar-gambar pohon yang dilukiskan, baik di Candi Borobudur maupun Prambanan, menunjukkan fungsi yang sama. Pohon-pohon sorga yang digunakan sebagai pembatas adegan, mengingatkan pada fungsi gunungan’ atau kekayon’ pada pentas wayang kulit. Berbagai tokoh dan sarjana telah mengutarakan pendapatnya tetntang kekayon’ tersebut, di antaranya mengatakan bahwa kekayon’ disebut juga pohon sorga, pohon hayat atau pohon parijata. Menurut Koeswadji K. dalam Susanto, 1985301 pohon hayat ini terdiri atas kumpulan pohon-pohon sorga yang berjumlah 8 buah, yaitu kapataru, parijata, serut, ingas, kastuba, saroja, sandilata, mandira atau waringin. Gambar pohon mempunyai arti mitologi yang sama, yaitu sebagai tanda awal dan berakhirnya suatu kehidupan manusia di dunia yang mempunyai sifat baik dan buruk Susanto, 1985302.Pembatas panil cerita pada relief candi, tidak hanya dijumpai di candi-candi Jawa Tengah saja, melainkan juga dijumpai di cand-candi Jawa Timur, seperti Candi Penataran di Blitar, Jawa Timur lihat Gambar 4, khususnya mengelilingi ke empat sisi luar tubuh candi Naga dan candi induk. Medalion sebagai pembatas panel cerita di Candi Penataran 9berisi relief ornamentik yang menggambarkan binatang darat tunggal. Menurut Theresia Widiastuti dkk 201210 yang meneliti medallion Candi Penataran menyatakan bahwa berdasarkan sumber medalion dapat diidentikasi hewan-hewan asli Jawa, antara lain binatang kambing, sapi, kuda, kancil, landak, musang, rusa, buaya, anjing, naga, srigala, kerbau, gajah, keledai, burung kasuari, babi, babi hutan, harimau, kucing, burung hantu, burung rangkong, burung merpati, burung perkutut, burung bangau, burung puyuh, burung merak, angsa, itik, ayam jago, kadal, tikus, kelinci, dan sekitar binatang dalam medallion tersebut digambarkan stilasi sulur-suluran yang dikombinasikan dengan ekor binatang tersebut dalam formasi melingkar membentuk medallion. Sulur-suluran dimulai dari ekor binatang bergerak keluar memenuhi lingkaran medallion yang dibatasi dengan garis, dan medallion diwujudkan secara lebih menonjol timbul daripada bidang di 4. Medalion sebagai pembatas cerita panel di Candi Penataran Foto Ranang, 2006Theresia Widiastuti dkk 20126 dalam penelitiannya menemukan bahwa medalion di Candi Penaratan berisi relief hewan dengan latar ora padmamula akar teratai. Beberapa hewan asli Jawa menjadi ornamen dan ragam hias dalam 70 buah relief medalion di candi induk. Medalion juga terdapat dalam relief di Batur Pendapa halaman depan komplek 10Candi Penataran dan di dinding kolam pertirtaan. Padmamula diyakini sebagai sumber kehidupan yang terus dengan motif hias yang dipaparkan di berbagai sebaran medalion, adalah selalu bertemakan binatang, mahkluk mitologis, geometrik, tumbuh-tumbuhan atau sulur-suluran dan surya majapahit. Kemudian motif hias yang terkategori sebagai makhluk hidup adalah selalu terkait dengan mitologis Hindu. Pada umumnya makhluk tersebut tidak terdapat di dunia nyata tetapi hanya berada dalam alam imajinasi, di antaranya yang sering digunakan adalah burung Garuda, naga, Kalamakara, dan berbagai makhluk yang tidak dapat diidentikasi bentuknya. Gambar 5. Medalion berupa binatang mitologi Hindu di Candi Penataran Foto Ranang, 2006Sebagai contoh dalam gambar di atas adalah salah satu medalion yang berada di Candi Penataran, yaitu seekor binatang berkepala seperti gajah, memiliki belalai dan dua gading. Akan tetapi binatang tersebut memiliki dua tanduk dan dari mulutnya keluar lidah api. Posisi tubuhnya menunduk dan keempat kakinya menyerupai bentuk kaki binatang buas, dengan kuku yang tajam. Dari ujung ekornya keluar sulur-suluran yang dipahatkan memenuhi sisa bidang medalion tersebut. Menurut TM Rita Istari, penggambaran medallion itu mungkin mengandung makna keabadian, kemakmuran, 11keperkasaan maupun kesetiaan 201589. Kemudian unsur hias medalion dengan motif berbentuk geometris diduga merupakan kontinuitas dari ornamen masa prasejarah, sebagaimana diketahui pada bentuk pilin berganda, tumpal, meander, dan belah ketupat Iswahyudi, TT16-18.Medalion sebagai pembatas cerita panel candi, juga dijumpai di Candi Kidal, Malang, Jawa Timur. Hanya saja bentuk medallion tidak menonjol, tetapi reliefnya datar berada di ceruk terdalam dinding candi, serta berada diantara relief Garudeya. Relief Candi Kidal yang menceritakan kisah Garudeya, relief Garudeya dipahatkan secara menonjol di tengah tiga sisi candi. Kemenonjolan reliefnya sangat dominan karena melebihi pahatan relief ornamentik 6. Medalion di kanan kiri Garuda di Candi KidalSumber diakses tanggal 05/01/2018 Pada Candi Kidal, bagian tengah ketiga sisi luar candi bagian utara, selatan, dan timur, masing-masing dihiasi relief garuda yang menggambarkan cerita Garudeya, yaitu tentang pelepasan arwah Istari, 201574. Hal itu terkait dengan pendirian candi itu sebagai peringatan kematian. Kitab Nagarakertagama menjelaskan bahwa candi dibangun untuk memperingati upacara Sraddha yaitu 12 tahun setelah meninggalnya Anusapati pada tahun 1260 Masehi. Anusapati adalah raja Singasari dari dinasti Rajasa, anak Tunggul Ametung dan Ken Dedes pada tahun 1170 Saka 1248 Masehi 12Istari, 201574.Cerita dan ragam hias yang dipahatkan dan fungsi candi yang melatarbelakangi pendiriannya tersebut sangat berkaitan. Ragam hias bentuk sulur dan binatang kura-kura ini terdapat di kiri-kanan ambang pintu masuk Candi Kidal. Kura-kura sangat terkenal dalam seni Hindu Jawa, karena dianggap sebagai lambang bumi, keabadian, dan umur panjang Istari, 201576. Keberadaan kura-kura juga dijumpai di Candi Sukuh, dimana di candi tersebut juga berkisah tentang Garudeya seperti Candi 7. Pembatas berupa gapura di Candi SurowonoFoto Ranang, 2013Pembatas yang tampak berbeda dapat dijumpai di Candi Surowono, Kediri, Jawa Timur. Karakteristik Candi Surowono tampak pada relief ornamentik yang memenuhi dinding candi. Bidang kosong relatif sedikit pada dinding candi, di tubuh candi dihiasi panel cerita, sementara bagian atas dan bawahnya dihiasi dengan ragam hias. Pembatas cerita berupa gapura berpintu yang dengan ragam hias meander, memiliki tangga menuju pintu gapura, dan di bagian pintu terdapat ragam hias mirip kala cerita yang agak berupa ragam hias binatang dan suluran dijumpai pada Candi Arimbi di Jombang Jawa Timur. Jarak antar panil cerita sama seperti pada relief 13Ramayana di Candi Penataran. Antarpanil cerita diberi jeda / pembatas ragam hias binatang dan suluran, hanya saja bentuknya persegi panjang, tidak berbentuk medallion yang bundar seperti di Candi Penataran. Rangkaiannya seperti berikut berupa panil cerita, lalu panil pembatas, kemudian panil cerita lagi, dan seterusnya. Binatangnya pun cukup beragam, dan ekornya menyatu menjadi sulur-suluran memenuhi 8. Pembatas cerita di Candi ArimbiFoto Ranang, 20172. Pembatas Cerita Prasi LontarPembatas cerita juga terdapat pada komik tradisional yang umumnya berbentuk strip. Panjang tiap panil cerita berbeda-beda, tapi pada umumnya ukuran panjangnya lebih dari ukuran tingginya. Pada relief candi, terdapat yang panjangnya hampir 4 kali dari tingginya, sedangkan pada wayang beber, yang terpanjang sekitar 1,66 kali tinggi dan yang terpendek 1,07 kali tingginya. Sedangkan pada prasi lontar sudah ada pembatas Primadi Tabrani, 199886. Pembatas cerita di prasi lontar juga beragam bentuknya, ada berupa bidang kosong ataupun ragam hias. Sebagaimana konten prasi lontar itu sendiri yang juga heterogen, baik berupa teks, ilustrasi/gambar, ataupun kombinasi gambar dan teks. Pada prasi lontar Kidung Dampati Lalangon yang kemungkinan karya I Ketut Badung Dick van der Meij, 2017224, tampak bahwa pembatas cerita/adegan berupa 14garis imajiner berupa bidang kosong. Prasi lontar tersebut merupakan salah satu pustaka tentang seksologi, saat ini dikoleksi oleh Leiden University Library KITLV. Pembatas bidang kosong tersebut sangat kental sebagai jeda dalam penceritaan kidung tersebut, dari adegan ke adegan berikutnya. Jeda memberi ruang dan waktu bagi pembaca kidung dalam berhenti sejenak sebelum melanjutkan pembacaannya ke adegan berikutnya. Jeda berupa bidang kosong tersebut dimungkinkan juga karena terbatasnya bidang lebar pada lontar yang berbentuk kecil memanjang 9. Ornamen sebagai pembatas pada prasi lontarSumber diakses tanggal 17/12/2017Gambar 10. Pembatas pada prasi lontar Kidung Dampati Lalangon Sumber Dick van der Meij, 2017224 153. Gunungan sebagai Singgetan dalam Pertunjukan WayangKata gunungan biasanya diasosiasikan dengan kata gunung, sesuatu yang bentuknya lancip di atasnya, atau bentuk wayang dalam pertunjukan wayang kulit. Menurut Stutterheim, gunungan berupa wayang yang berbentuk hampir segitiga ini mungkin melambangkan gunung surgawi, Meru, akar kata gunung Groenendael, 1987183. Istilah Singgetan dikenal di dunia pakeliran, tari, arsitektur Jawa, dan karawitan kendang. Dalam pewayangan, Singgetan adalah wayang gunungan ditancapkan di tengah-tengah jagadan kelir. Setiap pergantian jejer dalam pagelaran wayang harus menggunakan singgetan gunungan. Dalam pagelaran wayang semalam suntuk, jejer terjadi minimal 3 kali, dan bisa sampai 5 atau 6 kali. Sebelum kayon dicabut dari debog, sebagai tanda akan memasuki ke jejer berikutnya, dalang mengucapkan kalimat Adangiyah, yang mengungkapkan menggambarkan dengan kata-kata kondisi alam suatu negara, pertapaan, atau pedesaan yang sedang diceritakan. Singgetan juga berfungsi sebagai tanda berpindah tempat setting. Menurut Stutterheim dalam Groenendael, 1987184, di dalam pergelaran, gunungan atau ke-kayon mempunyai berbagai macam peranan, misalnya sebagai penutup kelir, sebagai rintangan yang harus dibersihkan oleh para prajurit dalam adegan prajurit, sebagai gunung tempat asal para punakawan turun dalam adegan selingan banyolan, dan sebagai tanda keguncangan alam di dalam gara-gara. Salah satu jenis pertunjukan wayang adalah wayang sadat. Jenis wayang tersebut mempunyai gunungan yang berjumlah enam dan tiap-tiap gunungan mempunyai lukisan dan fungsi yang berbeda-beda Lasaufa Kurnia, 200634. Hampir semua gunungan tersebut berfungsi sebagai singgetan pembatas adegan, baik gunungan masjid, gunungan simbol wayang, dan tiga gunungan yang lain. Sedangkan gunungan wayang sadat berfungsi sebagai pembuka dan penutup pagelaran dalam pertunjukan. 16Gambar 11. Tancep kayon di akhir pertunjukan wayang kulitCuplikan layar Lakon Pendawa Boyong, 2010Figur wayang gunungan jika dibandingkan dengan wayang yang lain adalah termasuk jenis wayang yang paling rumit, penuh sunggingan, tatahan patahan serta penuh dengan makna. Menurut Sutarno gagasan budaya jiwa yang tercermin dalam gur wayang gunungan adalah konsep keseimbangan dalam Kurnia, 200634. Oleh karena konsepsi itu, gunungan menjadi singgetan adegan dari adegan dalam pertunjukan wayang. Setiap pergantian antaradegan diberi singgetan dengan gunungan. Dalam sebuah lakon, adegan mulai dari jejer hingga tancep kayon banyak dijumpai singgetan adegan berupa gerakan gunungan. Demikian juga unit terkecil dalam struktur dramatik pada wayang yaitu adegan, baik itu adegan utama, adegan tambahan, maupun adegan perang, pasti diwarnai dengan singgetan berupa gerakan gunungan. 