Salahsatu nama walisongo yang dianggap sebagai "Bapak Spiritual Walisongo" adalah . - 39485381. qurotuainijanuari qurotuainijanuari 12.03.2021 Sejarah Sekolah Menengah Atas terjawab Salah satu nama walisongo yang dianggap sebagai "Bapak Spiritual Walisongo" adalah . A. Sunan Kalijaga B. Sunan Gresik C. Sunan Ampel D. Sunan Gunung
Nama Nama Walisongo atau Walisanga - Walisongo atau walisanga adalah julukan yang diberikan kepada para penyebar agama Islam yang berjumlah sembilan orang. Mereka memulai penyebarannya di tanah jawa pada abad Nama Walisongo atau WalisangaDaftar Isi Maulana Malik Ibrahim Sunan Ampel Sunan Bonang Sunan Drajat Sunan Kudus Sunan Giri Sunan Kalijaga Sunan Muria Sunan Gunung Jati Nama-nama para wali tersebut adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kudus, Sunan Giri, Sunan Kalijaga, Sunan Muria, dan Sunan Gunung wali tersebut tinggal di daerah Jawa, yaitu Jawa Timur terutama daerah Surabaya, Gresik, Lamongan, Jawa Tengah terutama daerah Demak, Kudus, Muria, dan Jawa Barat khususnya Maulana Malik IbrahimMaulana Malik Ibrahim putra dari Syekh Jumadil Kubra Maulana Akbar. Pada umumnya, silsilah Maulana Malik Ibrahim dianggap termasuk keturunan Rasulullah SAW, Meskipun masih terjadi perbedaan pendapat tentang urutan nama-nama garis silsilah lain dari Maulana Malik Ibrahim adalah Kakek Bantal, Sunan Tandhes, Sunan Raja Wali, Wali Quthub, Mursyidul Auliya’ Wali Sanga, Sayyidul Auliya’ Wali Sanga, Maulana Maghribi, Syekh Maghribi, Sunan Maghribi, atau Sunan kedatangan Maulana Malik Ibrahim ke tanah Jawa tahun 1404 M bertepatan dengan masa kepemimpinan Khilafah Turki Utsmani, yaitu Sultan Muhammad I 1379-1421 M, putra Sultan Bayazid I. Dalam masa Sultan Bayazid I, di daerah Timur Tengah telah terjadi berbagai pertempuran. Selain Daulah Utsmani harus berhadapan dengan Salibis Eropa sebagai kelanjutan perang salib, juga serangan dari Timur Lenk yang menguasai Persia, termasuk Samarkand dan ditugaskan oleh Sultan Muhammad I, Syekh Maulana Malik Ibrahim datang ke Jawa berangkat langsung dari Turki[3]. Beliau adalah seorang ahli irigasi dan tata negara. Beliau pernah ditugaskan ke Hindustan untuk membangun irigasi di daerah itu pada pemerintahan kerajaan Moghul. Sedangkan bangsa Moghul dan Turki adalah satu rumpun yang pada waktu itu sama-sama menjadi penguasa muslim yang terkenal. Tidak mengherankan jika Syekh Maulana Malik Ibrahim kemudian dikirim kejawa oleh Sultan Muhammad I, karena tidak diragukan kemampuan dan dedikasinya kepada negara dan pengembangan dalam Dokumen Kropak Ferrara disebut-sebut nama Syekh Ibrahim yang disegani ajaran dan fatwanya serta menjadi panutan para wali sesepuh, termasuk Raden Rahmat Sunan Ampel. Kiranya Maulana Malik Ibrahim inilah yang dimaksud dengan Syekh Ibrahim Walisana versi R. Tanoja bahwa Maulana Malik Ibrahim itulah muIa-mula tetalering waliullah, yaitu nenek moyang pertama bagi wali-wali. Beliau datang ke Sembalo Gresik pertama kali pada tahun 1404 M dan wafat pada 10 April 1419 M. Dengan demikian, beliau hidup di Jawa selama 15 tahun. Maulana Malik Ibrahim lebih dikenal penduduk setempat sebagai Kakek Malik Ibrahim memiliki tiga istri, yaituSiti Fathimah binti Ali Nurul Alam Maulana lsrail Raja Champa Dinasti Azmatkhan. Darinya memiliki dua putra yaitu Maulana Moqfaroh dan Syarifah Sarah. Selanjutnya Sharifah Sarah binti Maulana Malik Ibrahim dinikahkan dengan Sayyid Fadhal Ali Murtadha dan melahirkan dua putra, yaitu Haji Utsman Sunan Manyuran dan Utsman Haji Sunan Ngudung. Selanjutnya Sayyid Utsman Haji Sunan Ngudung berputera Sayyid Ja’far Shadiq Sunan Kudus.Siti Maryam binti Syekh Subakir. Darinya memiliki 4 putra, yaitu Abdullah, Ibrahim, Abdul Ghafur, dan Jamilah binti Ibrahim Zainuddin Al-Akbar Asmaraqandi, Darinya memiliki 2 anak, yaitu Abbas dan menggelorakan dakwah Islam di Jawa bagian timur, pada tahun 1419 M, Syekh Maulana Malik Ibrahim wafat. Makamnya pun terdapat di desa Gapura Wetan, Gresik Jawa Timur. Pada batu nisan makam Syekh Maulana Malik lbrahim di kampung Gapura, Gresik Jawa Timur terdapat tulisan beberapa ayat Al-Qur’an, yaitu Surat Ali Imran 185, Ar-Rahman 16-27, At-Taubah 21-22, dan ayat Kursi. Selain itu juga tertulis sebuah kalimat dengan huruf dan bahasa Arab.“Inilah makam aI-marhum aI-maghfur, yang berharap rahmat Tuhan, kebanggaan para pangeran, sendi para sultan dan para menteri, dan penolong para fakir miskin, yang berbahagia lagi syahid, cemerlangnya simbol negara dan agama, Malik Ibrahim yang terkenal dengan Kakek Bantal. Allah meliputinya dengan rahmat-Nya dan keridhaan-Nya, dan dimasukkan ke dalam syurga-Nya. Telah wafat pada hari Senin, 12 Rabi’uI AwwaI tahun 822 H.”Berdasarkan model nisan yang ada pada makam Syekh Maulana Malik Ibrahim, menunjukkan model yang serupa pada makam Sultan Malikus Saleh di Samudera Pasai. Keduanya, menurut sejarawan Moquette, adalah hasil “fabriekswerk” mengacu pada model yang disediakan lebih dahulu oleh pengusahanya yang berada di telah melakukan penelitian dengan membandingkan tulisan ayat-ayat Al-Qur’an maupun kalimat-kalimat dalam bahasa Arab lainnya antara salah satu batu nisan di Cambay Gujarat India dengan batu nisan pada Sultan Malikus Saleh maupun batu nisan makam Syekh Maulana Malik Ibrahim. Hasilnya menunjukkan benar-benar yang tertulis pada batu nisan Maulana Malik Ibrahim tersebut adalah bukti nyata sejarah yang dapat memberi banyak keterangan. Di antaranya adalah sebagai berikutSebagaimana yang telah diteliti Moquette, menunjukkan bahwa model nisan pada makam Maulana Malik Ibrahim adalah serupa dengan nisan batu pada makam Sultan Malikus Saleh di Pasai. Ini menunjukkan eratnya hubungan antara Maulana Malik Ibrahim dengan kekuasaan politik Islam di Pasai. Sekaligus hubungan antara Pasai dengan Campabay, Gujarat India dalam perdagangan dan Maulana Malik Ibrahim tidak menimbulkan konflik dengan penguasa maupun masyarakat. Bahkan disebutkan bahwa Maulana Malik Ibrahim dinyatakan sebagai kebanggaan para pangeran, sendi para sultan dan para menteri, penolong para fakir dan miskin, serta membuat negara menjadi mungkin pembuatan nisan dilakukan beberapa tahun setelahnya, namun nama yang tertulis di atas batu nisan adalah Maulana Malik Ibrahim. Tidak ada istilah syekh maupun sunan yang tercantum dalam tulisan pada batu nisan tersebut. Sebagai perintis awal bagi pesatnya perkembangan Islam di Jawa awal abad 15 M, Maulana Malik Ibrahim lebih layak disebut sebagai sunan atau bahkan sunannya para sunan. Akan tetapi tidak ada istilah sunan yang tertera pada batu nisan makam beliau. Ini menguatkan tesis Prof. Buya Hamka bahwa istilah sunan diciptakan setelah masa wafatnya para wali di Jawa yang tergabung dalam Wali istilah syekh yang dinisbatkan kepada Maulana Malik Ibrahim, telah terdapat dalam dokumen Kropak Ferrara dengan sebutan Syekh lbrahim isinya tentang wejangan Sunan AmpelSunan Ampel Raden Rahmat, adalah putera tertua Maulana Malik Ibrahim. Menurut Babad Tanah Jawi dan silsilah Sunan Kudus, di masa kecilnya ia dikenal dengan nama Raden Rahmat. Ia lahir di Campa pada tahun 1401 M dan diperkirakan wafat pada tahun 1481 M di Demak dan dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya. Nama Ampel sendiri, diidentikkan dengan nama tempat dimana ia lama bermukim, yakni daerah Ampel