17BAB IIIGUNUNGAN SEBAGAI TRANSISI ANTARADEGAN1. Gunungan dalam Pertunjukan Wayang Wayang purwa sebagai pertunjukkan trandisi yang berkembang di Surakarta dan Yogyakarta memiliki ciri khas masing-masing. Hadirnya gunungan atau kayon untuk memberikan suasana pada pertunjukan wayang berbentuk segitiga dengan gambar pintu gerbang atau sebuah hutan. Manakala memasang wayang di panggung gedebog pisang dengan cara ditancapkan, maka gunungan hadir di tengah-tengah kelir. Bisa jadi berupa gunungan satu, dua atau tiga. Adanya gunungan atau yang dinamakan kayon itu ketika sebelum Kartasura, kebanyakan adalah bentuk kolaman yang menggambarkan bentuk sisi hutan, pepohonan yang mempunyai buah dan bunga, sampai dengan hewan buruan, yaitu buruan darat, air dan burung dinamakan Kayon Kolaman Purwadi, 2007165. Gunungan dalam tradisi pementasan wayang banyak macamnya. Kemunculan gunungan ini memberikan suasana pada setting adegan dari cerita pewayangan, misalnya ketika Pandawa sedang diasingkan di hutan bertemu dengan perompak. Melalui proses kreativitas seni pedalangan maka sejak zaman Kartasura yaitu ketika Kanjeng Susuhunan PB. II membuat wayang gunungan di tengah digambar pintu gapura yang diapit raksasa membawa gada, diberi candra sengakala “Gapura Lima Retuning Bumi”, yaitu 1659. Sampai sekarang banyak wayang purwa dengan kayon gunungan berbentuk gapuran, sedangkan yang bentuk kolaman semakin berkurang Purwadi, 2007165. Semua gunungan wayang kulit purwa menunjukkan adanya hiasan pohon hayat di atasnya gapura atau kolam. Menurut Dharsono Sony Kartika, pohon hayat atau kalpataru dalam gunungan wayang merupakan simbol dari Alam Atas 2016216. . Batang pohon tersebut berdiri tegak lurus di atas 18atap atau kolam dengan cabang berjumlah dua, tiga sampai delapan pasang, dan bila ditambah puncaknya menjadi tiga, lima, sampai sembilan bilangan ganji. Perhitungan tersebut kemungkinan terkait dengan sistem klasikasi simbolik manusia Jawa, seperti dalam tingkatan Catravalli pada stupa candi, yang menggambarkan tujuh atau sembilan tingkatan surge Dharsono, 2016216. Gambar 12. Berbagai macam bentuk gunungan wayang kayonSumber diakses tanggal 10/12/2017Gunungan atau kayon berfungsi sebagai penanda antaradegan atau bergantinya setting tokoh wayang. Penanda antaradegan dalam editing lm atau video disebut sebagai transisi. Penggunaan gunungan untuk menandakan adanya pergantian sebuah cerita atau babak baru seperti sesudah gunungan dipasang di tengah, maka seorang dalang dengan singkat akan menyampaikan ucapan mengenai cerita yang baru saja selesai dimainkan atau mengenai babak cerita yang baru akan dimulai diakses tanggal 17/12/2017. Fungsi gunungan yang lainya yaitu sebagai penanda perpindahan waktu pagi, siang dan sore atau sore, tengah malam dan pagi. Saat ini berkembang macam-macam jenis gunungan dengan kreasi baru. Karena 19terkait dengan kreativitas dalang dalam mementaskan adegan wayang maka seringkali kegunaan kayon bervariasi, misalnya gunungan digunakan sebagai simbol angin, api, air, bumi dan apa saja menggantikan benda-benda lain yang dibutuhkan dalam pementasan lakon wayang oleh dalang Sri Teddy Rusdy, 2015950.. Gunungan dapat berfungsi apa saja untuk menggambarkan sesuatu yang lebih sik harus terwakili, pada suatu saat digunakan untuk menggambarkan angin, api, lautan, angkasa gada, kereta, hutan, gunung dan sebagainya Sri Tedy Rusdy, 201597. Jadi relevansinya gunungan dalam pertunjukan wayang berfungsi sebagai nilai estetis yang selalu diletakkan pada awal cerita pementasan wayang dalam posisi menancap di tengah kelir. Demikian pula saat penutupan atau selesainya pementasan wayang, kayon kembali ditancapkan pada posisi di tengah meskipun gunungan juga digunakan untuk menunjukkan suasana. Dalam pandangan Hindu-Budha, gunung memiliki fungsi penstabil jagad raya, penahan langit dan bumi, menetralkan kekuatan jahat, kekacauan, ketidakstabilan, dan ketidakteraturan Dharsono, 2016216. Gambaram yang bertitik tolak tentang gagasan gunung merupakan sebuah citra jagad raya kosmik dan memberikan gambaran sebuah perjalanan menuju pencerahan Dharsono, 2016217.. Keberadaan gunungan dalam pertunjukan wayang kulit, selaras dengan konsepsi tersebut, yaitu gunungan tidak hanya sebagai pembatas antaradegan namun juga sebagai medium untuk menetralisasi, menstabilkan dunia’ serta mengantarkan pada pencerahan melalui perannya sebagai transisi antaradegan pergelaran wayang. Peran simbolik gunungan tampak ketika hadir di awal pergelaran yang menandakan dimulainya lakon, pergantian adegan, dan di akhir Gunungan dalam Pembabakan Adegan WayangBagaimana arah gunungan ditancapkan dalam 20pertunjukan wayang, menunjukkan pembabakan cerita dalam pagelaran wayang, dimana gambaran inisiasi kehidupan manusia. Pathet nem ditandai dengan gunungan yang ditancapkan condong ke kiri, sedangkan pathet sanga ditandai dengan gunungan yang ditancapkan tegak lurus, dan pathet manyura ditandai dengan penancapan gunungan yang condong ke kanan. Pathet nem melambangkan kehidupan manusia pada masa kanak-kanak dan permulaan hidup. Pathet selanjutnya juga sebagai simbolisasi perjalanan hidup manusia menuju dewasa hingga akhirnya tua. Menurut Bambang Murtiyono dkk., di dalam pekeliran Keraton Surakarta, pathet nem terdiri atas jejer adegan pertama, kedhatonan, paseban jaba, sabrangan, dan perang gagal 200892. Contoh pergerakan gunungan pembatas adegan pada lakon Pecahe Bungkus, atau Bima Bungkus, sebuah pergelaran yang dituliskan dalam buku Dalang Di Balik Wayang,Sesudah Suwarja dan Kumbaranangga meninggalkan medan pertempuran, dalang memindahkan kayon yang tertancap pada gedebog di sisi kanannya, tepat ke tengah-tengah kelir, dan ditancapkan pada gedebog atas dengan gerakan kuat sekali tancap, miring ke arah kanan. Dalang menghentikan Ayak-ayakan, dan selanjutnya dinyanyikannya suluk Pathet Lindur, menandakan bahwa perang gagal telah usai; dan babak kedua pathet sanga, akan dimulai Groenendael, 1987183Pada pathet sanga terdiri atas adegan sanga sepisan pertapaan, alas, atau gara-gara, perang kembang, sintren atau sanga kapindho atau magak, dan adegan perang sampak tanggung Murtiyono dkk, 200892. Adegan tersebut dimaknai seperti manusia menginjak dewasa. Sedangkan adegan pada pathet manyura terdiri atas jejer manyura kapisan, manyura kapindho, manyura katelu, perang brubuh, tayungan, dan tancep kayon Murtiyono dkk, 200892. Adegan terakhir tancep kayon tersebut merupakan penutup pada pagelaran wayang kulit, dimana kayon ditancapkan di tengah-tengah kelir seperti halnya ketika pertunjukan wayang belum dimulai. Adegan 21tancep kayon melambangkan proses sekaratul maut, yaitu manusia meninggalkan alam fana menuju ke alam Makna Transisi Gunungan WayangPertunjukan wayang merupakan seni bayang-bayang sarat dengan makna dan sistem pertandaan di dalamnya. Wujud wayang sendiri memiliki bahasa rupa yang mencirikan petandanya pada gur wayang itu sendiri, sehingga wimba dari tokoh wayang Kurawa dan Pandawa dapat dibedakan hanya dengan mengenali secara siknya saja. Tetapi sistem perwatakan tokoh pada wayang sesungguhnya reeksi dari cerminan kehidupan manusia itu sendiri. Wayang dapat merepresentasikan berbagai macam karakter manusia. Oleh karena itu, sebagai salah satu kearifan lokal Nusantara, wayang pantas menjadi salah satu sumber budaya yang berfungsi membentuk karakter bangsa Rusdy, 2015ix.Pertunjukan wayang dapat juga dikaji dengan pendekatan Semiotika, untuk mengetahui secara mendalam sistem pertandaan dalam cerita dan tokoh wayang secara losos estetis. Apabila diamati sistem pertandaan dalam transisi videogras pertunjukan wayang kulit, maka gunungan memiliki posisi penting dalam perpindahan setting cerita ketika seorang dalang menyajikan pertunjukan wayang. Demikian juga, perpindahan gambar adegan satu ke adegan yang lain, posisi transisi videogra memiliki peran penting ketika adegan itu dirangkai dalam frame dan scene. Pembacaan cerita pertunjukan dapat juga difokuskan pada makna adegan di saat perpindahan setting cerita selanjutnya, dimana transisi antardegan terjadi. Pergerakan transisi wayang tidak lepas dari gerakan sabetan yang memiliki dimensi ruang dan waktu. Gerakan wayang ditentukan pula arah dari pengadeganan pada tokoh dan alur cerita yang dibangun. Seni gerak wayang meliputi antara lain kiprahan, perang gagal, perang kembang, dan lain-lain. Seni gerak tersebut disajikan agar mendapatkan harmoni perihal gerak, rasa maupun irama Darmoko, 200486. Berkaitan dengan pergerakan transisi, misalkan gerakan pembuka pada pertunjukan wayang, dimana gunungan yang 22ditancapkan di tengah dengan perlahan keluar dari kelir digerakkan oleh dalang menuju blencong lampu penerang pertunjukan wayang dan lenyaplah bayang-bayang gunungan dari kelir. Ketika adegan klimak maka kayon dan wayang digerakkan dengan cepat seperti ketika tokoh wayang akan perang. Demikian pula ketika pengadeganan wayang berakhir atau penutup, kayon akan ditancapkan dengan irama mengukuti ritme berakhirnya cerita yang diiringi dengan musik karawitan. Gunungan melambangkan keadaan dunia beserta isinya. Sebelum wayang dimainkan, gunungan ditancapkan di tengah-tengah layar, condong sedikit ke kanan yang berarti bahwa lakon wayang belum dimulai, bagaikan dunia yang belum beriwayat. Setelah dimainkan, gunungan dicabut, dijajarkan di sebelah kanan diakses tanggal 15/12/2017.Belakangnya permainan gunungan dan wayang dalam pementasan wayang kulit purwa adalah kelir. Kelir ibaratnya sebagai frame dalam lm, yang dibingkai bidang bentuk persegi panjang. Kelir yang terbuat dari kain berwarna putih dibingkai dalam frame yang terbuat dari kayu dinamakan Gayor Kelir. Istilah gayor kelir menunjukkan kepada bentuk bidang empat persegi panjang, terbuat dari kayu sedemikian rupa ditata untuk membentangkan kelir Rusdy, 201565. Kelir dan gayor kelir direpresentasikan sebagai tempat dunia perilaku manusia di alam kehidupan. Keberadaan bidang tersebut sebagai tempat bingkai dari segala perilaku tokoh wayang yang ada di dalamnya, yang tidak memiliki kebebasan mutlak. Kuasa memainkan cerita kehidupan wayang adalah dalang, sehingga wayang tidak memiliki ruh untuk dimainkan di depan kelir jika dalang tidak berkenan memainkannya. Kelir atau layar adalah bentangan bentangan kain putih yang dibingkai oleh goyot, sebagai media atau tempat untuk menggerakkan wayang. Kelir diibaratkan sebagai dunia yang tanpa batas membentang di hadapan manusia diwakili oleh tokoh wayang Rusdy, 201566. 23BAB IV PEMBATAS ADEGAN DALAM PERTUNJUKAN WAYANGDari kegiatan pengkajian terhadap lakon Pendawa Boyong dalang Ki Purbo Asmoro dan Bedhahe Lokapala dalang Ki Manteb Sudarsono dapat ditemukan transisi gerakan antaradegan dalam pergelaran wayang kulit tersebut. Adegan satu dan adegan lainnya dipisahkan atau dihubungkan oleh gerakan antara yang disebut transisi dengan menggunakan gunungan. Gerakan antara atau transisi tersebut dimaksudkan untuk memberikan pembatas atau penghubung antaradegan. Antara dalang Ki Purbo Asmoro dan Ki Manteb Sudarsono ditemukan beberapa perbedaan jenis transisi Transisi dalam Pertunjukan Wayang Kulit Lakon Pendawa Boyong Hasil pengamatan atas dokumen rekaman pergelaran lakon Pendawa Boyong oleh dalang Ki Purbo Asmoro dapat ditemukan perbedaan dalam penggayaan teknis gerakan antara / transisi yang meskipun memiliki gaya umumnya wayang Surakarta. Teknis sabetan dalam membawakan gunungan dalam mendekatkan obyek guunungan sebagai transisi nampak keduanya ditemukan sebagai berikut;1. Transisi pada video 1 TC 2025- 2607Gunungan tengah naik ke atas, berputar, turun pelan-pelan dan naik lagi dengan gerakan mentul-mentul naik turun membentuk gelombang, naik ke atas, semakin membesar, turun cepat dan berputar, lalu membesar, agar miring ke kanan, lalu wayang Duryudana muncul dari kanan seolah menyambut wayang. 24Gambar 13. Gerakan gunungan tunggalCuplikan layar Lakon Pendawa Boyong, 2010 2. Transisi pada video 1 TC 2916- 2919Gambar 14. Gerakan gunungan gandaCuplikan layar Lakon Pendawa Boyong, 2010Dua gunungan yang posisi bersilangan, bergerak ke arah berbalikan, ke kanan ke kiri, berputar tiga kali, lalu keduanya berakhir di kanan dan kiri dalang. 