atau Ampel Denta, wilayah yang kini menjadi bagian dari versi menyatakan bahwa Sunan Ampel masuk ke pulau Jawa pada tahun 1443 M bersama Sayid Ali Murtadho, sang adik. Tahun 1440, sebelum ke Jawa, mereka singgah dulu di Palembang. Setelah tiga tahun di Palembang, kemudian ia melabuh ke daerah Gresik. Dilanjutkan pergi ke Majapahit menemui bibinya, seorang putri dari Campa, bernama Dwarawati, yang dipersunting salah seorang raja Majapahit beragama Hindu bergelar Prabu Sri Ampel menikah dengan putri seorang adipati di Tuban. Dari perkawinannya itu ia dikaruniai beberapa putera dan puteri. Di antaranya yang menjadi penerusnya adalah Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Ketika Kesultanan Demak 25 kilometer arah selatan kota Kudus hendak didirikan, Sunan Ampel turut membidani lahirnya kerajaan Islam pertama di Jawa itu. Ia pula yang menunjuk muridnya Raden Patah, putra dari Prabu Brawijaya V Raja Majapahit, untuk menjadi Sultan Demak tahun 1475 Ampel Denta yang berawa-rawa, daerah yang dihadiahkan Raja Majapahit, ia membangun dan mengembangkan pondok pesantren. Mula-mula ia merangkul masyarakat sekitarnya. Pada pertengahan abad ke-15, pesantren tersebut menjadi sentra pendidikan yang sangat berpengaruh di wilayah Nusantara bahkan mancanegara. Di antara para santrinya adalah Sunan Giri dan Raden Patah. Para santri tersebut kemudian diperintahkan untuk berdakwah ke berbagai pelosok Jawa dan Ampel menganut Fikih mazhab Hanafi. Namun, pada para santrinya, ia hanya memberikan pengajaran sederhana yang menekankan pada penanaman akidah dan ibadah. Dia-lah yang mengenalkan istilah “Mo Limo” moh main, mioh ngombe, moh maling, moh madat, moh madon. Yakni seruan untuk “tidak berjudi, tidak minum minuman keras, tidak mencuri, tidak menggunakan narkotik, dan tidak berzina.”Sunan Ampel Raden Rahmat adalah salah satu anggota sembilan wali Walisongo, penyebar agama Islam di tanah Jawa. Sama seperti Sunan Maulana Malik Ibrahim, jasa beliau juga sangat besar dalam perkembangan agama Islam di tanah Jawa. Bahkan banyak kalangan yang berpendapat bahwa beliau merupakan bapak para wali. Sebab, dari tangannya lahir para pendakwah Islam kelas wahid di asli Sunan Ampel sendiri adalah Raden Rahmat. Sebutan Sunan merupakan gelar kewaliannya. Sedangkan Ampel atau Ampel Denta dinisbatkan kepada tempat tinggalnya, yaitu Ampel, sebuah daerah yang terletak di sebelah utara Kota Surabaya, Jawa Ampel lahir pada tahun 1401 M. di Champa. Para sejarawan kesulitan untuk menentukan Champa di sini. Sebab belum ada pernyataan tertulis maupun prasasti yang menunjukkan Champa di Malaka atau kerajaan Jawa. Namun,beberapa sejarawan berkeyakinan bahwa Champa adalah sebutan lain dari Jeumpa dalam bahasa Aceh. Oleh karena itu, Champa berada dalam wilayah kerajaan Aceh. Hamka berpendapat sama, ia menyatakan bahwa Champa itu bukan yang di Annam Indo Cina, sesuai Enscyclopaedia Van Nederlandsch Indie, tetapi di Sunan Ampel adalah Sunan Maulana Malik Ibrahim Sunan Gresik, yaitu keturunan Syekh Jamalluddin Jumadil Kubra, seorang Ahlussunnah bermazhab Syafi’i. Syekh Jamalluddin merupakan ulama yang berasal dari Samarqand, Uzbekistan. Adapun ibunya bernama Dewi Chandrawulan, saudara kandung Putri Dwarawati Murdiningrum, ibu Raden Fatah, istri raja Majapahit Prabu Brawijaya Ampel memiliki dua istri, yaitu Dewi Karimah dan Dewi Chandrawati. Dengan istri pertamanya, Dewi Karimah, beliau dikaruniai dua orang anak, yaitu Dewi Murtasih yang menjadi istri Raden Fatah sultan pertama kerajaan Islam Demak Bintoro, dan Dewi Murtasimah yang menjadi permaisuri Raden Paku atau Sunan Giri. Dengan Istri keduanya, Dewi Chandrawati, Sunan Ampel memperoleh lima orang anak, yaitu Siti Syare’at, Siti Mutmainah, Siti Sofiah, Raden Maulana Makdum, Ibrahim atau Sunan Bonang, serta Syarifuddin atau Raden Kosim yang kemudian dikenal dengan sebutan Sunan Diponengoro menceritakan bahwa Sunan Ampel memiliki pengaruh yang cukup kuat di istana Majapahit. Meski raja Majapahit menolak masuk Islam, namun Sunan Ampel diberi kebebasan mengajarkan agama Islam pada warga Majapahit, asal tanpa paksaan. Selama tinggal di Majapahit, beliau dinikahkan dengan Nyai Ageng Manila, putri Temanggung Arya Teja, Bupati Tuban. Sejak itu, gelar pangeran dan raden melekat di depan namanya. Beliau diperlakukan sebagai keluarga kraton Majapahit. Beliau pun semakin disegani hari yang ditentukan, berangkatlah rombongan Raden Rahmat ke Ampel. Dari Trowulan, melewati Desa Krian, Wonokromo, berlanjut ke Desa Kembang Kuning. Di sepanjang perjalanan, Raden Rahmat berdakwah. Beliau membagi-bagikan kipas yang terbuat dari akar tumbuhan kepada penduduk. Mereka cukup mengambil kipas itu dengan mengucapkan syahadat. Dan seiring berjalannya waktu, pengikutnya pun bertambah banyak. Sebelum tiba di Ampel, beliau membangun langgar musallah sederhana di Kembang Kuning, delapan kilometer dari daerah Ampel. Langgar tersebut kemudian besar, megah, dan bertahan sampai sekarang, yang diberi nama Masjid Rahmat. Setibanya di Ampel, langkah pertama yang dilakukan Raden Rahmat ialah membangun masjid sebagai pusat ibadah dan dakwah. Kemudian beliau membangun pesantren, mengikuti model Maulana Malik Ibrahim di Gresik. Adapun format pesantrennya mirip dengan konsep biara yang sudah dikenal masyarakat Rahmat memang dikenal memiliki kepekaan adaptasi. Caranya menanamkan akidah syariat sangat memperhatikan kondisi masyarakat. Misalnya kata sholat diganti dengan sembahyang asalnya sembah dan hyang. Tempat ibadah tidak diberi nama musallah, melainkan langgar mirip kata sanggar. Penuntut ilmu disebut santari, yang berasal dari shasti yang berarti orang yang tahu buku suci agama Hindu. Siapa pun, bangsawan maupun rakyat jelata, bisa nyantri kepada Raden Rahmat. Meski bermadzhab Hanafi, namun beliau sangat toleran pada madzhab yang lain. Santrinya diberi kebebasan dalam bermadzhab. Dengan cara pandang netral itu, pendidikan di Ampel mendapatkan perhatian. Dari sinilah sebutan Sunan Ampel mulai masyhur. Beliau meninggal pada tahun 1481 di Demak, dan dimakamkan di Ampel, salah satu cara berdakwah Sunan Ampel adalah falsafah Moh Limo. Falsafah tersebut adalahMoh Main tidak mau berjudi.Moh Ngombe tidak mau mabuk karena minum minuman arak.Moh Maling tidak mau mencuri.Moh Madat tidak mau merokok atau menggunakan narkotika.Moh Madon tidak mau bermain dengan perempuan yang bukan istrinya.3. Sunan BonangSunan Bonang. adalah anak Sunan Ampel, yang berarti juga cucu Maulana Malik Ibrahim. Nama kecilnya adalah Raden Makdum Ibrahim. Lahir diperkirakan 1465 M dari seorang perempuan bernama Nyi Ageng Manila, puteri seorang adipati di Tuban. Sunan Bonang belajar agama dari pesantren ayahnya di Ampel Denta. Setelah cukup dewasa, ia berkelana untuk berdakwah di berbagai pelosok Pulau Jawa. Mula-mula ia berdakwah di Kediri, yang mayoritas masyarakatnya beragama Hindu. Di sana ia mendirikan Masjid Sangkal kemudian menetap di Bonang -desa kecil di Lasem, Jawa Tengah -sekitar 15 kilometer timur kota Rembang. Di desa itu ia membangun tempat pesujudan/zawiyah sekaligus pesantren yang kini dikenal dengan nama Watu Layar. Ia kemudian dikenal pula sebagai imam resmi pertama Kesultanan Demak, dan bahkan sempat menjadi panglima tertinggi. Meskipun demikian, Sunan Bonang tak pernah