253. Transisi pada video 1 TC 3508- 3602Gambar 15. Gerakan gunungan dan bayanganCuplikan layar Lakon Pendawa Boyong, 2010Dialog tiga tokoh wayang diakhiri dengan kepergian dua tokoh wayang yang diiringi dengan bayangan gunungan, dilanjutkan dengan kepergian satu tokoh wayang juga diiringi dengan bayangan gunungan, dan akhirnya gunungan berputar ke atas ke samping kanan kiri, naik, dan akhirnya berputar turun dan berhenti di tengah layar bawah. Kemudian dilanjutkan dengan dalang uluk sebentar…. Lalu gunungan bergerak menjemput wayang yang muncul dari kanan dalang, mengantar wayang bergerak kekanan dan kekiri dan akhirnya gunungan berputar dan berhenti di tengah dipegang Transisi pada video 2 TC 2726- 2748Tokoh wayang duduk di sisi kanan, dari kiri dalang datang “arak2” bergerak menuju layar, lalu melewati / membayangi wayang. Gerakan itu membentuk bayangan dari kiri dan kanan layar, dan akhirnya lenyap di kanan dalang. 26Gambar 16. Gerakan rampoganCuplikan layar Lakon Pendawa Boyong, 20105. Transisi pada video 2 TC 3340- 3411Gambar 17. Gerakan gunungan tunggalCuplikan layar Lakon Pendawa Boyong, 2010Gunungan muncul dari sisi kanan, berputar2 menuju tengah akhirnya turun ke bawah, berhenti sebentar, lalu naik berputar beberapa kali, berhenti di bawah, lalu berputar ke atas lalu ditancapkan pada debog. Lalu naik dan berputar di sisi kanan layar dan akhirnya ditancapkan di 27sisi kanan bersama gunungan yang Transisi pada video 4 rev TC 0848 - 0900Gambar 18. Gerakan gunungan krawanganCuplikan layar Lakon Pendawa Boyong, 2010Wayang duduk berhadapan Duryudono dan Banowati, wayang Banowati berjalan ke kiri lalu kembali ke kanan, sampai di kenan, gunungan datang membayangi dan berputar, lalu gunungan posisi di tengah, wayang menendang gunungan hingga pergi, wayang lalu duduk ke posisi Transisi pada video 4 rev TC 1939 - 1941Ketika Banowati lari dikejar oleh Bambang Aswotomo, gunungan sebelah kanan berputar di kelir kanan, dan Banowati bersembunyi di bayangan gunungan, kemudian menghilang. 28Gambar 19. Gerakan gunungan dan persembuyianCuplikan layar Lakon Pendawa Boyong, 20108. Transisi pada video 5 TC 3056- 3138Gambar 20. Gerakan gunungan dan tendanganCuplikan layar Lakon Pendawa Boyong, 2010Wayang membawa gada di kiri masuk dan di kanan gunungan. Wayang menendang/memukul gunungan di tengah kelir, Gunungan terlempar ke kanan. Wayang 29dan gada bergerak dari kiri ke kanan sambil memukul. Gunungan masuk dari kanan, berputar ke tengah menuju kiri kelir, kembali ke tengah dan hilang. Lalu, wayang Kresna dan gunungan masuk dari kanan, menuju tengah, berhenti, narasi dalang, lalu gunungan pergi ke kiri, tinggal wayang Transisi pada video 6 TC 1736- 1740Gambar 21. Gerakan gunungan dan muksaCuplikan layar Lakon Pendawa Boyong, 2010Setelah Werkudoro memasukkan tubuh Sengkuni di mulut buaya Kurupati, gunungan di kanan kelir bergerak dan berputar menuju kiri kelir dimana Kurupati berada, begitu terkena bayangan gunungan tersebut, Kurupati lenyap muksa.10. Transisi pada video 6 TC 1753- 1758Usai perang, gunungan berputar-putar di tengah naik turun, dan akhirnya ditancapkan di kanan, memasuki adegan Semar Petruk Gareng. 30Gambar 22. Gerakan gunungan tunggalCuplikan layar Lakon Pendawa Boyong, 201011. Transisi pada video 8 TC 0741- 0748Gambar 23. Gerakan gunungan tunggalCuplikan layar Lakon Pendawa Boyong, 2010Usai adegan dialog antara Gendari dan suaminya Destarata, gunungan di sebelah kanan bergerak dan 31berputar ke kiri kelir, kembali ke tengah, naik turun ke bawah sambil berputar, dan akhirnya bergerak kembali kenan atas, berputar-putar dan turun tancap di kanan Transisi pada video 9 TC 1643 - 1645Gambar 24. Gerakan gunungan tunggalCuplikan layar Lakon Pendawa Boyong, 2010Usai Petruk dan Bagong keluar dari kelir, gunungan sebelah kanan berputar lalu bergerak ke kiri kelir dan Transisi pada video 9 TC 1645 - 1647Kresna muncul memasuki kelir secara cepat, disusul dengan gunungan di belakangnya, dan gunungan ditendang pergi oleh Kresna. Lalu Kresna bergerak, dan pergi ke kanan kelir. 32Gambar 25. Gerakan gunungan dan wayangCuplikan layar Lakon Pendawa Boyong, 201014. Transisi pada video 9 TC 2229 - 2253Gambar 26. Gerakan menekuk gununganCuplikan layar Lakon Pendawa Boyong, 2010Gunungan di kanan kelir dicabut dan ditempatkan 33di sisi kanan kelir, ketika mata anak panah Bambang Aswotomo datang melesat, gunungan berputar dan menekuk. Lalu tekukkan lipatan gunungan tersebut dilewati oleh sososk berlarinya Bambang Aswotomo, Prabu Kartomarmo, dan Sengkuni. Gunungan dijadikan media untuk menghilangnya karakter dengan cara membalik menekuk-nya dengan rekayasa’ jarak jauh, menggunakan anak Transisi pada video 9 TC 2256 - 2300Gambar 27. Gerakan gunungan tunggalCuplikan layar Lakon Pendawa Boyong, 2010Gunungan bergerak dan berputar dari kanan ke kiri bawah, lalu naik lagi dan berputar di tengah kelir, dan akhirnya berhenti di bawah. Gerakan gunungan ini sebagai pengisi visual sekaligus pembatas Transisi pada video 9 TC 2555 - 2606Gunungan di kanan bergerak ke kiri sambil berputar, lalu dari kiri Bambang Aswotomo menyelinap di 34bawah gunungan, tenggelam lagi, lalu muncul lagi, tengak-tengok kanan-kiri, lalu meluncur ke kanan kelir dan menghilang. Gunungan sebagai media untuk mengekspresikan gerakan wayang seperti bersembunyi dan 28. Gerakan gunungan dan wayangCuplikan layar Lakon Pendawa Boyong, 201017. Transisi pada video 9 TC 3040 - 3047Gambar 29. Gerakan gunungan zoomingCuplikan layar Lakon Pendawa Boyong, 2010 35Setelah terkena panah, Srikanthi gugur, lalu gunungan di kanan bergerak dan berputar ke tengah kelir, membesar zoom out, dan Srikanthi menghilang di bayangan gunungan. Bayangan gunungan digunakan untuk menghilangkan musnah/ lenyap karakter/ Transisi pada video 9 TC 3142 - 3224Gambar 30. Gerakan gunungan tunggalCuplikan layar Lakon Pendawa Boyong, 2010Sambil menceritakan bagaimana Bambang Aswotomo menghajar Banowati, dalang mencabut gunungan di sisi kanan, berputar dan bergerak ke tengah, berhenti sebentar, lalu bergerak ke kiri dan menghilang, lalu muncul lagi dari kanan, bergerak ke tengah dan menghilang di kiri, gerakan itu berulang 4 kali sambil dalang Transisi pada video 9 TC 3540 - 3542Gunungan di sisi kanan dicabut dan ditancapkan di tengah kelir, ketika Kartowarmo dikejar oleh Werkudara dan Kresna, ia lari tunggang-langgang, termasuk melompati gunungan di tengah kelir. 36Gambar 31. Gerakan gunungan diamCuplikan layar Lakon Pendawa Boyong, 201020. Transisi pada video 9 TC 3556 - 3610Gambar 32. Gerakan gunungan tempat sembunyiCuplikan layar Lakon Pendawa Boyong, 2010Ketika Bambang Aswotomo berlarian dikejar Werkudoro, ia menyelinap dan menghilang di balik gunungan yang ditempatkan di kiri kelir, lalu gunungan ditancapkan 37miring di kiri kelir, dan kemudian tiba Werkudoro dan Kresna memandangi gunungan Transisi pada video 9 TC 4013 - 4031Gambar 33. Gerakan gunungan penutupCuplikan layar Lakon Pendawa Boyong, 2010Wayang berjajar saling berhadapan, gunungan datang dari kanan berputar, di tengah berputar, turun, berhenti sejenak, lalu naik berputar di atas, lalu turun, dan tancep Transisi dalam Pertunjukkan Wayang Kulit Lakon Bedhahe Lokapala Observasi terhadap rekaman pergelaran lakon Bedhahe Lokapala 2016 yang dimainkan oleh Ki Manteb Sudarsono di Pendapa Ageng ISI Surakarta, dapat ditemukan beberapa gerakan transisi sebagai Transisi pada video 1 TC 0303-0351 38Dua gunungan berjajar vertikal di tengah kelir, dalang mencabut keduanya naik ke atas kedua gunungan miring ke tengah / pusat bergerak secara diagonal, akhirnya keduanya vertikal. Akhirnya di tengah tampak sebuah gunungan kecil. Kedua gunungan di atas berputar-putar, kemudian kembali ke tengah kelir menutupi gunungan kecil. Gambar 34. Gerakan tiga gununganCuplikan layar Lakon Bedhahe Lokapala, 2010Ketiganya begerak ke atas, sampai di atas, gunungan kecil lenyap, dan tinggal kedua gunungan. Lalu dari kanan wayang datang dengan membelakangi gunungan disambut kedua gunungan. Wayang di tengah dan kedua gunungan bergerak dari sisi kanan ke kiri kelir, dan akhirnya wayang hilang, tinggal gunungan kembali ke tengah kelir, berputar dan akhirnya lenyap ke kanan dan kiri kelir. Adegan gara-gara pada video ke-1 TC 0303-0351 tersebut sebagai pembuka pergelaran wayang kulit khas Ki Manteb Transisi pada video 1 TC 0357-0429Dari sisi iri kelir, masuk gunungan kecil dan wayang. 39Gunungan membayangi wayang, berjalan menuju tengah lanjut sampai di kanan kelir dan pada akhirnya tampak jelas wayang tersebut. Keduanya berbalik, bunungan berputar-putar, lalu berhenti dan dipegang oleh wayang, Akhirnya gunungan lenyap dan tinggal wayang di kelit tancap di sisi kanan kelir, lalu datang wayang-wayang yang lain - Begawan Wisnungkara dan Patih Banindra - di sisi kiri kelirGambar 35 Gerakan gunungan dan wayangCuplikan layar Lakon Bedhahe Lokapala, 20103. Transisi pada video 1 TC 1410-1413Dari sisi kanan datang gunungan, bergerak ke tengah lalu ke kiri, dan kembali ke kanan atas, berputar-putar dan akhirnya menghilang. Gerakan ini muncul setelah adegan Jejer. 40Gambar 36. Gerakan gunungan tunggalCuplikan layar Lakon Bedhahe Lokapala, 20104. Transisi pada video 1 TC 1758-1805Gambar 37. Gerakan dua gununganCuplikan layar Lakon Bedhahe Lokapala, 2010Dua gunungan datang dari kanan ke kiri dengan cepat ke 41tengah lalu turun, lalu naik ke atas dan berputar, kemudian bertemu di atas dan turun ke bawah dan tancap, berhenti sejenak. Kemudian dicabut naik menyebar ke kanan dan kiri, berputar, membentuk bayangan, dan hilang. Gerakan cukup cepat dan dinamis, hal itu tampaknya relevan dengan akan munculnya wayang di adegan berikutnya yang juga dinamika gerak solah-nya Transisi pada video 1 TC 2056-2105Gambar 38. Gerakan gunungan dan wayangCuplikan layar Lakon Bedhahe Lokapala, 2010Gunungan datang dari kiri dan wayang dari kanan arah hadapnya membelakangi gunungan, lalu ke tengah dan akhirnya gunungan membayangi wayang, dan diperlihatkan wajah wayang di atas gunungan. Secara cepat keduanya berpisah, wayang ke kanan dan gunungan ke kiri berputar-putar, lalu saling berhadapan, keduanya mendekat, dan gunungan dipegang oleh wayang, akhirnya dilempar oleh wayang ke kanan kelir. 426. Transisi pada video 1 TC 4925-4927Gambar 39. Gerakan getaran gununganCuplikan layar Lakon Bedhahe Lokapala, 2010Gunungan bergerak bergetar-mengombak dari kanan kelir menuju tengah kiri bawah, lalu kembali ke kanan kelir, berputar dan turun Transisi pada video 2 TC 2039-2049Gambar 40. Gerakan gunungan krawanganCuplikan layar Lakon Bedhahe Lokapala, 2010 43Dari kiri muncul gunungan krawangan kecil ke atas, dalam waktu bersamaan muncul wayang langsung merapat, wayang di belakang gunungan. Lalu keduanya melesat ke kiri kelir dan gunungan berputar, dan akhirnya keduanya menghilang. Beberapa saat kemudian wayang muncul lagi ke kelir sendirian. Tampaknya gunungan menghantarkan kehadiran wayang di adegan Transisi pada video 2 TC 2125-2140Gambar 41. Gerakan gunungan krawanganCuplikan layar Lakon Bedhahe Lokapala, 2010Wayang Wisnungkara berdiri di tengah kelir, datang gunungan krawangan dan wayang kecil Wisnu membayangi wayang Wisnungkara, sesekali wajah wayang kecil tampak jelas, lalu keduanya menghilang, dan tinggal wayang Wisnungkara. Tampaknya gerakan wayang tersebut menggambarkan tokoh dimasuki/dirasuki oleh jiwa/roh Wisnu. Kehadiran gunungan krawangan menjadi transisi karakter Wisnungkara sebelum dan sesudahnya. 449. Transisi pada video 2 TC 2314-2321Gambar 42. Gerakan gunungan bayanganCuplikan layar Lakon Bedhahe Lokapala, 2010Wayang Wisnungkara mati karena dikalahkan oleh Dasamuka, di ujung kelir kanan, gunungan datang membayanginya, lalu berkelebat berputar dan menghilang bersama Wisnungkara. Kehadiran gunungan sebagai penggambaran musnahnya Wisnungkara, menghilang tanpa jejak muksa. Gunungan representasi dari alam kosmos, tempat dimana semua mahluk hidup akan Transisi pada video 2 TC 3229-3241Ketika Dasamuka mati oleh Prabu Danapati, Ratu dari Lokapala, hadir gunungan krawangan / berlubang sebagai representasi atas cahaya terang dari langit membayangi Prabu Danapati dan membawanya terbang ke atas / angkasa membentuk bayangan besar dan akhirnya lenyap, menghilang tanpa jejak muksa 45Gambar 43. Gerakan gunungan krawanganCuplikan layar Lakon Bedhahe Lokapala, 2010 57BAB VIIMPLEMENTASI TRANSISI PADA FILM ANIMASI1. Spirit Pertunjukan Wayang dalam Film Animasi Die Abenteuer des Prinzen Achmed 1926 adalah fi lm animasi tertua yang masih ada. Sebuah fi lm dongeng animasi karya Lotte Reiniger Jerman yang produksinya melibatkan juga animator avant garde terkenal lain seperti Walter Ruttmann, Berthold Bartosch, dan Carl Koch. Film “Petualangan Pangeran Achmed” ini dilengkapi dengan teknik animasi siluet yang diciptakan Reiniger yang melibatkan guntingan manipulasi yang terbuat dari karton dan lembaran tipis timah di bawah kamera. Teknik yang digunakan mirip dengan wayang kulit wayang.. Cerita ini didasarkan pada unsur-unsur yang diambil dari Seribu Satu Malam, khususnya “Kisah Pangeran Ahmed dan Peri Paribanou” 2017. Film animasi kategori Fantasi / Indie tersebut, diciptakan sebelas tahun sebelum fi lm Walt Disney pertama yang berjudul Snow White and the Seven Dwarfs artikelnya yang berjudul “Animal Magic Shape-Shifting Bodies in Lotte Reiniger’s Die Abenteuer des Prinzen Achmed”, Rachel Palfreyman mengatakan bahwa animasi Reiniger tersebut berasal dari tradisi teater bayangan yang populer di China, Indonesia, dan Turki, menyebar ke Eropa khususnya Prancis dan Italia dalam bentuk modifi kasi di abad kedelapan belas. Figur-fi gur yang digunakan dalam pertunjukan teater bayangan, terutama wayang tradisi China dan Indonesia, sangat dihiasi dengan susunan teliti dan ornamentik yang membuatnya diangkat ke status karya seni. Reiniger berkomentar bahwa sejumlah boneka 58wayang kulit dipamerkan di museum-museum besar di seantero dunia dalam Palfreyman, 20133. Meskipun teknik teatrikal ini dapat dianggap sebagai seni rakyat, kecanggihan permainan dan pertunjukan serta keterampilan para dalang dalam memainkan boneka siluetnya meninggalkan kesan yang sangat mendalam pada Reiniger sehingga bioskopnya berkembang dari pertunangan yang tulus dan berkelanjutan dengan sejarah global dari bioskop bayangan. Reiniger berkomentar tentang karakter religius pertunjukan, terutama dalam tradisi pertunjukan wayang kulit di Indonesia, yang didasarkan pada pembacaan Ramayana atau Mahabharata oleh dalang yang sangat dihormati dalam Palfreyman, 20133. Oleh karena itu, Reiniger sangat menyadari pentingnya mistik teater bayangan saat ia mengembangkannya menjadi bioskop animasinya yang khas berdasarkan siluet dan cahaya Palfreyman, 20133.Gambar 58. Capture fi lm animasi Die Abenteuer des Prinzen AchmedSumber diakses 21/11/2018Dalam fi lm animasi ini tampak bagaimana gerakan 59wayang masih sangat kentara, baik pada pergerakan tangan, kaki dan seluruh tubuh karakter Pangeran Achmed, demikian juga karakter-karakter yang lain dalam fi lm itu, bahkan kuda maupun gajah tunggangan raja. Selain gerakan-gerakan tersebut, konsep bayangan dalam wayang, dimana terangnya layar hanya remang-remang antara siang dan malam, tidak melukiskan realitas lingkungan nyata secara naturalis. Selain itu, pencahayaan terkadang meredup, terang, atau memudar meuju gelap, seperti cahaya blencong yang tertiup angin dalam pertunjukan wayang kulit. Gambar 59. Proses fi lm Die Abenteuer des Prinzen Achmed dibuatSumber diakses 21/11/2018Tampaknya konsep gambar bayangan bergerak dalam wayang kulit, dengan sungguh-sungguh diterapkan dalam fi lm animasi tersebut. Mulai dari opening hingga closing, sepenuhnya karakter digambarkan siluet seperti dalam wayang kulit. Bagian gambar yang ornamentik divisualisasikan dengan teknik krawangan, juga seperti tatahan dalam wayang kulit. Selain itu, konsep metamorfosis karakter melalui perubahan bentuk dari karakter A berganti menjadi karakter B juga dijumpai dalam fi lm animasi ini. 60Konsep visualisasi bentuk dan gerakan dalam wayang kulit, benar-benar diimplementasikan dalam fi lmnya Reiniger Transisi Gunungan dalam Film Animasi Transisi gelaran pembuka dan penutup dalam pertunjukan wayang kulit yang dibahas di bab sebelumnya sudah pernah digunakan dalam fi lm animasi “Timun Mas” 2010 karya Ranang AS yang berkolaborasi dengan Taufi k Murtono, Mujiyono, dan Eko. Film animasi tersebut dikembangkan dengan bereferensikan pada seni tradisi baik wayang kulit, wayang beber, dan relief candi. Wayang kulit dijadikan referensi untuk pergerakan karakter animasi dan transisi adegan. Sedangkan wayang beber yang diserap adalah aspek ornamentiknya, dan relief candi diacu bentuk-bentuk pepohonan fl ora-nya. Film animasi tersebut merupakan hasil penelitian berjudul Penciptaan Animasi Kartun 2D Digital Berbasis Seni Pertunjukan 60. Transisi gelaran pembuka dalam fi lm animasiCuplikan layar Timun Mas, 2010, TC 0137 - 0147Di dalam kesimpulan penelitian tersebut dikatakan bahwa fi losofi dan makna gerakan dalam pergelaran wayang kulit yang diaplikasikan pada fi lm animasi kartun dapat menjadikan sebuah animasi yang memiliki karakteristik khusus dan berbeda dari prinsip animasi Barat Ranang, 201240. Gerakan dan transisi antaradegan pada wayang 61dapat menjadi referensi bagi pengembangan animasi yang khas dan berkarakter, karena keduanya memiliki kesamaan esensi sebagai gambar bergerak moving pictures, baik animasi maupun wayang kulit. Pada fi lm animasi tersebut, dikreasi dengan setting di pinggiran hutan di kawasan kerajaan Jenggala, Jawa Timur. Pada pembuka adegan digambarkan setting lokasi selain secara visual berupa pendapa kerajaan dengan latar belakang gunung, juga melalui narasi voice over. Penggambaran setting lokasi atas dasar script di bawah ini. Script tersebut disusun dengan mempertimbangkan bentuk dan fungsi gunungan dalam wayang sebagai referensi untuk digunakan sebagai pembuka cerita yang akan digelar dalam fi lm animasi ini. Maka, visual video dan voice over dalam script tersebut disetarakan dengan peran gunungan ketika pertunjukan wayang akan 61. Skrip fi lm animasi Timun MasSumber Koleksi penulisPada bagian closing fi lm animasi, representasi gunungan dan transisi penutup cerita diwajudkan dengan paduan setting pendopo dan gunung, sebagaimana dalam gunungan wayang kulit yang menjadi penciri adalah adanya pendopo dan bentuk gunung. Visualisasi transisi dalam fi lm animasi 62tersebut didasarkan pada bentuk dan fungsi gunungan dalam pertunjukan wayang sebagai transisi antaradegan, meskipun bentuk gunungan tidak divisualkan secara mentah-mentah dalam fi lm tersebut. Seniman animator telah melakukan kreasi artistik atas gunungan dan geraknya dalam wayang kulit menuju bentuk transisi baru berbasis audio visual dalam fi lm 62. Transisi penutup dalam fi lm animasiCuplikan layar Timun Mas, 2010, TC 1731 - 1737Seni tradisi baik itu wayang, relief, maupun lontar merupakan belantara yang dapat dijadikan sumber inspirasi dalam menciptakan transisi antaradegan baik untuk animasi maupun fi lm. Upaya itu akan dapat menghasilkan suatu transisi antaradegan yang khas, dan tidak asal tempel dari aplikasi editing video yang semuanya merupakan produk dari Barat. Hal ini merupakan ruang bagi para pengembang aplikasi untuk merancang plug-in transisi untuk software editing video, sehingga pengguna memiliki alternatif transisi yang khas Indonesia. 63BAB VIIPENUTUPWayang sebagai seni pertunjukan atau pergelaran dimana rangkaian adegan wayang yang menyajikan sebuah cerita, memiliki transisi antaradegan. Transisi tersebut berfungsi sebagai pembatas, penghantar/penghubung, dan penyelaras antara adegan satu dengan adegan berikutnya sehingga membentuk cerita yang dapat dinikmati penonton. Transisi memberi medium bagi penonton untuk dapat menghayati cerita, merangkai pemahaman cerita, dan menikmati ruang imajiner dalam pementasan wayang kulit cukup beragam bentuknya. Antara dalang satu dengan dalang lainnya memiliki beragam gaya dalam menyajikan transisi antaradegan dalam pergelarannya, bahkan opening adegan pembuka pementasan pun berbeda. Transisi antaradegan berupa ruang/kelir kosong, gerakan gunungan, gerakan gunungan dan tokoh wayang, atau gerakan tokoh wayang. Transisi dalam pergelaran wayang kulit pada dasarnya hampir sama dalam hiburan modern khususnya fi lm. Dari itu tampak bahwa transisi antaradegan dalam pertunjukan wayang kulit memiliki potensi untuk bisa dikembangkan lebih lanjut pada transisi dalam fi lm sehingga kelak akan dihasilkan fi lm yang khas Indonesia. Bagaimanapun kedua sama-sama menyajikan cerita dan di dalamnya terdapat kulit dapat digali lebih jauh potensinya dalam rangka pengembangan motion picture khususnya perfi lman tanah air yang khas Indonesia. Banyak aspek yang khas dari pertunjukan wayang kulit, diantaranya adalah dramaturgi penceritaan, dominannya narasi dalam penggambaran cerita, dan penyajian visual yang ilusif serta imajinatif. 64Karakteristik tersebut dapat dipergunakan untuk menguatkan kekhasan fi lm Indonesia di masa mendatang, termasuk fi lm animasi. Film Die Abenteuer des Prinzen Achmed menunjukkan bahwa wayang telah menjadi sumber inspirasi Barat dalam menciptakan fi lm animasi, bahkan hal itu jauh sebelum fi lm-fi lm animasi Walt Disney berkembang. Demikian juga, transisi dalam wayang dan relief dapat juga dikembangkan menjadi transisi antaradegan dalam fi lm gerakan dalam pertunjukan wayang kulit sebagai bagian dari penyajian cerita memiliki beragam gaya antara dalang satu dan lainnya. Masing-masing transisi memiliki fungsi dan makna. Akan menjadi pengetahuan yang berharga apabila dilakukan penelitian khusus mengenai makna simbolis dari tiap jenis transisi dalam gerakan wayang kulit. 65DAFTAR PUSTAKABuku dan JurnalBambang Murtiyono dkk, 2008. Empat Menguak Tradisi. Jakarta Masyarakat Seni Pertunjukan Suwarno. 2016. Situasi Pakleiran Wayang Kulit Purwa Sekarang. Jurnal Lakon Vol 3, No 1, Jurusan Pedalangan ISI Surakarta. Cubit, Sean, TimeShift on Video Culture. USA dan Canada, Penerbit Sony Kartika. 2016. Kreasi Artistik Perjumpaan Tradisi Modern dalam Paradigma Kekaryaan Seni. Karanganyar LPKBN Citra Chritoper. 1998. Steps in Action Research. ective%20Practicum% Carole and Malins, Julian. 2004. Visualizing Research A Guide to the Research Process in Art and Design. Hants and Burlington Victoria M. Clara van, 1987. Dalang di Balik Wayang, Jakarta Pustaka Utama Grafi Perkembangan Makna Simbolik Motif Hias Medalion pada Bangunan-Bangunan Sakral di Jawa pada Abad IX 66– XVI. les/B-Perkembangan%20makna%20simbolik%20motif%20medalion-Jurnal% Kurnia. 2006. Makna Filosofi s Gunungan dalam Wayang Sadat, Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, Jean and Wihitehead, Jack. 2002. Action Research Principles and Practice. Seond Edition. Routledge London and New Dick van der. 2017. Indonesian Manuscripts from the Islands of Java, Madura, Bali and Lombok. London Medoff, Tom Tanguary. 1998. Portable Vidioe ENG and EFP, Third Edition, British Tabrani. 2005. Bahasa Rupa. Bandung Tabrani. 