menghentikan kebiasaannya untuk berkelana ke daerah-daerah yang sangat acap berkunjung ke daerah-daerah terpencil di Tuban, Pati, Madura maupun Pulau Bawean. Di Pulau inilah, pada 1525 M ia meninggal. Jenazahnya dimakamkan di Tuban, di sebelah barat Masjid Agung, setelah sempat diperebutkan oleh masyarakat Bawean dan seperti Sunan Giri yang lugas dalam fikih, ajaran Sunan Bonang memadukan ajaran ahlussunnah bergaya tasawuf dan garis salaf ortodoks. Ia menguasai ilmu fikih, usuludin, tasawuf, seni, sastra dan arsitektur. Masyarakat juga mengenal Sunan Bonang sebagai seorang yang piawai mencari sumber air di tempat-tempat Sunan Bonang berintikan pada filsafat cinta'isyq. Sangat mirip dengan kecenderungan Jalalludin Rumi. Menurut Bonang, cinta sama dengan iman, pengetahuan intuitif makrifat dan kepatuhan kepada Allah SWT atau haq al yaqqin. Ajaran tersebut disampaikannya secara populer melalui media kesenian yang disukai masyarakat. Dalam hal ini, Sunan Bonang bahu-membahu dengan murid utamanya, Sunan Bonang banyak melahirkan karya sastra berupa suluk, atau tembang tamsil. Salah satunya adalah “Suluk Wijil” yang tampak dipengaruhi kitab Al Shidiq karya Abu Sa’id Al Khayr wafat pada 899. Suluknya banyak menggunakan tamsil cermin, bangau atau burung laut. Sebuah pendekatan yang juga digunakan oleh Ibnu Arabi, Fariduddin Attar, Rumi serta Hamzah Bonang juga menggubah gamelan Jawa yang saat itu kental dengan estetika Hindu, dengan memberi nuansa baru. Dialah yang menjadi kreator gamelan Jawa seperti sekarang, dengan menambahkan instrumen bonang. Gubahannya ketika itu memiliki nuansa dzikir yang mendorong kecintaan pada kehidupan transedental alam malakut. Tembang “Tombo Ati” adalah salah satu karya Sunan pentas pewayangan, Sunan Bonang adalah dalang yang piawai membius penontonnya. Kegemarannya adalah menggubah lakon dan memasukkan tafsir-tafsir khas Sunan DrajatSemasa muda ia dikenal sebagai Raden Qasim, Qosim, atawa Kasim. Masih banyak nama lain yang disandangnya di berbagai naskah kuno. Misalnya Sunan Mahmud, Sunan Mayang Madu, Sunan Muryapada, Raden Imam, Maulana Hasyim, Syekh Masakeh, Pangeran Syarifuddin, Pangeran Kadrajat, dan Masaikh Munat. Dia adalah putra Sunan Ampel dari perkawinan dengan Nyi Ageng Manila, alias Dewi Condrowati. Empat putra Sunan Ampel lainnya adalah Sunan Bonang, Siti Muntosiyah, yang dinikahi Sunan Giri, Nyi Ageng Maloka, yang diperistri Raden Patah, dan seorang putri yang disunting Sunan Kalijaga. Akan halnya Sunan Drajat sendiri, tak banyak naskah yang mengungkapkan diceritakan, Raden Qasim menghabiskan masa kanak dan remajanya di kampung halamannya di Ampeldenta, Surabaya. Setelah dewasa, ia diperintahkan ayahnya, Sunan Ampel, untuk berdakwah di pesisir barat Gresik. Perjalanan ke Gresik ini merangkumkan sebuah cerita, yang kelak berkembang menjadi legenda. Syahdan, berlayarlah Raden Qasim dari Surabaya, dengan menumpang biduk nelayan. Di tengah perjalanan, perahunya terseret badai, dan pecah dihantam ombak di daerah Lamongan, sebelah barat Gresik. Raden Qasim selamat dengan berpegangan pada dayung perahu. Kemudian, ia ditolong ikan cucut dan ikan talang –ada juga yang menyebut ikan menunggang kedua ikan itu, Raden Qasim berhasil mendarat di sebuah tempat yang kemudian dikenal sebagai Kampung Jelak, Banjarwati. Menurut tarikh, persitiwa ini terjadi pada sekitar 1485 Masehi. Di sana, Raden Qasim disambut baik oleh tetua kampung bernama Mbah Mayang Madu dan Mbah Banjar. Konon, kedua tokoh itu sudah diislamkan oleh pendakwah asal Surabaya, yang juga terdampar di sana beberapa tahun sebelumnya. Raden Qasim kemudian menetap di Jelak, dan menikah dengan Kemuning, putri Mbah Mayang Madu. Di Jelak, Raden Qasim mendirikan sebuah surau, dan akhirnya menjadi pesantren tempat mengaji ratusan yang semula cuma dusun kecil dan terpencil, lambat laun berkembang menjadi kampung besar yang ramai. Namanya berubah menjadi Banjaranyar. Selang tiga tahun, Raden Qasim pindah ke selatan, sekitar satu kilometer dari Jelak, ke tempat yang lebih tinggi dan terbebas dari banjir pada musim hujan. Tempat itu dinamai Desa Drajat. Namun, Raden Qasim, yang mulai dipanggil Sunan Drajat oleh para pengikutnya, masih menganggap tempat itu belum strategis sebagai pusat dakwah Islam. Sunan lantas diberi izin oleh Sultan Demak, penguasa Lamongan kala itu, untuk membuka lahan baru di daerah perbukitan di selatan. Lahan berupa hutan belantara itu dikenal penduduk sebagai daerah sahibul kisah, banyak makhluk halus yang marah akibat pembukaan lahan itu. Mereka meneror penduduk pada malam hari, dan menyebarkan penyakit. Namun, berkat kesaktiannya, Sunan Drajat mampu mengatasi. Setelah pembukaan lahan rampung, Sunan Drajat bersama para pengikutnya membangun permukiman baru, seluas sekitar sembilan hektare. Atas petunjuk Sunan Giri, lewat mimpi, Sunan Drajat menempati sisi perbukitan selatan, yang kini menjadi kompleks pemakaman, dan dinamai Ndalem Duwur. Sunan mendirikan masjid agak jauh di barat tempat tinggalnya. Masjid itulah yang menjadi tempat berdakwah menyampaikan ajaran Islam kepada menghabiskan sisa hidupnya di Ndalem Duwur, hingga wafat pada 1522. Di tempat itu kini dibangun sebuah museum tempat menyimpan barang-barang peninggalan Sunan Drajat –termasuk dayung perahu yang dulu pernah menyelamatkannya. Sedangkan lahan bekas tempat tinggal Sunan kini dibiarkan kosong, dan dikeramatkan. Sunan Drajat terkenal akan kearifan dan kedermawanannya. Ia menurunkan kepada para pengikutnya kaidah tak saling menyakiti, baik melalui perkataan maupun perbuatan. ”Bapang den simpangi, ana catur mungkur,” demikian petuahnya. Maksudnya jangan mendengarkan pembicaraan yang menjelek-jelekkan orang lain, apalagi melakukan perbuatan memperkenalkan Islam melalui konsep dakwah bil-hikmah, dengan cara-cara bijak, tanpa memaksa. Dalam menyampaikan ajarannya, Sunan menempuh lima cara. Pertama, lewat pengajian secara langsung di masjid atau langgar. Kedua, melalui penyelenggaraan pendidikan di pesantren. Selanjutnya, memberi fatwa atau petuah dalam menyelesaikan suatu masalah. Cara keempat, melalui kesenian tradisional. Sunan Drajat kerap berdakwah lewat tembang pangkur dengan iringan gending. Terakhir, ia juga menyampaikan ajaran agama melalui ritual adat tradisional, sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran pokok ajaran Sunan Drajat adalah Paring teken marang kang kalunyon lan wuta; paring pangan marang kang kaliren; paring sandang marang kang kawudan; paring payung kang kodanan. Artinya berikan tongkat kepada orang buta; berikan makan kepada yang kelaparan; berikan pakaian kepada yang telanjang; dan berikan payung kepada yang kehujanan. Sunan Drajat sangat memperhatikan masyarakatnya. Ia kerap berjalan mengitari perkampungan pada malam hari. Penduduk merasa aman dan terlindungi dari gangguan makhluk halus yang, konon, merajalela selama dan setelah pembukaan hutan. Usai salat asar, Sunan juga berkeliling kampung sambil berzikir, mengingatkan penduduk untuk melaksanakan salat magrib.”Berhentilah bekerja, jangan lupa salat,” katanya dengan nada membujuk. Ia selalu menelateni warga yang sakit, dengan mengobatinya menggunakan ramuan tradisional, dan doa. Sebagaimana para wali yang lain, Sunan Drajat terkenal dengan kesaktiannya. Sumur Lengsanga di kawasan Sumenggah, misalnya, diciptakan Sunan ketika ia merasa kelelahan dalam suatu perjalanan. Ketika itu, Sunan meminta pengikutnya mencabut wilus, sejenis umbi hutan. Ketika Sunan kehausan, ia berdoa. Maka, dari sembilan lubang bekas umbi itu memancar air bening –yang kemudian menjadi sumur abadi. Dalam beberapa naskah, Sunan Drajat disebut-sebut menikahi tiga perempuan. Setelah menikah dengan Kemuning, ketika menetap di Desa Drajat, Sunan mengawini Retnayu Condrosekar, putri Adipati Kediri, Raden itu diperkirakan terjadi pada 1465 Masehi. Menurut Babad Tjerbon, istri pertama Sunan Drajat adalah Dewi Sufiyah, putri Sunan Gunung Jati. Alkisah, sebelum sampai di Lamongan, Raden Qasim sempat dikirim ayahnya berguru mengaji kepada Sunan Gunung Jati. Padahal, Syarif Hidayatullah itu bekas murid Sunan Ampel. Di kalangan ulama di Pulau Jawa, bahkan hingga kini, memang ada tradisi ’saling memuridkan”. Dalam Babad Tjerbon diceritakan, setelah menikahi Dewi Sufiyah, Raden Qasim tinggal di Kadrajat. Ia pun biasa dipanggil dengan sebutan Pangeran Kadrajat, atau Pangeran Drajat. Ada juga yang menyebutnya Syekh padepokan Pangeran Drajat kini menjadi kompleks perkuburan, lengkap dengan cungkup makam petilasan, terletak di Kelurahan Drajat, Kecamatan Kesambi. Di sana dibangun sebuah masjid besar yang diberi nama Masjid Nur Drajat. Naskah Badu Wanar dan Naskah Drajat mengisahkan bahwa dari pernikahannya dengan Dewi Sufiyah, Sunan Drajat dikaruniai tiga putra. Anak tertua bernama Pangeran Rekyana, atau Pangeran Tranggana. Kedua Pangeran Sandi, dan anak ketiga Dewi Wuryan. Ada pula kisah yang menyebutkan bahwa Sunan Drajat pernah menikah dengan Nyai Manten di Cirebon, dan dikaruniai empat putra. Namun, kisah ini agak kabur, tanpa meninggalkan jejak yang jelas, apakah Sunan Drajat datang di Jelak setelah berkeluarga atau belum. Namun, kitab Wali Sanga babadipun Para Wali mencatat ”Duk samana anglaksanani, mangkat sakulawarga….” Sewaktu diperintah Sunan Ampel, Raden Qasim konon berangkat ke Gresik sekeluarga. Jika benar, di mana keluarganya ketika perahu nelayan itu pecah? Para ahli sejarah masih mengais-ngais naskah kuno untuk menjawabnya. Beliau wafat dan dimakamkan di desa Drajad, kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan Jawa Timur. Tak jauh dari makam beliau telah dibangun Museum yang menyimpan beberapa peninggalan di jaman Wali Sanga. Khususnya peninggalan beliau di bidang Sunan KudusNama kecilnya Jaffar Shadiq. Ia putra pasangan Sunan Ngudung dan Syarifah adik Sunan Bonang, anak Nyi Ageng Maloka. Disebutkan bahwa Sunan Ngudung adalah salah seorang putra Sultan di Mesir yang berkelana hingga di Jawa. Di Kesultanan Demak, ia pun diangkat menjadi Panglima Perang. Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke berbagai daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul. Cara berdakwahnya pun meniru pendekatan Sunan Kalijaga sangat toleran pada budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus. Itu sebabnya para wali –yang kesulitan mencari pendakwah ke Kudus yang mayoritas masyarakatnya pemeluk Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara, gerbang dan pancuran/padasan wudhu yang melambangkan delapan jalan Budha. Sebuah wujud kompromi yang dilakukan Sunan waktu, ia memancing masyarakat untuk pergi ke masjid mendengarkan tabligh-nya. Untuk itu, ia sengaja menambatkan sapinya yang diberi nama Kebo Gumarang di halaman masjid. Orang-orang Hindu yang mengagungkan sapi, menjadi simpati. Apalagi setelah mereka mendengar penjelasan Sunan Kudus tentang surat Al Baqarah yang berarti “sapi betina”. Sampai sekarang, sebagian masyarakat tradisional Kudus, masih menolak untuk menyembelih Kudus juga menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut disusunnya secara berseri, sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti kelanjutannya. Sebuah pendekatan yang tampaknya mengadopsi cerita 1001 malam dari masa kekhalifahan Abbasiyah. Dengan begitulah Sunan Kudus mengikat hanya berdakwah seperti itu yang dilakukan Sunan Kudus. Sebagaimana ayahnya, ia juga pernah menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak. Ia ikut bertempur saat Demak, di bawah kepemimpinan Sultan Prawata, bertempur melawan Adipati Jipang, Arya riwayat beliau juga termasuk salah seorang pujangga yang berinisiatif mengarang cerita-cerita pendek yang berisi filsafat serta berjiwa agama. diantara buah ciptaannya yang terkenal, ialah Gending Maskumambang dan Mijil. Adapun Imam Ja’far Sodiq yang terkenal di Iran itu tidak saja sebagai seorang imam dari kaum Syi’ah, akan tetapi juga sebagai seorang yang terkemuka di dalam soal-soal hukum maupun ilmu pengetahuan demikian, maka menurut hemat kita Ja’far Sodiq yang terkenal di Iran sebagai seorang wali, seorang imam dari golongan Syi’ah yang amat dipuja serta dihormati itu, kiranya bukanlah Ja’far Sodiq seorang wali yang menjadi salah seorang anggota dari kesembilan wali di Jawa, yang makamnya terdapat di kota Kudus, adapun Ja’far Sodiq yang kemudian ini, terkenal dengan sebutan Sunan Kudus. Disamping bertindak sebagai guru agama Islam. juga sebagai salah seorang yang kuat syariatnya, Senan Kudus-pun menjadi senopati dari kerajaan Islam di lain yang termasuk bekas peninggalan beliau adalah Masjid Raya di-Kudus, yang kemudian dikenal dengan sebutan masjid menara Kudus. Oleh karena di halaman masjid tersebut terdapat sebuah menara kuno yang indah. Mengenai asal-usulnya nama Kudus menurut dongeng legenda yang hidup dikalangan masyarakat setempat ialah, bahwa dahulu Sunan Kudus pernah pergi naik haji sambil menuntut ilmu di tanah arab, kemudian beliaupun mengajar pula di sana. pada suatu masa, di tanah arab konon berjangkit suatu wabah penyakit yang membahayakan, penyakit mana kemudian menjadi reda, berkat jasa sunan kudus., oleh karena itu, seorang amir disana berkenan untuk memberikan suatu hadian kepada beliau. akan tetapi beliau menolak,hanya kenang-kenangan beliau meminta sebuah batu. Batu tersebut katanya berasal dari kota Baitul Makdis, atau Jeruzalem, maka sebagai peringatan kepada kota dimana Ja’far Sodiq hidup serta bertempat tinggal, kemudian diberikan nama Kudus. Bahkan menara yang terdapat di depan masjid itupun juga menjadi terkenal dengan sebutan menara mengenai nama Kudus atau Al Kudus ini di dalam buku Encyclopedia Islam antara lain disebutkan “Al kuds the usual arabic nama for Jeruzalem in later times, the olders writers call it commonly bait al makdis according to some mukaddas, with really meant the temple of solomon, a translation of the hebrew bethamikdath, but itu because applied to the whole town.” Mengenai perjuangan Sunan Kudus dalam menyebarkan agama Islam tidak berbeda dengan para wali lainnya, yaitu senantiasa dipakai jalan kebijaksanaan, dengan siasat dan taktik yang demikian itu, rakyat dapat diajak memeluk Agama Sunan GiriDikenal dengan nama Raden Paku, Prabu Satmata, Sultan Abdul Faqih, Raden Ainul Yaqin dan Joko Samudra adalah nama salah seorang Wali Songo yang berkedudukan di desa Giri, Kebomas, Gresik, Jawa Timur. Ia lahir di Blambangan Banyuwangi pada tahun Saka Candra Sengkala “Jalmo orek werdaning ratu” 1365 Saka. dan wafat pada tahun Saka Candra Sengkala “Sayu Sirno Sucining Sukmo” 1428 Saka di desa Giri, Kebomas, Giri juga merupakan