1998. Pencarian Identitas Aspek Komunikatif Bahasa Rupa Komik Indonesia, dalam E-Book “Pekan Komik & Animasi Nasional 98”, disunting oleh Edi Sedyawati, Rahayu S. Hidayat, Dwi Koendoro Br., Wagiono .Ranang AS dan Handriyotopo. 2016. Transitions of Videography in Shadow Puppetry. Arts and Design Studies Journal 2016. AS dan Handriyotopo. 2016. Transisi Videografi s dalam Wayang Kulit. Prosiding Seminar dan Pameran Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian Masyarakat 67bertajuk “Seni, Teknologi, dan Masyarakat” di ISI Surakarta, tangga; 24 Nopember 2003. Pakeliran Padat. Surakarta Citra Etnika RM. 1985. Fungsi Gambar Pohon pada Relief-Relief Candi. Estetika dalam Arkeologi Indonesia, Kumpulan makalah Diskusi Ilmiah Arkeologi II, Jakarta Ikatan Ahli Arkelologi Indonesia. Theresia Widiastuti, 2012. Supana, dan Djoko Panuwun. Keragaman Hayati dalam Relief Candi sebagai Bentuk Konservasi Lingkungan Studi Kasus di Candi Penataran Kabupaten Blitar. Rita Istari. 2015. Ragam Hias Candi-Candi di Jawa Motif dan Maknanya. Yogyakarta Penerbit Kepel Rachel. 2013. Animal Magic Shape-Shifting Bodies in Lotte Reiniger’s Die Abenteuer des Prinzen Achmed. University of Nottingham. This essay forms part of a monograph project on The Cinema of Lotte Reiniger Paper Cuts and Shadow Silhouettes. 68 Ranang AS., Taufi k Murtono, Mujiyono, dan Eko. 2010. Timun Mas fi lm animasi. 69GLOSARIUMAnimator Orang yang memiliki keterampilan menggerakkan rangkaian gambar menjadi fi lm animasiAdangiyah Ungkapkan dalang tentang kondisi alam suatu negara, pertapaan, atau pedesaan yang sedang diceritakan dalam pertunjukan wayang kulitBanyolan Adegan yang penuh gelak tawa yang dibawakan oleh karakter lucuAvant garde Garda depan, perintis, atau sesuatu yang pertama Mencabut tokoh wayang dari gedhokBedholan jejer Setelah adegan jejer pertama selesai, raja beserta punggawa dicabut dari gedebokBedholan kayonDi dalam pakeliran bentuk semalam berarti pencabutan kayon pertama kali yang terletak pada tengah-tengah kelir kemudian dipindah ditancapkan di ujung simpingan kanan. Di dalam pakeliran padat bedhol kayon tidak selalu dilakukan seperti itu, adakalanya digarap sedmikian rupa untuk memberi gambaran awal kepada penonton antara lain mengenai konfl ik batin tokoh utama dalam lakon atau latar belakang terjadinya permasalahan-permasalahan dalam lakon 70Bedholan kedhatonanSetelah adegan kedhatonan selesai, tokoh wayang dicabut dari gedebokBlecong Lampu penerangan pertunjukan wayang kulit yang diarahkan ke kelirBoyong Pindah dari satu tempat ke tempat yang lainBudhalan Suatu adegan dalam pertunjukkan wayang yang menggambarkan keberangkatan para prajurit ke medan laga atau pergi ke negara lainClosing Bagian akhir dari sebuah fi lm atau pertunjukanDalang Seniman yang memainkan wayang kulitDebog Pohon pisang yang ditempatkan di bawah kelir dan dijadikan tempat menancapkan wayang dalam pertunjukan wayang kulitEditing Penyuntingan video dan audioEditor Penyunting videoEnding Sesuatu yang mengakhiri ceritaFade out Transisi video dari terang menuju gelap 71Fade-in Transisi video dari gelap menuju terangFilmmaker Istilah lainnya adalah sineas, orang yang profesinya menciptakan/memproduksi fi lm, sutradara lazim mendapatkan predikat lenght Ruang tajam dalam pemotretan/perekaman objek yang ditunjukkan dengan parameternya di tubuh lensa Bingkai gambar dalam fi lm dan animasiGada Pemukul berbentuk benda yang ukurannya besar - panjang dan semakin membesar di bagian ujungnya, Gara-gara Babak dalam pertunjukan wayang kulit yang menceritakan keadaan dunia sedang dilanda berbagai bencana yang dampaknya hingga ke kahyanganGelaran Adegan pembukaan, atau awal sebuah pertunjukan/tayanganGunungan Wayang berbentuk gambar gunung beserta isinya. Di bawahnya terdapat gambar pintu gerbang yang dijaga oleh dua raksasa yang memegang pedang dan perisai. 72Jejer Sesi awal pertunjukan wayang kulit berupa adegan pertemuan raja di suatu makara Ornamen berupa bentuk kepala raksasa yang menghiasi atas pintu gapura Istilah lain dari kalpataru atau wishing tree, yang artinya pohon kehidupan sebagai gambaran pohon kahyangan, yang penuh dengan bunga-bunga baik yang mekar maupun yang masih kuncup, dan pada beberapa bunga yang mekar itu di tengah-tengah mahkota yang terbuka menjuntai mutiara dan manik-manikKelir Layar putih yang digunakan untuk pertunjukan wayang kulitKayon Nama lain dari gununganKocokan Gerakan yang dinamis seakan dikocok-kocokLakon Cerita dalam seni pertunjukan tradisiLimbukan Adegan dalam pertunjukan wayang yang dibawakan oleh karakter lucu geculMeander Motif ragam hias yang memiliki bentuk dasar “T” dan menghiasi dinding candi 73Medallion Motif seni hias yang berbentuk bulat dan elip sebagai bagian dari relief candiMuksa Lenyap meninggal tanpa meninggalkan bekasOpening Bagian awal dari sebuah fi lm atau pertunjukanPadmamula Ornamen bunga teratai atau akar teratai yang terdapat candi atau gunungan, mempunyai arti wadah tempat kehidupan dari Sang Hyang Wisnu, yakni tempat pertumbuhan hidup, sumber daya kekuatan & keberanianPanil Bidang hias pada dinding candi, biasanya berisi relief adegan atau Perangkat lunak tambahan untuk mendukung perangkat lunak utama dengan fi tur-fi tur pilihanRampogan Rombongan prajurit yang digambarkan dalam sebuah wayangScript Naskah fi lmSetting Lokasi / tempat adegan yang digambarkan dalam pertunjukan atau fi lm 74Singgetan Pembatas antaradeganSliding Transisi geserSoftware Perangkat lunak komputerSolah Sikap atau perilaku seseorangSulak Alat pembersih meja berupa bulu ayam atau serabut tali raffi a / benangTancep kayon Gunungan ditancapkan di tengah kelir di akhir pertunjukan yang menunjukkan bahwa pertunjukan sudah over Narasi suara dalam fi lm yang diisi oleh dubber pengisi suara 75BIOGRAFI PENULISRanang Agung Sugihartono merupakan alumni S-1 Seni Rupa IKIP Negeri Malang 1994 dan S-2 Seni Rupa & Desain ITB Bandung 1999. Sejak tahun 2004 mengabdi sebagai dosen pada Program Studi Televisi dan Film FSRD Institut Seni Indonesia ISI Surakarta. Selain itu pernah mengajar tidak tetap di ISBI Sulawesi Selatan, STIKOM Surabaya, Airlangga Broadcast Education ABE Surabaya, Politeknik Negeri Malang POLINEMA Broadcasting, dan Universitas Dian Nuswantoro UDINUS Semarang, Aktivitas lain yang ditekuninya adalah aktif riset, dan menulis artikel di berbagai jurnal ilmiah nasional dan internasional serta buku. Buku yang sudah diterbitkan berjudul Teknik Foto Virtual Reality 360° Panduan Praktis dengan PanoWorx Graha Ilmu, 2007, dan Animasi Kartun Dari Analog Sampai Digital Penerbit Indeks, 2010. Handriyotopo, Alumni sarjana S-1 Desain Grafi s UNS Surakarta tahun 1996 dengan tugas akhir desain penciptaan strategi periklanan. Lulus S-2 di ISI Yogyakarta pada tahun 2007. Pernah berkarier di perusahaan pers di Jawa Pos Group dan pernah pula bekerja di advertising agency di Jakarta dari tahun 1998 2001. Aktif menjadi dosen tetap di prodi S-1 Desain Komunikasi Visual Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Surakarta mengajar Sejarah Seni Rupa, Sosiologi Desain, Komputer Grafi s, Visual Merchandising, Managemen Riset Periklanan, dan Portofolio, serta banyak melakukan penelitian dan penulisan pada jurnal ilmiah seperti kajian semiotika, typografi , televisi, dan fi lm atau seni media rekam dan bidang animasi multimedia. Selain mengajar aktif melakukan pengabdian masyarakat seperti juri, seminar, dan workshop seni budaya. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this puppetry wayang kulit is one of the Indonesian cultural treasures of which typical characteristics are different from other nations. As a performing art which is enjoyed as if a movie theater in western culture, it is actually a form of Indonesian theatre that has existed since the past hundred years, earlier than years of western movie development. The present research aims at finding out the transition forms of shadow puppetry which can serve as basis of typical Indonesian motion pictures. It indicates that shadow puppetry displays a series of scenes presenting a story and inter-scene transitions. These transitions function as constraints, connectors, and synchronizers between one scene and the others to form a story that can be enjoyed by spectators. Transitions in shadow puppetry are various in forms. A puppeteer dalang has different style from the others in performing the inter-scene transitions of the puppetry, even when presenting an opening of his performance. The inter-scene transitions include transition by overshadowing figures, by using gunungan dances, by inserting gunungan, by sneaking to gunungan,by using gada kick, and by using gunungan Research guides postgraduate students in art and design through the development and implementation of a research project, using the metaphor of a 'journey of exploration'. For use with a formal programme of study, from masters to doctoral level, the book derives from the creative relationship between research, practice and teaching in art and design. It extends generic research processes into practice-based approaches more relevant to artists and designers, introducing wherever possible visual, interactive and collaborative methods. The Introduction and Chapter 1 'Planning the Journey' define the concept and value of 'practice-based' formal research, tracking the debate around its development and explaining key concepts and terminology. ’Mapping the Terrain’ then describes methods of contextualizing research in art and design the contextual review, using reference material; ’Locating Your Position’ and ’Crossing the Terrain’ guide the reader through the stages of identifying an appropriate research question and methodological approach, writing the proposal and managing research information. Methods of evaluation and analysis are explored, and of strategies for reporting and communicating research findings are suggested. Appendices and a glossary are also included. Visualizing Research draws on the experience of researchers in different contexts and includes case studies of real projects. Although written primarily for postgraduate students, research supervisors, managers and academic staff in art and design and related areas, such as architecture and media studies, will find this a valuable research reference. An accompanying website includes multimedia and other resources that complement the Murtiyono DkkBambang Murtiyono dkk, 2008. Empat Menguak Tradisi. Jakarta Masyarakat Seni Pertunjukan Pakleiran Wayang Kulit Purwa SekarangBambang SuwarnoBambang Suwarno. 2016. Situasi Pakleiran Wayang Kulit Purwa Sekarang. Jurnal Lakon Vol 3, No 1, Jurusan Pedalangan ISI Artistik Perjumpaan Tradisi Modern dalam Paradigma Kekaryaan Seni. Karanganyar LPKBN Citra SainDharsono Sony KartikaDharsono Sony Kartika. 2016. Kreasi Artistik Perjumpaan Tradisi Modern dalam Paradigma Kekaryaan Seni. Karanganyar LPKBN Citra di Balik Wayang, Jakarta Pustaka Utama Grafi tiVictoria M GroenendaelClara VanGroenendael, Victoria M. Clara van, 1987. Dalang di Balik Wayang, Jakarta Pustaka Utama Grafi Filosofi s Gunungan dalam Wayang SadatLasaufa KurniaLasaufa Kurnia. 2006. Makna Filosofi s Gunungan dalam Wayang Sadat, Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, Vidioe ENG and EFP, Third EditionNormanjTom MedoffTanguaryNormanJ. Medoff, Tom Tanguary. 1998. Portable Vidioe ENG and EFP, Third Edition, British Identitas Aspek Komunikatif Bahasa Rupa Komik Indonesia, dalam E-BookPrimadi TabraniPrimadi Tabrani. 1998. Pencarian Identitas Aspek Komunikatif Bahasa Rupa Komik Indonesia, dalam E-Book "Pekan Komik & Animasi Nasional 98", disunting oleh Edi Sedyawati, Rahayu S. Hidayat, Dwi Koendoro Br., Wagiono.