keturunan Rasulullah SAW; yaitu melalui jalur keturunan Husain bin Ali, Ali Zainal Abidin, Muhammad Al-Baqir, Ja’far Ash-Shadiq, Ali al-Uraidhi, Muhammad al-Naqib, Isa ar-Rummi, Ahmad Al-Muhajir, Ubaidullah, Alwi Awwal, Muhammad Sahibus Saumiah, Alwi ats-Tsani, Ali Khali’ Qasam, Muhammad Shahib Mirbath, Alwi Ammi al-Faqih, Abdul Malik Ahmad Khan, Abdullah al-Azhamat Khan, Ahmad Syah Jalal Jalaluddin Khan, Jamaluddin Akbar al-Husaini Maulana Akbar, Maulana Ishaq, dan Ainul Yaqin Sunan Giri. Umumnya pendapat tersebut adalah berdasarkan riwayat pesantren-pesantren Jawa Timur, dan catatan nasab Sa’adah BaAlawi Giri merupakan buah pernikahan dari Maulana Ishaq, seorang mubaligh Islam dari Asia Tengah, dengan Dewi Sekardadu, putri Prabu Menak Sembuyu penguasa wilayah Blambangan pada masa-masa akhir Majapahit. Namun kelahiran Sunan Giri ini dianggap rakyat Blambangan sebagai pembawa kutukan berupa wabah penyakit di kerajaan Blambangan. Kelahiran Sunan Giri disambut Prabu Menak Sembuyu dengan membuatkan peti terbuat dari besi untuk tempat bayi dan memerintahkan kepada para pengawal kerajaan untuk menghanyutkannya ke itupun tak lama terdengar oleh Dewi Sekardaru. Dewi Sekardadu berlari mengejar bayi yang barusaja dilahirkannya. Siang dan malam menyusuri pantai dengan tidak memikirkan lagi akan nasib dirinya. Dewi Sekardadupun meninggal dalam besi berisi bayi itu terombang-ambing ombak laut terbawa hinga ke tengah laut. Peti itu bercahaya berkilauan laksana kapal kecil di tengah laut. Tak ayal cahaya itu terlihat oleh sekelompok awak kapal pelaut yang hendak berdagang ke pulau Bali. Awak kapal itu kemudian menghampiri, mengambil dan membukanya peti yang bersinar itu. Awak kapal terkejut setelah tahu bahwa isi dari peti itu adalah bayi laki-laki yang molek dan bercahaya. Awak kapalpun memutar haluan kembali pulang ke Gresik untuk memberikan temuannya itu kepada Nyai Gede Pinatih seorang saudagar perempuan di Gresik sebagai pemilik kapal. Nyai Gede Pinatih keheranan dan sangat menyukai bayi itu dan mengangkanya sebagai anak dengan memberikan nama Joko mulai remaja diusianya yang 12 tahun, Joko Samudra dibawa ibunya ke Surabaya untuk berguru ilmu agama kepada Raden Rahmat Sunan Ampel atas permintaannya sendiri. Tak berapa lama setelah mengajarnya, Sunan Ampel mengetahui identitas sebenarnya dari murid kesayangannya itu. Sunan Ampel mengirimnya beserta Makdhum Ibrahim Sunan Bonang, untuk mendalami ajaran Islam di Pasai sebelum menunaikan keinginannya untuk melaksanakan ibadah Haji. Mereka diterima oleh Maulana Ishaq yang tak lain adalah ayahnya sendiri. Di sinilah, Joko Samudra mengetahui cerita mengenai jalan hidup masa tiga tahun berguru kepada ayahnya, Raden Paku atau lebih dikenal dengan Raden Ainul Yaqin diperintahkan gurunya yang tak lain adalah ayahnya sendiri itu untuk kembali ke Jawa untuk mengembangkan ajaran islam di tanah Jawa. Dengan berbekal segumpal tanah yang diberikan oleh ayahandanya sebagai contoh tempat yang diinginkannya, Raden Ainul Yaqin berkelana untuk mencari dimana letak tanah yang sama dengan tanah yang diberikan oleh ayahanya. Dengan bertafakkur dan meminta pertolongan serta petunjuk dari Allah SWT. maka petunjuk itupun datang dengan adanya bukit yang bercahaya. Maka didatangilah bukit itu dan di lihat kesamaanya dan ternyata memang benar-benar sama dengan tanah yang diberikan oleh ayahnya. Perbukitan itulah yang kemudian ditempati untuk mendirikan sebuah pesantren Giri di sebuah perbukitan di desa Sidomukti, Kebomas, Gresik pada tahun Saka nuju tahun Jawi Sinong milir 1403 Saka. Pesantren ini merupakan pondok pesantren pertama yang ada di kota Gresik. Dalam bahasa Jawa, giri berarti gunung. Sejak itulah, ia dikenal masyarakat dengan sebutan Sunan Giri kemudian menjadi terkenal sebagai salah satu pusat penyebaran agama Islam di Jawa, bahkan pengaruhnya sampai ke Madura, Lombok, Kalimantan, Sumbawa, Sumba, Flores, Ternate, Sulawesi dan Maluku. Karena pengaruhnya yang luas saat itu Raden Paku mendapat julukan sebagai Raja dari Bukit Giri. Pengaruh pesantren Giri terus berkembang sampai menjadi kerajaan yang disebut Giri. Kerajaan Giri Kedaton menguasai daerah Gresik dan sekitarnya selama beberapa generasi sampai akhirnya ditumbangkan oleh Sultan Agung. Terdapat beberapa karya seni tradisonal. Jawa yang sering dianggap berhubungkan dengan Sunan Giri, di antaranya adalah permainan-permainan anak seperti Jelungan, Jor, Gula-gantiLir-ilir dan Cublak Suweng; serta beberapa gending lagu instrumental Jawa seperti Asmaradana dan Sunan KalijagaNama aslinya adalah Joko Said yang dilahirkan sekitar tahun 1450 M. Ayahnya adalah Arya Wilatikta, Adipati Tuban. Arya Wilatikta ini adalah keturunan dari pemberontak legendaris Majapahit, Ronggolawe. Riwayat masyhur mengatakan bahwa Adipati Arya Wilatikta sudah memeluk Islam sejak sebelum lahirnya Joko Said. Namun sebagai Muslim, ia dikenal kejam dan sangat taklid kepada pemerintahan pusat Majapahit yang menganut Agama Hindu. Ia menetapkan pajak tinggi kepada rakyat. Joko Said muda yang tidak setuju pada segala kebijakan Ayahnya sebagai Adipati sering membangkang pada kebijakan-kebijakan Joko Said kepada ayahnya mencapai puncaknya saat ia membongkar lumbung kadipaten dan membagi-bagikan padi dari dalam lumbung kepada rakyat Tuban yang saat itu dalam keadaan kelaparan akibat kemarau tindakannya itu, Ayahnya kemudian menggelar sidang’ untuk mengadili Joko Said dan menanyakan alasan perbuatannya. Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Joko Said untuk mengatakan pada ayahnya bahwa, karena alasan ajaran agama, ia sangat menentang kebijakan ayahnya untuk menumpuk makanan di dalam lumbung sementara rakyatnya hidup dalam kemiskinan dan tidak dapat menerima alasannya ini karena menganggap Joko Said ingin mengguruinya dalam masalah agama. Karena itu, Ayahnya kemudian mengusirnya keluar dari istana kadipaten seraya mengatakan bahwa ia baru boleh pulang jika sudah mampu menggetarkan seisi Tuban dengan bacaan ayat-ayat suci Al Qur’ dari menggetarkan seisi Tuban’ di sini ialah bilamana ia sudah memiliki banyak ilmu agama dan dikenal luas masyarakat karena masyhur kemudian menceritakan bahwa setelah diusir dari istana kadipaten, Joko Said berubah menjadi seorang perampok yang terkenal dan ditakuti di kawasan Jawa Timur. Sebagai Perampok, Joko Said selalu memilih’ korbannya dengan seksama. Ia hanya merampok orang kaya yang tak mau mengeluarkan zakat dan hasil rampokannya itu, sebagian besarnya selalu ia bagi-bagikan kepada orang miskin. Kisah ini mungkin mirip dengan cerita Robin Hood di Inggris. Namun itulah riwayat masyhur tentang beliau. Diperkirakan saat menjadi perampok inilah, ia diberi gelar Lokajaya’ artinya kurang lebih Perampok Budiman’.Semuanya berubah saat Lokajaya alias Joko Said bertemu dengan seorang ulama , Syekh Maulana Makhdum Ibrahim alias Sunan Bonang. Sunan Bonang inilah yang kemudian mernyadarkannya bahwa perbuatan baik tak dapat diawali dengan perbuatan buruk –sesuatu yang haq tak dapat dicampuradukkan dengan sesuatu yang batil sehingga Joko Said alias Lokajaya bertobat dan berhenti menjadi Said kemudian berguru kepada Sunan Bonang hingga akhirnya dikenal sebagai ulama dengan gelar Sunan Kalijaga’.Pertanyaan ini masih menjadi misteri dan bahan silang pendapat di antara para pakar sejarah hingga hari ini. Masyarakat Cirebon berpendapat bahwa nama itu berasal dari dusun Kalijaga di Cirebon. Sunan Kalijaga memang pernah tinggal di Cirebon dan bersahabat erat dengan Sunan Gunung dihubungkan dengan kebiasaan wong Cerbon untuk menggelari seseorang dengan daerah asalnya –seperti gelar Sunan Gunung Jati untuk Syekh Syarif Hidayatullah, karena beliau tinggal di kaki Gunung menunjukan bahwa ternyata tidak ada kali’ di sekitar dusun Kalijaga sebagai ciri khas dusun itu. Padahal, tempat-tempat di Jawa umumnya dinamai dengan sesuatu yang menjadi ciri khas tempat itu. Misalnya nama Cirebon yang disebabkan banyaknya rebon udang, atau nama Pekalongan karena banyaknya kalong Kelelawar.Logikanya, nama Dusun Kalijaga’ itu justru muncul setelah Sunan Kalijaga sendiri tinggal di dusun itu. Karena itu, klaim Masyarakat Cirebon ini kurang dapat lain datang dari kalangan Jawa Mistik Kejawen. Mereka mengaitkan nama ini dengan kesukaan wali ini berendam di sungai kali sehingga nampak seperti orang yang sedang “jaga kali”. Riwayat Kejawen lainnya menyebut nama ini muncul karena Joko Said pernah disuruh bertapa di tepi kali oleh Sunan Bonang selama sepuluh yang terakhir ini yang paling populer. Pendapat Ini bahkan diangkat dalam film Sunan Kalijaga’ dan Walisongo’ pada tahun 80-an. Saya sendiri kurang sepaham dengan kedua pendapat sintaksis, dalam tata bahasa-bahasa di Pulau Jawa Sunda dan Jawa dan segala dialeknya, bila ada frase yang menempatkan kata benda di depan kata kerja, itu berarti bahwa kata benda tersebut berlaku sebagai subjek yang menjadi pelaku dari kata kerja yang mengikutinya. Sehingga bila ada frase kali jaga’ atau kali jogo’ berarti ada sebuah kali yang menjaga sesuatu’.Ini tentu sangat janggal dan tidak masuk akal. Bila benar bahwa nama itu diperoleh dari kebiasaan Sang Sunan kungkum di kali atau karena beliau pernah menjaga sebuah kali selama sepuluh tahun non-stop seperti dalam film, maka seharusnya namanya ialah “Sunan Jogo Kali” atau “Sunan Jaga Kali”.Kemudian secara logika, silakan anda pikirkan masak-masak. Mungkinkah seorang da’i menghabiskan waktu dengan kungkum-kungkum di sungai sepanjang hari? Tentu saja tidak. Sebagai da’i yang mencintai Islam dan Syi’ar-nya, tentu ada banyak hal berguna yang dapat beliau Kejawen bahwa beliau bertapa selama sepuluh tahun non-stop di pinggir kali juga merupakan riwayat yang tidak masuk akal. Bagaimana bisa seorang ulama saleh terus-menerus bertapa tanpa melaksanakan shalat, puasa, bahkan tanpa makan dan minum? Karena itu, dalam pendapat saya, kedua riwayat itu ialah riwayat batil dan tidak bisa dipertanggungjawabkan secara yang paling masuk akal ialah bahwa sebenarnya nama kalijaga’ berasal dari bahasa Arab “Qadli’ dan nama aslinya sendiri, Joko Said’, jadi frase asalnya ialah Qadli Joko Said’ Artinya Hakim Joko Said. Sejarah mencatat bahwa saat Wilayah Perwalian Demak didirikan tahun 1478, beliau diserahi tugas sebagai Qadli hakim di Demak oleh Wali Demak saat itu, Sunan Jawa memiliki riwayat kuat dalam hal penyimpangan’ pelafalan kata-kata Arab, misalnya istilah Sekaten dari Syahadatain’, Kalimosodo dari Kalimah Syahadah’, Mulud dari Maulid, Suro dari Syura’, Dulkangidah dari Dzulqaidah, dan masih banyak istilah lainnya. Maka tak aneh bila frase “Qadli Joko” kemudian tersimpangkan menjadi Kalijogo’ atau Kalijaga’.Posisi Qadli yang dijabat oleh Kalijaga alias joko Said ialah bukti bahwa Demak merupakan sebuah kawasan pemerintahan yang menjalankan Syariah Islam. Ini diperkuat oleh kedudukan Sunan Giri sebagai Wali di Demak. Istilah Qadli’ dan Wali’ merupakan nama-nama jabatan di dalam Negara Islam. Dari sini sajasudah jelas, siapa Sunan Kalijaga sebenarnya; ia adalahseorang Qadli, bukan praktisi masyhur mengisahkan bahwa masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Ini berarti bahwa beliau mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit pada 1478, Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon, Kesultanan Banten, bahkan hingga Kerajaan Pajang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan Mataram. Bila riwayat ini benar, maka kehidupan Sunan Kalijaga adalah sebuah masa kehidupan yang dan babad-babad tua ternyata hanya menyebut-nyebut nama beliau hingga zaman Kesultanan Cirebon saja, yakni hingga saat beliau bermukim di dusun Kalijaga. Dalam kisah-kisah pendirian Kerajaan Pajang oleh Jaka Tingkir dan Kerajaan Mataram oleh Panembahan Senopati, namanya tak lagi ialah, bila saat itu beliau masih hidup, tentu beliau akan dilibatkan dalam masalah imamah di Pulau Jawa karena pengaruhnya yang luas di tengah masyarakat menunjukan bahwa makamnya berada di Kadilangu, dekat Demak, bukan di Pajang atau di kawasan Mataram Yogyakarta dan sekitarnya –tempat-tempat di mana Kejawen tumbuh subur. Perkiraan saya, beliau sudah wafat saat Demak masih yang batil banyak menceritakan kisah-kisah aneh tentang Sunan Kalijaga –selain kisah pertapaan sepuluh tahun di tepi sungai. Beberapa kisah aneh itu antara lain, bahwa beliau bisa terbang, bisa menurunkan hujan dengan hentakan kaki, mengurung petir bernama Ki Ageng Selo di dalam Masjid Demak dan kisah-kisah lain yang bila kita pikirkan dengan akal sehat non intelek tidak mungkin bisa masuk ke dalam otak manusia. Kisah-kisah aneh macam itu hanya bisa dipercaya oleh orang gila yang gemar Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dan berbau Hindu-Budha serta Kejawen. Padahal fakta tentang kehidupan Sunan Kalijaga adalah Da’wah dan Syi’ar Islam yang indah. Buktinya sangat banyak sekali. Sunan Kalijaga adalah perancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung “tatal” pecahan kayu yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi peninggalan Sunan Kalijaga. Mana mungkin seorang kejawen ahli mistik mau-maunya mendirikan Masjid yang jelas-jelas merupakan tempat peribadatan keagamaan Sunan Kalijaga adalah salafi –bukan sufi-panteistik ala Kejawen yang ber-motto-kan Manunggaling Kawula Gusti’. Ini terbukti dari sikap tegas beliau yang ikut berada dalam barisan Sunan Giri saat terjadi sengketa dalam masalah kekafiran’ Syekh Siti Jenar dengan ajarannya bahwa manusia dan Tuhan bersatu dalam dzat yang dan kebudayaan hanyalah sarana yang dipilih Sunan Kalijaga dalam berdakwah. Beliau memang sangat toleran pada budaya lokal. Namun beliau pun punya sikap tegas dalam masalah akidah. Selama budaya masih bersifat transitif dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam, beliau beber kuno ala Jawa yang mencitrakan gambar manusia secara detail dirubahnya menjadi wayang kulit yang samar dan tidak terlalu mirip dengan citra manusia, karena pengetahuannya bahwa menggambar dan mencitrakan sesuatu yang mirip manusia dalam ajaran Islam adalah haram yang berkembang mengisahkan bahwa beliau sering bepergian keluar-masuk kampung hanya untuk menggelar pertunjukan wayang kulit dengan beliau sendiri sebagai dalangnya. Semua yang menyaksikan pertunjukan wayangnya tidak dimintai bayaran, hanya diminta mengucap dua kalimah syahadat. Beliau berpendapat bahwa masyarakat harus didekati secara berislam dulu dengan syahadat selanjutnya berkembang dalam segi-segi ibadah dan pengetahuan Islamnya. Sunan Kalijaga berkeyakinan bahwa bila Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang. Lakon-lakon