Penjelmaandari Dewa Indra atau sering disebut Dewo Indra. memiliki kemahriran ilmu memanah dan sudah di anggap oleh Drona. selain nama Permadi, Arjuna juga memiliki nama panggilan yang lainnya yaitu Dhannjaya, Kirti, Partha. Arjuna memiliki sifat atau watak yang pendiam, sopan santu, lemah lembut, teliti, berani, cerdik dan mampu melindung

Indonesia itu dikenal sebagai negara yang mempunyai warisan budaya yang beraneka ragam, salah satunya adalah wayang. Kalau kamu belum tau, kata Wayang itu berasal dari bahasa Indonesia yaitu bayang yang kemudian diadaptasi pengucapannya ke dalam bahasa Jawa, jadinya lebih sering disebut Wayang. Kalau dalam bahasa Inggris sering nyebutnya shadow puppet theatre. Sebenarnya pertunjukan boneka puppet tidak hanya ada di Indonesia, negara lain pun memiliki pertunjukan boneka yang disesuaikan dengan kebudayaan setempat. Tapi pertunjukan bayangan boneka atau wayang di Indonesia punya gaya tutur dan keunikan sendiri dan merupakan mahakarya asli dari Indonesia. Karena itulah pada 07 November 2003, UNESCO memasukkan wayang ke dalam daftar Representatif Budaya Tak Benda Warisan Manusia dari Indonesia. Nah di Indonesia sendiri, wayang memiliki banyak varian. Emang apa aja sih? Langsung aja gan 1. Wayang Kulit Spoiler for " Wayang Kulit" Wayang yang paling sering dijumpai di Indonesia adalah wayang kulit. Kebanyakan sih di daerah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Bali. Sesuai dengan namanya, wayang kulit terbuat dari kulit binatang kerbau, lembu, atau kambing. Pertunjukan wayang kulit biasanya digelar pada saat hari-hari besar, atau jika ada acara selamatan untuk memperingati suatu hal. Dalam suatu pertunjukan wayang kulit biasanya meliputi unsur-unsur antara lain Lakon Wayang = Penyajian alur cerita dan penokohan karakter wayang beserta makna dari cerita tersebut. Sabet = Keterampilan dalang dalam memainkan seluruh gerak dari wayang. Catur = Yaitu narasi dan percakapan / dialog tokoh-tokoh wayang. Seorang dalang dituntut untuk bisa mengubah karakter suara, berganti intonasi, mengeluarkan guyonan bahkan bernyanyi untuk menghidupkan alur cerita perwayangan tersebut. Karawitan = Meliputi gendhing, sulukan dan berbagai properti panggung. Untuk lebih meramaikan suasana saat pementasan, biasanya dalang akan dibantu oleh musisi yang memainkan gamelan dan para sinden yang menyanyikan tembang-tembang Jawa. Menurut sejarahnya, ketika agama Hindu masuk ke Indonesia dan menyesuaikan dengan kebudayaan yang sudah ada, pertunjukan wayang kulit menjadi media yang efektif untuk menyebarkan agama Hindu dengan menceritakan kisah Ramayana dan Mahabarata. Demikian juga saat masuknya agama Islam di Indonesia. Ketika pertunjukan yang menampilkan "Tuhan" atau "Dewa" dalam wujud manusia dilarang, maka munculah boneka wayang yang terbuat dari kulit binatang dimana saat pertunjukan yang ditonton hanya bayangannya saja. Kemudian berkembang kembali menjadi wayang Sadat yang digunakan untuk memperkenalkan nilai-nilai agama Islam. Sejarah berlanjut ketika seorang misionaris Katolik pada tahun 1960 menyebarkan agama Katolik di Indonesia mengembangkan wayang Wahyu dimana cerita-ceritanya mengambil sumber dari Alkitab. 2. Wayang Golek Spoiler for " Wayang Golek" Kalau wayang kulit lebih terkenal di wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali, maka wayang golek ini lebih populer di wilayah Jawa Barat atau bahasa kerennya Tanah Pasundan. Kata golek itu bisa bermakna mencari, atau bisa juga berarti boneka kayu. Salah satu fungsi wayang golek itu adalah untuk ngaruat ruwat, yaitu membersihkan dari hal-hal yang bersifat mencelakakan atau marabahaya. Biasanya pertunjukan wayang golek akan diiringi oleh gamelan Sunda salendro, yang terdiri atas dua buah saron, sebuah peking, sebuah selentem, satu perangkat boning, satu perangkat boning rincik, satu perangkat kenong, sepasang gong kempul dan goong, ditambah dengan seperangkat kendang sebuah kendang Indung dan tiga buah kulanter, gambang dan rebab. Kesenian wayang golek mulai berkembang di Jawa Barat diperkirakan pada abad ke-17 pada masa ekspansi Kesultanan Mataram. Padahal di masa tersebut masih ada beberapa pengaruh budaya warisan Hindu sebagai bekas wilayah Kerajaan Sunda Pajajaran. Wayang golek mulai mendapatkan bentuk seperti yang sekarang kita kenal sekitar abad ke-19, dengan pakem dan jalan cerita yang mirip dengan versi wayang kulit Jawa. Tetapi wayang golek punya ciri khas tersendiri, salah satunya perbedaan dalam penamaan tokoh-tokoh punakawan dalam versi Sundanya. 3. Wayang Potehi Spoiler for " Wayang Potehi" Potehi berasal dari kata pou yang berarti kain, te yang artinya kantong, dan hi yaitu wayang. Sehingga wayang potehi kalau diartikan adalah boneka wayang yang terbuat dari kain. Sang dalang akan memasukkan tangannya kedalam kain tersebut dan memainkannya seperti wayang-wayang yang lain. Dulunya wayang potehi hanya memainkan cerita-cerita klasik dari legenda dinasti-dinasti yang ada di Tiongkok. Tetapi saat ini wayang potehi sudah mengambil cerita di luar kisah klasik seperti novel "Pilgrimage to the West" karya Se Yu dengan tokoh legendarisnya Kera Sakti. Wayang potehi masuk ke Indonesia melalui orang-orang Tionghoa yang merantau ke nusantara sekitar abad ke-16 sampai 19. Dari catatan seorang Inggris bernama Edmund Scott, dia melihat penyelenggaraan wayang potehi dua kali waktu dia pergi ke Banten yaitu antara 1602 dan 1625. Sandiwara pertunjukan wayang potehi yang dia tonton mulai pada tengah hari dan baru berakhir pada keesokan paginya. Pada tahun 1970-an sampai tahun 1990-an bisa disebut sebagai masa suram bagi wayang potehi. Sangat sulit menemukan pementasan wayang potehi disaat itu karena sulitnya mendapatkan perizinan. Namun setelah reformasi berjalan, wayang potehi bisa dipentaskan kembali tanpa harus sembunyi-sembunyi dan sekarang berkembang bersama kesenian tradisional Indonesia lainnya. 4. Wayang Orang Spoiler for " Wayang Orang" Sesuai dengan namanya, wayang orang tidak lagi dipertontonkan dengan memainkan boneka-boneka wayang, akan tetapi menampilkan manusia sebagai pengganti boneka-boneka wayang tersebut. Agar rupa mereka sama seperti pada versi wayang kulit, wayang orang juga memakai pakaian dan hiasan-hiasan yang identik dengan tokoh yang diperankannya seperti yang dipertontonkan dalam wayang kulit. Gak jarang juga wajah pemain wayang orang dihias dengan tata rias atau lukisan yang mencerminkan watak dari tokoh yang diperankannya. Warna merah misalnya, menggambarkan karakter yang keras, kurang sabar dan penuh keangkaramurkaan. Warna hitam menggambarkan karakter penuh kebijaksanaan dan bertanggung jawab. Warna putih menggambarkan karakter yang bersih dan suci. Sedangkan warna emas prada, menggambarkan karakter yang tenang serta mawas diri. Wayang orang diciptakan oleh Sultan Hamangkurat I pada tahun 1731. Awalnya, wayang orang dilakukan hanya sebagai hiburan bangsawan di empat istana Yogyakarta dan Surakarta. Dalam perjalanan waktu, wayang orang menyebar menjadi populer dan menjadi salah satu bentuk hiburan kepada rakyat. Kesenian wayang orang ini kemudian mengalami perubahan dan beberapa penyesuaian diantaranya yang kita kenal sebagai ketoprak dan ludruk. 5. Wayang Band Spoiler for " Wayang Band" Wayang Band masuk ke Indonesia pada tahun 1995. Maksudnya wayang band disini adalah sebuah grup band yang namanya Wayang, bukan wayang yang bisa ngeband. Nama Wayang sendiri diambil dari inisial masing-masing personelnya, yaitu Wahyu Adrianto, Ahmad Fauzi, Ramdan Wahyudi, dan Gilang Ariestya. Wayang band meraih puncah popularitas pada akhir dekade 90-an dengan lagunya Damai dan Dongeng. Bahkan dalam lagu Dongeng, alm. Ibu Kasur turut mengisi bagian suara Nenek yang bercerita tentang kisah si kancil. Yang paling dikenang dari Wayang band saat itu adalah drummernya Gilang, yang saat itu masih berusia sangat belia. Sehingga kemanapun Wayang Band tampil, akan terdengar teriakan histeris dari mbak-mbak ABG "Gilang.....Gilang......." Sebenarnya kebudayaan Indonesia itu masih banyak banget. Nah kalau orang luar negeri aja kagum sama keragaman budaya Indonesia, masa kita enggak?? Sumber 03-04-2016 1538
Penyusunanbuku Klasifikasi Baku Komoditas Indonesia KBKI tahun 2012 yang selanjutnya disebut KBKI 2012 ini merupakan perwujudan diantara tugas BPS. Introvert ini kebalikannya ekstrovert. Paling Keren 30 Gambar Kartun Wanita Muslimah Sedang Berdoa Wallpaper Kartun Muslimah Berjilbab 64 Pictures Mewarnai Kartun Wallpaper Kartun Gambar Kartun SuaraSulselid - Review Godzilla.
Wayang adalah salah satu tontonan yang paling populer di Indonesia. Wayang adalah tontonan tradisional yang sudah berumur ratusan tahun. Wayang biasanya ditampilkan dengan tokoh-tokoh yang diwarnai dengan indah. Namun, ada juga yang belum diwarnai atau disebut dengan wayang putih. Wayang putih adalah wayang yang belum diwarnai atau belum diberi warna. Seringkali, wayang putih dipajang di rumah-rumah sebagai hiasan. Jika dilihat, wayang putih ini mirip seperti wayang yang diwarnai, namun jika diperhatikan lebih detail, wayang putih ini memiliki ciri khas yang tidak dimiliki oleh wayang yang diwarnai. Wayang putih memiliki sebuah ciri khas yaitu mereka memiliki bentuk yang lebih sederhana dan lebih kasar. Hal ini disebabkan karena wayang putih ini dibuat dengan menggunakan bahan-bahan dasar seperti kayu atau bambu. Wayang ini juga tidak memiliki tokoh-tokoh yang diwarnai, sehingga mereka memiliki bentuk yang lebih sederhana. Wayang putih ini biasanya dibuat dengan menggunakan kayu atau bambu yang diukir dengan sangat teliti. Wayang putih tidak diwarnai dengan warna apapun, namun mereka masih memiliki bentuk yang sama dengan wayang yang diwarnai. Wayang putih ini juga memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi dalam proses pembuatannya. Wayang putih ini juga bisa digunakan untuk berbagai tujuan. Mereka bisa digunakan sebagai hiasan rumah, yang akan memberikan efek yang lebih menarik. Selain itu, wayang putih ini juga dapat digunakan sebagai media untuk mengajarkan kesenian wayang. Hal ini karena wayang putih ini memiliki bentuk yang sederhana dan mudah dipahami. Wayang putih juga dapat diwarnai. Wayang putih ini bisa diwarnai dengan berbagai warna. Hal ini dapat memberikan efek yang lebih menarik. Namun, proses pewarnaan wayang putih ini memerlukan ketelitian yang tinggi. Hal ini karena wayang putih ini memiliki bentuk yang lebih sederhana dan lebih kasar. Wayang putih ini juga dapat dimodifikasi. Wayang putih ini bisa dimodifikasi dengan berbagai cara. Misalnya, wayang putih ini bisa dimodifikasi dengan menambahkan berbagai tokoh atau bentuk lainnya. Hal ini dapat memberikan efek yang lebih menarik dan juga bisa menjadi sebuah media edukasi. Wayang putih ini juga bisa diberikan sebagai hadiah. Hal ini karena wayang putih ini merupakan hadiah yang berharga dan juga bisa menjadi sebuah media untuk mengajarkan kesenian wayang. Selain itu, wayang putih ini juga bisa menjadi sebuah hiasan rumah yang menarik. Wayang putih ini memiliki sejarah yang panjang di Indonesia. Wayang putih ini sudah digunakan selama ratusan tahun. Hal ini dikarenakan wayang putih ini adalah salah satu bentuk dari kesenian wayang yang paling populer di Indonesia. Dengan wayang putih ini, para pembuat wayang dapat membuat karya-karya yang berharga dan bisa menginspirasi banyak orang. Wayang putih adalah salah satu bentuk dari kesenian wayang yang berumur ratusan tahun. Wayang putih ini belum diwarnai atau tidak memiliki tokoh-tokoh yang diwarnai. Wayang putih ini bisa digunakan sebagai hiasan rumah, media edukasi, hadiah, dan juga bisa dimodifikasi. Wayang putih ini memiliki sejarah yang panjang dan banyak orang yang menyukainya.