yang dibawakan Sunan Kalijaga dalam pagelaran-pagelarannya bukan lakon-lakon Hindu macam Mahabharata, Ramayana, dan lainnya. Walau tokoh-tokoh yang digunakannya sama Pandawa, Kurawa, dll..Beliau menggubah sendiri lakon-lakonnya, misalnya Layang Kalimasada, Lakon Petruk Jadi Raja yang semuanya memiliki ruh Islam yang kuat. Karakter-karakter wayang yang dibawakannya pun beliau tambah dengan karakter-karakter baru yang memiliki nafas Islam. Misalnya, karakter Punakawan yang terdiri atas Semar, Bagong, Petruk, dan Gareng adalah karakter yang sarat dengan muatan Istilah dalam Pewayangan merujuk pada Bahasa Arab Istilah Dalang’ berasal dari bahasa Arab, Dalla’ yang artinya menunjukkan. Dalam hal ini, seorang Dalang’ adalah seseorang yang menunjukkan kebenaran kepada para penonton wayang’. Mandalla’alal Khari Kafa’ilihi Barangsiapa menunjukan jalan kebenaran atau kebajikan kepada orang lain, pahalanya sama dengan pelaku kebajikan itu sendiri –Sahih BukhariKarakter Semar’ diambil dari bahasa Arab, Simaar’ yang artinya Paku. Dalam hal ini, seorang Muslim memiliki pendirian dan iman yang kokoh bagai paku yang tertancap, Petruk’ diambil dari bahasa Arab, Fat-ruuk’ yang artinya tingggalkan’. Maksudnya, seorang Muslim meninggalkan segala penyembahan kepada selain Allah, Fatruuk-kuluu man Gareng’ diambil dari bahasa Arab, Qariin’ yang artinya teman’. Maksudnya, seorang Muslim selalu berusaha mencari teman sebanyak-banyaknya untuk diajak ke arah kebaikan, Nalaa Bagong’ diambil dari bahasa Arab, Baghaa’ yang artinya berontak’. Maksudnya, seorang Muslim selalu berontak saat melihat ukir, wayang, gamelan, baju takwa, perayaan sekatenan, grebeg maulud, serta seni suara suluk yang diciptakannya merupakan sarana dakwah semata, bukan budaya yang perlu ditradisikan hingga berkarat dalam kalbu dan dinilai sebagai ibadah mahdhah. Beliau memandang semua itu sebagai metode semata, metode dakwah yang sangat efektif pada filosofis, ini sama dengan da’wah Rasulullah SAW yang mengandalkan keindahan syair Al Qur’an sebagai metode da’wah yang efektif dalam menaklukkan hati suku-suku Arab yang gemar dapat disangkal bahwa kebiasaan keluar-masuk kampung dan memberikan hiburan gratis pada rakyat, melalui berbagai pertunjukan seni, pun memiliki nilai filosofi yang sama dengan kegiatan yang biasa dilakukan Khalifah Umar ibn Khattab yang suka keluar-masuk perkampungan untuk memantau umat dan memberikan hiburan langsung kepada rakyat yang ini memperkuat bukti bahwa Sunan Kalijaga adalah pemimpin umat yang memiliki karakter, ciri, dan sifat kepemimpinan yang biasa dimiliki para pemimpin Islam sejati, bukan ahli Sunan MuriaSunan Muria Maulana Raden Umar Said putera Raden Mas Said. Bergelar Sunan Muria karena dimakamkan di dataran tinggi Muria, Jawa tengah. Ia putra Dewi Saroh, adik kandung Sunan Giri sekaligus anak Syekh Maulana Ishak, dengan Sunan Kalijaga. Nama kecilnya adalah Raden Prawoto. Nama Muria diambil dari tempat tinggal terakhirnya di lereng Gunung Muria, 18 kilometer ke utara kota berdakwahnya banyak mengambil cara ayahnya, Sunan Kalijaga. Namun berbeda dengan Sang Ayah, Sunan Muria lebih suka tinggal di daerah sangat terpencil dan jauh dari pusat kota untuk menyebarkan agama Islam. Bergaul dengan rakyat jelata, sambil mengajarkan keterampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang dan melaut adalah Muria seringkali dijadikan pula sebagai penengah dalam konflik internal di Kesultanan Demak 1518-1530. Ia dikenal sebagai pribadi yang mampu memecahkan berbagai masalah betapapun rumitnya masalah itu. Solusi pemecahannya pun selalu dapat diterima oleh semua pihak yang berseteru. Maulana Raden Umar Said berdakwah dari Jepara, Tayu, Juana hingga sekitar Kudus dan Pati. Salah satu hasil dakwahnya lewat seni adalah lagu Sinom dan Muria salah satu Wali Songo yang dilahirkan kira-kira pada abad 15. Nama aslinya ialah Raden Umar Said atau dikenal dengan sebutan Raden Said. Sedang nama kecil darinya, Raden Prawoto. Ia putra dari Sunan Kalijaga dari Dewi Sarah binti Maulana Ishak. Ia tiga bersaudara dengan Dewi Rakayuh, dan Dewi Sofiah. Maulana Raden Umar Said merupakan cucu dari Maulana Ishak, dan pamannya Sunan ia menikah dengan Dewi Sujinah, yang tidak lain putri dari Sunan Ngudung. Kemudian ia menjadi adik ipar Sunan versi utama dari dua pendapat yang menyatakan Sunan Muria putra dari Sunan Kalijaga. Seperti yang diungkapan oleh Umar Hasyim dalam buku Sunan Muria Antara Fakta dan Legenda yang diterbitkan Menara Kudus pada tahun 1985. Sedang dalam versi kedua, merupakan buku berjudul Pustoko Darah Agung yang ditulis oleh R. Darmowasito, yang menyatakan bahwa Sunan Muria putera dari Raden Usman Haji atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sunan Ngudung. R. Darmowasito menyatakan kalau Sunan Ngudung yang menikah dengan Dewi Sarifah melahirkan empat putra, di antaranya Raden Umar Said, Sunan Giri II, Raden Amir Haji atau Sunan Kudus,serta Sunan Giri mempunyai peran besar dalam menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Penyebaran Islam yang dilakukan oleh Sunan Muria tidak jauh berbeda dengan Sunan Kalijaga yaitu mempertahankan kesenian gamelan dan wayang sebagai alat dakwah. Ia berdakwah pada rakyat jelata di daerah Colo, tempat beliau berdakwah. Namun tempat tinggal beliau terletak di puncak Gunung Muria. Ia merasa nyaman di sana, karena ia bergaul bersama rakyat jelata, seraya mengajarkan bercocok tanam, berdagang dan lewat kesenian itu sebagai media dakwah ia menghasilkan sebuah tembang Sinom dan Kinanti. Adapun wilayah yang menjadi sasaran dakwahnya meliputi, Tayu, Juwana, Kudus, dan Lereng Gunung muria. Kemudian beliau dikenal dengan sebutan Muria, karena letaknya yang berada di Lereng Gunung Muria. Dengan tembang-tembang itu ia mengajak umat agar mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Selain alasan tinggal di sana, ia merasa senang tinggal dengan masyarakat sekitar daripada ia berdakwah pada kalangan kaum yang ditampakkan Sunan Muria tidak lagi seperti kedudukannya sebagai wali, tetapi ia berbaur dengan masyarakat. Dengan itu ia dapat mengetahui keluhan masyarakat, kebutuhan. Hal inilah yang ia pelajari dari ayahnya Sunan Kalijaga. Gaya-gaya atau cara berdakwah Sunan Kalijaga tidak ia hapus, ia hanya melakukan beberapa pembenahan yang sekiranya itu penting untuk hal yang harus diketahui, kenapa Sunan Muria lebih suka berdakwa pada kalangan bawah, tidak lain karena ia mengikuti jejak sang ayah. Pada ajaran Walisongo ada dua aliran yang memiliki karakter berbeda dalam berdakwah, antaraGolongan pertama, yaitu Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, Sunan Muria, Sunan Kudus, dan Sunan Gunung Jati. Golongan ini lebih terkesan moderat dalam menjalankan dakwahnya, lunak dan mereka memanfaatkan kebudayaan dan tradisi yang pernah kedua, yaitu Sunan Giri, Sunan Ampel dan Sunan Derajat. Golongan ini lebih kepada metode dakwah yang bersumber pada ajaran Al-Qur’an dan Sunnah, sebagaimana yang menjadi pedoman umat Islam pada pertama disebut sebagai aliran Tuban atau Abangan. Sedang golongan kedua disebut aliran Putihan atau Santri. Dalam prakteknya, golongan kedua, lebih suka mendekati kaum ningrat dan kaum hartawan. Akan tetapi golongan kedua, lebih suka mendekati rakyat dikenal sebagai