Tidakseperti kreasi wayang yang lain yang dibuat dari bambu, wayang suket terbuat dari rumput seperti namanya yang dibentuk menyerupai wayang kulit. Biasanya wayang jenis ini dibuat untuk menyampaikan cerita pewayangan kepada anak-anak suku Jawa. Wayang suket sendiri pertama kali dibuat oleh Mbah Gepuk pada tahun 1905. Origin is unreachable Error code 523 2023-06-16 204445 UTC What happened? The origin web server is not reachable. What can I do? If you're a visitor of this website Please try again in a few minutes. If you're the owner of this website Check your DNS Settings. A 523 error means that Cloudflare could not reach your host web server. The most common cause is that your DNS settings are incorrect. Please contact your hosting provider to confirm your origin IP and then make sure the correct IP is listed for your A record in your Cloudflare DNS Settings page. Additional troubleshooting information here. Cloudflare Ray ID 7d85e405b808b7de • Your IP • Performance & security by Cloudflare
Jenisyang paling terkenal adalah Wayang Purwa karena merupakan yang tertua. Purwa berasal dari bahasa Jawa dan berarti awal. Boneka ini terbuat dari kulit kerbau yang diwarnai menurut aturan penampilan dalang wayang, dan terdiri dari tuding dan celah, pola tanduk kerbau putih yang diperlakukan dengan cara ini disebut cempurit.
Selamat datang di web digital berbagi ilmu pengetahuan. Kali ini PakDosen akan membahas tentang Peribahasa? Mungkin anda pernah mendengar kata Peribahasa? Disini PakDosen membahas secara rinci tentang pengertian, pengertian menurut para ahli, asal-usul, jenis, fungsi, isi, ragam, perkembangan dan manfaat. Simak Penjelasan berikut secara seksama, jangan sampai ketinggalan. Pengertian Wayang Wayang ialah suatu bentuk pementasan tradisional yang dihidangkan oleh seorang pencerita, dengan memakai boneka dan sejenisnya sebagai media pementasan. Pengertian lain dari Wayang ialah seni pementasan asli Indonesia yang tumbuh pesat di Pulau Jawa dan Bali. Pementasan ini juga terkenal di jumlah kawasan seperti Sumatera dan Semenanjung Malaya juga mempunyai beberapa budaya wayang yang termotivasi oleh kebudayaan Jawa dan Hindu. Berikut ini adalah beberapa pengertian wayang menurut para ahli yaitu Wayang adalah boneka tiruan orang yang terbuat dari pahatan kulit atau kayu dan sebagainya, yang dapat dimanfaatkan untuk memerankan tokoh pada pertunjukan drama tradisional Bali, Jawa, Sunda, dsb, biasanya dimainkan oleh seseorang yang disebut dalang Pusat Bahasa, 2008. Wayang merupakan salah satu bentuk teater tradisional yang paling tua. Pada masa pemerintahan Raja Balitung, telah ada petunjuk adanya pertunjukan wayang, yaitu yang terdapat pada prasasti Balitung dengan tahun 907 Masehi, yang mewartakan bahwa pada saat itu telah dikenal adanya pertunjukan wayang. Wayang merupakan pertunjukkan asli Jawa. Wayang adalah “Walulang inukir” kulit yang diukir dan dilihat bayangannya pada kelir. Wayang adalah sebuah kata bahasa Indonesia Jawa asli, yang berarti bayang-bayang, atau bayang yang berasal dari akar kata “yang” mendapat tambahan “wa” yang menjadi wayang. Mengatakan wayang adalah bayangan orang yang sudah meninggal, jadi orang yang digambar itu sudah meninggal, lebih lanjut ia menjelaskan kata wayang tadi dari suku kata wa dan yang. Wa trah yang berarti turunan, yang hyang yang berarti eyang kakek, atau leluhur yang sudah meninggal. Asal-Usul Wayang Mengenai asal-usul wayang ini, di dunia ada dua pendapat. Pertama, pendapat bahwa wayang berasal dan lahir pertama kali di Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Timur. Pendapat ini selain dianut dan dikemukakan oleh para peneliti dan ahli-ahli bangsa Indonesia, juga merupakan hasil penelitian sarjana-sarjana Barat. Di antara para sarjana Barat yang termasuk kelompok ini, adalah Hazeau, Brandes, Kats, Rentse, dan Kruyt. Alasan mereka cukup kuat. Di antaranya, bahwa seni wayang masih amat erat kaitannya dengan keadaan sosiokultural dan religi bangsa Indonesia, khususnya orang Jawa. Panakawan, tokoh terpenting dalam pewayangan, yakni Semar, Gareng, Petruk, Bagong, hanya ada dalam pewayangan Indonesia, dan tidak di negara lain. Selain itu, nama dan istilah teknis pewayangan, semuanya berasal dari bahasa Jawa Kuna, dan bukan bahasa lain. Sementara itu, pendapat kedua menduga wayang berasal dari India, yang dibawa bersama dengan agama Hindu ke Indonesia. Mereka antara lain adalah Pischel, Hidding, Krom, Poensen, Goslings, dan Rassers. Sebagian besar kelompok kedua ini adalah sarjana Inggris, negeri Eropa yang pernah menjajah India. Namun, sejak tahun 1950-an, buku-buku pewayangan seolah sudah sepakat bahwa wayang memang berasal dari Pulau Jawa, dan sama sekali tidak diimpor dari negara lain. Budaya wayang diperkirakan sudah lahir di Indonesia setidaknya pada zaman pemerintahan Prabu Airlangga, raja Kahuripan 976 -1012, yakni ketika kerajaan di Jawa Timur itu sedang makmur-makmur-nya. Karya sastra yang menjadi bahan cerita wayang sudah ditulis oleh para pujangga Indonesia, sejak abad X. Antara lain, naskah sastra Kitab Ramayana Kakawin berbahasa Jawa Kuna ditulis pada masa pemerintahan raja Dyah Balitung 989-910, yang merupakan gubahan dari Kitab Ramayana karangan pujangga India, Walmiki. Selanjutnya, para pujangga Jawa tidak lagi hanya menerjemahkan Ramayana dan Mahabarata ke bahasa Jawa Kuna, tetapi menggubahnya dan menceritakan kembali dengan memasukkan falsafah Jawa kedalamnya. Contohnya, karya Empu Kanwa Arjunawiwaha Kakawin, yang merupakan gubahan yang berinduk pada Kitab Mahabarata. Gubahan lain yang lebih nyata bedanya dengan cerita asli versi In-dia, adalah Baratayuda Kakawin karya Empu Sedah dan Empu Panuluh. Karya agung ini dikerjakan pada masa pemerintahan Prabu Jayabaya, raja Kediri 1130 11160. Wayang sebagai suatu pergelaran dan tontonan pun sudah dimulai ada sejak zaman pemerintahan raja Airlangga. Beberapa prasasti yang dibuat pada masa itu antara lain sudah menyebutkan kata-kata “mawayang” dan aringgit’ yang maksudnya adalah pertunjukan wayang. Mengenai saat kelahiran budaya wayang, Ir. Sri Mulyono dalam bukunya Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang 1979, memperkirakan wayang sudah ada sejak zaman neolithikum, yakni kira-kira tahun sebelum Masehi. Pendapatnya itu didasarkan atas tulisan Robert von Heine-Geldern Ph. D, Prehistoric Research in the Netherland Indie 1945 dan tulisan Prof. K. Hidding di Ensiklopedia Indonesia halaman 987. Kata wayang’ diduga berasal dari kata wewayangan’, yang artinya bayangan. Dugaan ini sesuai dengan kenyataan pada pergelaran Wayang Kulit yang menggunakan kelir, secarik kain, sebagai pembatas antara dalang yang memainkan wayang, dan penonton di balik kelir itu. Penonton hanya menyaksikan gerakan-gerakan wayang melalui bayangan yang jatuh pada kelir. Pada masa itu pergelaran wayang hanya diiringi oleh seperangkat gamelan sederhana yang terdiri atas saron, todung sejenis seruling, dan kemanak. Jenis gamelan lain dan pesinden pada masa itu diduga belum ada. Untuk lebih menjawakan budaya wayang, sejak awal zaman Kerajaan Majapahit diperkenalkan cerita wayang lain yang tidak berinduk pada Kitab Ramayana dan Mahabarata. Sejak saat itulah cerita-cerita Panji; yakni cerita tentang leluhur raja-raja Majapahit, mulai diperkenalkan sebagai salah satu bentuk wayang yang lain. Cerita Panji ini kemudian lebih banyak digunakan untuk pertunjukan Wayang Beber. Tradisi menjawakan cerita wayang juga diteruskan oleh beberapa ulama Islam, di antaranya oleh para Wali Sanga. Mereka mulai mewayangkan kisah para raja Majapahit, di antaranya cerita Damarwulan. Masuknya agama Islam ke Indonesia sejak abad ke-15 juga memberi pengaruh besar pada budaya wayang, terutama pada konsep religi dari falsafah wayang itu. Pada awal abad ke-15, yakni zaman Kerajaan Demak, mulai digunakan lampu minyak berbentuk khusus yang disebut blencong pada pergelaran Wayang Kulit. Sejak zaman Kartasura, penggubahan cerita wayang yang berinduk pada Ramayana dan Mahabarata makin jauh dari aslinya. Sejak zaman itulah masyarakat penggemar wayang mengenal silsilah tokoh wayang, termasuk tokoh dewanya, yang berawal dari Nabi Adam. Sisilah itu terus berlanjut hingga sampai pada raja-raja di Pulau Jawa. Dan selanjurnya, mulai dikenal pula adanya cerita wayang pakem, yang sesuai standar cerita, dan cerita wayang carangan yang diluar garis standar. Selain itu masih ada lagi yang disebut lakon sempalan, yang sudah terlalu jauh keluar dari cerita pakem. Memang, karena begitu kuatnya seni wayang berakar dalam budaya bangsa Indonesia, sehingga terjadilah beberapa kerancuan antara cerita wayang, legenda, dan sejarah. Jika orang India beranggapan bahwa kisah Mahabarata serta Ramayana benar-benar terjadi di negerinya, orang Jawa pun menganggap kisah pewayangan benar-benar pernah terjadi di Pulau Jawa. Jenis-Jenis Wayang Berikut ini terdapat beberapa jenis jenis wayang, yakni sebagai berikut Wayang Kulit Wayang Kulit ialah salah satu kesenian tradisi yang berkembang di kalangan masyarakat Jawa. Lebih dari hanay pementasan, wayang kulit dahulu diperankan menjadi alat untuk meditasi mengarah roh kebatinan para dewa. Wayang Bambu Kesenian ini diciptakan dan ditumbuhkan oleh Ki Drajat yang serentak pencerita dan penciptanya. Wayang bambu tersebut diciptakan dari bambu, lebih akuratnya dari ranting bambu bagian dalam. Wayang Golek Wayang golek ialah suatu seni tradisional asal daerah Sunda pementasan wayang yang tercipta dari boneka kayu, yang tekemuka sangat terkenal di kawasan Tanah Pasundan. Kawasan tranmisinya terhampar luas dari Cirebon di sebelah timur hingga kawasan Banten di sebelah barat, bahkan di daerah Jawa Tengah yang berbatasan dengan Jawa Barat kadang kala juga dipentaskan pementasan wayang golek. Wayang Orang Wayang orang ialah wayang yang diperankan dengan memakai orang menjadi aktor dalam alkisah wayang tersebut. Fungsi Wayang Wayang sebagai penggambaran alam pikiran Orang yang dualistik. Ada dua hal, pihak atau kelompok yang saling bertentangan, baik dan buruk, lahir dan batin, serta halus dan kasar. Keduanya bersatu dalam diri manusia untuk mendapat keseimbangan. Wayang juga menjadi sarana pengendalian sosial, misalnya dengan kritik sosial yang disampaikan lewat humor. Fungsi lain adalah sebagai sarana pengukuhan status sosial, karena yang bisa menanggap wayang adalah orang terpandang, dan mampu menyediakan biaya besar. Wayang juga menanamkan solidaritas sosial, sarana hiburan, dan pendidikan. Isi Kandungan Dalam Wayang Berikut ini terdapat beberapa isi kandungan dalam wayang, yakni sebagai berikut 1. Wayang Berupa “Momot Kamot” Wayang ialah alat pementasan yang dapat berisi semua bentuk kehidupan manusia momot kamot. Gagasan manusia, baik terikat dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum serta pertahanan ketenteraman bisa tercantum di dalam wayang. 2. Wayang Berisi Tatanan, Tuntunan, dan Tontonan Di dalam wayang berisi tatanan, yakni suatu asas yang berisi tata susila. Asas tersebut dipahami dan dijadikan petunjuk bagi para seniman pencerita. Di dalam pementasa wayang berisi tata cara main dan alur pencerita dan macam mana melakonkan wayang, secara bebuyutan dan mentradisi, lama kelamaan menjadi objek yang dipahami sebagai petunjuk. 3. Wayang Sebagai Teater Total Pementasan wayang dapat dilihat sebagai pementasan teater total, maksudnya menyediakan bentuk-bentuk seni secara total. Dialog antar aktor, mimik narasi, kebatinan, kombangan ialah faktor-faktor penting dalam dramatisasi. Ragam Wayang Secara umum orang menganggap cerita wayang identik dengan cerita Ramayana atau Mahabarata dan cerita-cerita yang berinduk pada kedua cerita itu Namun, sebenarnya, masih ada cerita-cerita dari sumber lain yang juga dipergelarkan dalam bentuk seni wayang. Di antara cerita wayang yang menonjol selain Ramayana dan Mahabarata, adalah cerita Panji, cerita Menak, dan juga cerita yang bersumber pada babad. Cerita Panji walaupun sudah ada sejak zaman Demak, baru mulai dikenal luas sejak zaman pemerintahan Paku Buwana IV 1788-1820. Wayang yang kemudian diciptakan untuk mempergelarkan cerita Panji itu sering disebut Wayang Gedog. Tokoh peraga Wayang Gedog tidak ada yang memakai gelung capit urang seperti Arjuna, Bima, tetapi semua rambutnya diurai di punggung. Latar belakang cerita Panji adalah zaman Jenggala, Kediri dan Ngurawan. Cerita Menak berdasarkan Serat Menak yang bersumber dari Kitab Qissai Emr Hamza dari kesusasteraan Persia pada zaman pemerintahan Sultan Harun Al Rasyid 766 – 809. Di daerah Melayu Riau, kitab itu diteijemahkan dan diberi judul Hikayat Amir Hamzah. Pada Serat Menak, beberapa bagian dari cerita itu pun mengalami penyesuaian dengan alam Indonesia, terutama nama dan gelar tokoh-tokohnya. Misalnya, tokoh cerita yang aslinya bernama Badi’ul Zaman, diubah menjadi Imam Suwangsa; Unekir menjadi Dewi Adaninggar. Pengubahan nama-nama tokoh ini terutama dimaksudkan untuk penyusaian pada pengucapan lidah orang Jawa dan juga kenyamanan telinga yang mendengarnya. Cerita Babad yang diambil sebagai sumber cerita wayang antara lain adalah Babad Demak, Babad Pajang, hingga Babad Mataram. Dari sumber cerita babad itu terciptalah jenis-jenis wayang baru, antara lain Wayang Kuluk, Wayang Dupara, Wayang Jawa, dll. Namun jenis-jenis wayang, yang disponsori pihak keraton, itu akhirnya tidak dapat memasyarakat. Selain merupakan bentuk pergelaran dan tontonan, sejak dulu wayang juga digemari sebagai suatu karya sastra. Pada zaman Kerajaan Kahuripan, Jenggala, Kediri, dan Majapahit, karya sastra wayang masih terbatas penggemarnya di lingkungan kerabat keraton. Namun, sejak zaman Kerajaan Demak, sastra wayang mulai diperkenalkan pada masyarakat luas di luar tembok keraton. Sesuai dengan jiwa kerakyatan yang dimiliki oleh para wali terutama Sunan Kalijaga, sastra wayang pun sedikit demi sedikit dikenal rakyat. Hal ini sejalan dengan usaha para wali, terutama Sunan Kalijaga yang menggunakan media wayang sebagai sarana dakwah agama Islam. Sastra wayang yang terkenal dari zaman ke zaman antara lain adalah Yang berinduk pada Kitab Mahabarata dan Ramayana, masing-masing karya sastra Wiyasa dan Walmiki, pujangga India, adalah kitab induk cerita wayang. Dari kedua kitab itulah kemudian digubah puluhan karya sastra lainnya oleh para pujangga Indonesia. Ramayana Jawa Kuna adalah salah satu gubahan tertua yang diketahui cerita wayang yang berujud karya sastra. Pengarangnya, menurut Kitab Saridin adalah Empu Pujwa, ditulis di zaman Kerajaan Mamenang Kediri Namun, menurut kitab-kitab di Bali, pengarang buku itu adalah Empu Yogiswara, ditulis tahun 1016 Saka, atau 1094 Masehi. Jadi, menurut sumber Bali ini, gubahan itu dikerjakan beratus tahun sebelum zaman Kediri. Cerita gubahan tua lainnya adalah Mahabarata Jawa Kawi yang ditulis pada zaman pemerintahan Prabu Dharmawangsa Teguh, Kahuripan, tahun 991 -1016. Penulisnya tidak diketahui. Empu Prapanca, pada awal abad ke-14 menulis Kunjarakarna Kakawin. Sedangkan Arjuna Wiwaha Jawa Kuna ditulis oleh Empu Kanwa di zaman pemerintahan Prabu Airlangga. Karya sastra lainnya antara lain adalah Kresnayana Kakawin karangan Empu Triguna, Baratayuda karangan Empu Sedah dan Empu Panuluh, Gatotkacasraya karya Empu Panuluh, dan Hariwangsa yang juga karangan Empu Panuluh. Perkembangan Wayang Seperti juga cabang seni lainnya, seni wayang pun selalu berkembang dari tahun ke tahun, sesuai tuntutan zaman, dan sesuai pula dengan perkembangan apresiasi masyarakat terhadap seni wayang. Bentuk peraga tokoh wayang untuk cerita Mahabarata dan Ramayana, berkembang dari bentuk tokoh cerita Ramayana dan Mahabarta pada relief beberapa candi di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pada awalnya, bentuk tokoh-tokoh wayang itu masih agak realistik. Sesuai dengan perkembangan tingkat apresiasi seni masyarakat, seniman wayang dari waktu ke waktu berhasil menyempurnakan seni kriya wayang yang mencapai puncaknya pada awal abad ke-20 ini. Pengubahan bentuk tokoh peraga wayang dalam seni kriya Wayang Kulit Purwa, yang mencolok adalah penggambaran Gatotkaca yang dulu berupa raksasa, menjadi ksatria gagah yang mirip dengan Bima. Pengubahan ini terjadi pada masa pemberintahan Sunan Amangkurat III. Wayang Masa Kini Di antara jenis-jenis wayang yang ada di Indonesia, yang paling memasyarakat pada zaman Indonesia Merdeka adalah Wayang Kulit Purwa dan Wayang Orang. Di daerah mana pun di Indonesia ini, pergelaran Wayang Kulit Purwa selalu mendapat pengunjung yang melimpah. Selain itu, penjualan kaset Wayang Kulit Purwa yang dibawakan oleh dalang-dalang terkenal, tergolong kaset yang laris. Rata-rata sebuah lakon Wayang Kulit Purwa lengkap dapat direkam dalam enam sampai delapan pita kaset. Dengan beredarnya pita-pita kaset Wayang Kulit Purwa, maka makin sering orang mendengarkan lakon-lakon wayang. Apalagi sejak tahun 1970-an makin banyak radio swasta niaga yang membuat acara siaran tetap Wayang Kulit semalam suntuk pada hari-hari tertentu setiap minggunya. Wayang di Mata Orang Barat Sebagai salah satu produk budaya, dan kebudayaan itu bersifat universal, seni wayang bukan hanya menarik dan diminati oleh bangsa Indonesia, juga oleh bangsa asing. Cukup banyak peneliti bangsa Barat, terutama Belanda, yang menulis buku mengenai wayang dan dunia pewayangan. Namun, sebagian buku yang ditulis orang Barat, umumnya membahas seni wayang dari segi eksoterinya saja, hanya berdasarkan pengamatan seni wayang dari “luar” atau lahiriahnya. Banyak orang, terutama bangsa Barat, menginterpretasikan sebuah pertunjukan Wayang Kulit sebagai shadow play, atau schduwenspel permainan bayang-bayang. Interpretasi demikian bertolak dari penglihatan indera mata adanya sebuah layar kelir yang permukaannya diterangi sebuah blencong, dan dengan demikian timbul bayang-bayang hitam bilamana di depan kelir itu dimainkan boneka wayang sudah barang tentu yang terlihat di balik kelir. Anggapan demikian terlalu naif, dangkal. Wayang di Negara Lain Karena pergaulan antar bangsa sejak berabad-abad lalu, budaya wayang sudah pula dikenal dan menyebar ke luar Indonesia. Beberapa negara tetangga seperti Malaysia, Kamboja, dan Thailand juga sudah memiliki budaya wayang. Bahkan Cina dan India pun, meskipun dalam format kecil, punya budaya wayang. Bentuk peraga tokoh-tokoh wayang di berbagai negara itu beda dengan wayang yang dikenal di Indonesia. Kegandrungan masyarakat di negara-negara itu juga tidak sebesar di Indonesia. Wayang Cina Cina kaya akan seni pertunjukan wayang yang sampai sekarang masih hidup di tengah-tengah masyarakatnya. Asal mula Wayang Cina pada mulanya merupakan bagian upacara kematian, kemudian baru pada dinasti Han 23-330 M pertunjukkan wayang menjadi suatu bentuk tontonan hiburan. Wayang India Wayang Malabar adalah nama salah satu wayang di India yang teknis pertunjukannya dengan permainan bayang-buyang. seperti juga wayang kulit purwa Indonesia. Di India wayang dengan teknis bayang-bayang berkembang di berbagai daerah yakni di bagian selatan, di timur kerala, di Karnatak, di Andra Pradesh dan di Orissa. Menurut gaya dan jenisnya terdapat empat gaya yang bentuk dan fungsinya berbeda-beda yakni Waxang Malabar, Wayang Orissa, Wayang Kartanak dan Wayang Andra Pradesh. Manfaat Wayang Berikut ini adalah manfaat wayang yaitu 1. Pendidikan Budi Pekerti Anak Wayang dapat dijadikan sarana pendidikan budi pekerti luhur yang efektif bagi anak-anak. Dalam pementasan wayang terdapat bentuk-bentuk ajaran moral yang lengkap dan kemudian dibakukan dalam bentuk sanepa, piwulang, dan pituduh bagi kehidupan manusia untuk mencapai kehidupan dalam suasana kedamaian. Dengan demikian, wayang merupakan cerminan falsafah hidup orang Jawa atau dengan kata lain wayang merupakan ungkapan filsafat Jawa. Pesan-pesan moral dalam masyarakat Jawa yang disampaikan lewat media seni wayang dapat berupa ungkapan-ungkapan tradisional yang mengandung makna pendidikan moral yang sering disebut sebagai adiluhung. Ungkapan tradisional seperti sing becik ketitik sing ala ketara yang baik kelihatan yang jelek kentara, titenana wong cidra mangsa langgenga perhatikan orang curang takkan abadi dan sura dira jayaningrat lebur dening pangastuti keberanian, kekuatan, dan kejayaan dunia hancur oleh kebaikan menunjukkan bahwa eksistensi dan esensi moralitas dijunjung tinggi dalam budaya Jawa. Kebanyakan agama yang universal juga mengajarkan sikap hormat terhadap kehidupan manusia. Kata tumbuh bermula dari sesuatu yang telah ada dan menjadi milik kita. Sesuatu yang menjadi milik manusia tersebut berupa harta kultural yang telah dimiliki oleh manusia tersebut sejak lahir. Harta tersebut diperoleh dari pendidikan dalam keluarga, lingkungan dan masyarakat. Minat adalah keadaan seseorang terhadap suatu hal. Dalam hal ini minat anak kepada sesuatu, sementara apakah anak tersebut berbakat atau mempunyai talenta tertentu terhadap sesuatu. Sesuatu yang dimaksudkan adalah harta kultural tersebut. Apabila bakat dan minat tersebut digabungkan kemudian dibantu dengan dorongan dari orang tua maka ia akan menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan kehidupan si anak tersebut. Hal itu akan menjadikan anak tersebut mempunyai kemampuan tambahan atau kemampuan khusus di bidang selain pendidikan formalnya. Demikian Penjelasan Materi Tentang Wayang Adalah Pengertian, Pengertian Menurut Para Ahli, Asal-Usul, Jenis, Fungsi, Isi, Ragam, Perkembangan dan Manfaat Semoga Materinya Bermanfaat Bagi Siswa-Siswi. kQ3sx.
  • 22nfs1db93.pages.dev/811
  • 22nfs1db93.pages.dev/418
  • 22nfs1db93.pages.dev/627
  • 22nfs1db93.pages.dev/457
  • 22nfs1db93.pages.dev/601
  • 22nfs1db93.pages.dev/807
  • 22nfs1db93.pages.dev/595
  • 22nfs1db93.pages.dev/794
  • 22nfs1db93.pages.dev/113
  • 22nfs1db93.pages.dev/766
  • 22nfs1db93.pages.dev/53
  • 22nfs1db93.pages.dev/305
  • 22nfs1db93.pages.dev/450
  • 22nfs1db93.pages.dev/402
  • 22nfs1db93.pages.dev/273
  • wayang yang belum diwarnai disebut