pendakwah yang lues, Sunan Muria mempunya kesaktian yang luar biasa. Ini dibuktikan fisik kuat karena ia sering naik-turun Gunung Muria yang memiliki ketinggian 750 meter. Setiap hari ia mendaki dan turun untuk menyebarkan agama Islam kepada masyarakat sekitar. Andai fisiknya lemah, tentu ia tidak akan sampai bertahun-tahun bisa melakukan yang demikian. Sampai akhir hayatnya ia terus melakukan dakwahnya setiap hari. Bahkan, Sunan Muria dikenal sebagai soerang yang menjadi penengah ketika ada persoalan, utama ketika terjadi konflik internal di Kesultanan Demak, pada tahun 1518-1530. Seperti ayahnya, Sunan Kalijaga,ia terkenal pribadi yang mampu dalam memecahkan berbagai persoalan, betapapun hal itu sangat rumit. Solusinya dapat diterima oleh kelompok yang sedang dalih tersebut, Sunan Muria salah satu Wali Songo yang terkenal dengan Ia seorang yang pemberani. Ia seorang yang sakti mandraguna. Ia orang seorang yang berwibawa. Ia seorang yang pandai memecahkan masalah. Ia juga seorang yang banyak Sunan Gunung JatiSunan Gunung Jati Maulana Al-Syarif Hidayatullah, lahir sekitar tahun 1448 M. ibunya adalah Nyai Rara Santang, putri dari raja Pajajaran Raden Manah Rarasa. Sedangkan ayahnya adalah Sultan Syarif Abd Allah Maulana Huda, pembesar Mesir keturunan Bani Hasyim dari Palestina. Syarif Hidayatullah penyebar Islam terbesar di Jawa Barat. Dalam Babad Cirebon Naskah Klayan, banyak kisah tak masuk akal yang dikaitkan dengan Syarif Hidayatullah. Diantaranya adalah bahwa ia pernah mengalami perjalanan spiritual seperti Isra’ Mi’raj lalu bertemu Rasulullah SAW, bertemu Nabi Khidir, dan menerima wasiat Nabi Sulaeman. Kesemuanya ini hanya mengisyaratkan kekaguman masyarakat masa itu pada Sunan Gunung Hidayatullah mendalami ilmu agama sejak berusia 14 tahun dari para ulama Mesir. Ia sempat berkelana ke berbagai Negara. Menyusul berdirinya Kesultanan Bintoro Demak, dan atas restu kalangan ulama lain, ia mendirikan Kasultanan Cirebon yang juga dikenal sebagai Kasultanan Pakungwati. Dengan demikian, Syarif Hidayatullah adalah satu-satunya “wali songo” yang memimpin pemerintahan. Sunan Gunung jati memanfaatkan pengaruhnya sebagai putra Raja Pajajaran untuk menyebarkan Islam dari pesisir Cirebon ke pedalaman Pasundan atau Priangan. Dalam berdakwah, ia menganut kecenderungan Timur Tengah yang lugas. Namun ia juga mnedekati rakyat dengan membangun infrastruktur berupa jalan-jalan yang menghubungkan antar putranya, Maulana Hasanuddin, Syarif Hidayatullah juga melakukan ekspedisi ke Banten. Penguasa setempat, Pucuk Umum, menyerahkan sukarela penguasaan wilayah banten tersebut yang kemudian menjadi cikal bakal Kesultanan Banten. Pada usia 89 tahun, Sunan Gunung Jati mundur dari jabatannya untuk hanya menekuni dakwah. Kekuasaan itu diserahkannya kepada Pangeran Pasarean. Pada tahun 1568 M, Syarif Hidayatullah wafat dalam usia 120 tahun, di Cirebon dulu Carbon. Ia dimakamkan di daerah Gunung Sembung, Gunung Jati, sekitar 15 kilometer sebelum kota Cirebon dari arah Gunung Jati lahir sekitar 1450 dengan nama Syarif Hidayatullah. Ayahnya adalah Syarfi Abdullah bin Nur Alam bin Jamaluddin Akbar. Jamaluddin Akbar adalah seorang muballig besar dari Gujarat, India. Bagi kamu sufi, Jamaluddin Akbar dikenal sebagai Syekh Maulana Akbar. Dia merupakan keturunan Rasulullah SAW., melalui jalur keturunan Husain bin Ali. Mengenai ibundanya, bernama Nyai Rara silsilah Syarif Hidayatullah berdasarkan dari garis ayahnya, sebagai berikutKanjeng Nabi Muhammad Rosulullah SAW., Siti Fatimah istri Sayyidina Ali Sayid Khusein, Sayid Jaenal Abidin, Muhammad Bakir, Jafar Siddiq di Irak, Kasim Al-Kamil, Idris, Albakir, Akhmad, Baidillah, Muhammad, Alwi, Ali Gajam, Muhammad, Alwi di Mesir, Abdul Malik di India dari Hadramaut, Amir, Jalaluddin, Jamaluddin di Kamboja, Nurul Alim beristri putri Negara Mesir, Syarif Abdullah beristris Ratu Mas Rarasantang, Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung ibu Syarif Hidayatullah ialah Nyai Rara Santang yang kemudian diubah menjadi Syarifah Muda’im. Ia merupakan putri Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi yang memperistri Nyai Subang Larang. Ia merupakan adik Kian Santang dan Pangeran Walangsungsang yang mempunyai gelar Cakrabuwana atau Cakrabumi yang dikenal dengan Mbah Kuwu Cirebon Girang yang berguru pada Syekh Datuk Kahfi, muballigh yang berasal dari Baghdad yang nama aslinya adalah Idhadi Mahdi bin Ahmad. Silsilah dari ibunya sebagai berikutPrabhu Panji Kuda Lelean Maharaja Adimulya, Prabhu Ciung Wanara, Prabhu Dewi Purbasari, Prabhu Lingga Hiang, Prabhu Wastu Kancana, Prabhu Susuk Tunggal, Prabhu Banyak Larang, Prabhu Banyak Wangi, Prabhu Mundingkawati, Prabhu Anggalarang, Prabhu Siliwangi, Ratu Mas Rarasantang atau Syarifah Muda’im, Sunan Gunung Jati atau Syekh Syarif Sunan Gunung Jati begitu banyak, antara lain Syarif Hidayatullah dan Makhdum Gunung Jati, yang paling terkenal ialah dengan nama Falatehan atau Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah banyak yang menganggap mempunyai nama Fatahillah, padahal kenyataannya mereka beda orang. Mengenai Syarif Hidayatullah, ia merupakan salah satu cucu Raja Pajajaran yang ikut menyebarkan agama Islam di Jawa Barat, yang kemudian dikenal sebagai salah satu dari Sembilan wali yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Mengenai asal-usul Fatahillah, ialah pemuda yang dikirim Sultan Trenggana dari Pasai guna membantu Syarif Hidayatullah dalam memberantas Sunan Gunung Jati, karena ia meneruskan kiprah dari Syekh Datuk Kahfi dengan membangun Pesantren Gunung Jati. Lalu ia menikah dengan Nyi Pakungwati, putri dari Pangeran Cakrabuana yang tidak lain adalah pamannya sendiri yang bernama asli Pangeran Walangsungsang. Di tahun 1479, ia menyerahkan Negeri Caruban kepada Syarif Hidayatullah. Selain sebagai ponakannya sendiri, ia adalah menantunya sendiri. Roda-roda pemerintahan oleh Sunan Gunung Jati untuk menyebarkan agama Islam lebih luas lagi
Andayang ingin belajar ilmu spiritual kebatinan, mulai dari Ilmu Mata Batin, Ilmu Hikmah, Ilmu Laduni, Ilmu Khodam, Ilmu Mahabbah, Ilmu Asmak dan lain sebagainya Bapak Riyadi. Batam - Riau. VIDEO MBAK HIDAYAH. Amalan Mengembalikan Suami yang Minggat - Syarat dari keberhasilan adalah Yakin. Jika Anda tidak yakin[] 0 13 Desember
WALI SONGO – Kata-kata Wali Songo sudah biasa kita dengar dalam kehidupan masyarakat muslim di Indonesia. Julukan Wali Songo diberikan kepada 9 orang Wali yang berjasa besar dalam penyebaran ajaran agam Islam di Indonesia pada zaman dahulu. Wali Songo terdiri dari dua kata Wali dan Songo. Kata Wali artinya adalah wakil atau menurut agama Islam ada istilah waliyullah yang berarti wali Allah dan juga mempunyai makna sahabat Allah atau kekasih Allah. Sedangkan Songo artinya adalah sembilan. Sehingga secara bahasa Wali Songo berarti Sembilan Wali Allah. Sembilan orang yang termasuk ke dalam Wali Songo ini dijuluki sebagai Sunan. Sebenarnya terdapat banyak sekali Sunan yang telah berjasa menyebarkan ajaran Islam di Indonesia, namun hanya terdapat 9 Sunan Wali Songo yang terkenal di masyarakat Indonesia pada zaman sekarang. Para Wali Allah ini berdakwah di Nusantara dengan cara mengajak masyarakat untuk masuk ke dalam agama Islam dengan tanpa adanya paksaan. Selama berdakwah setiap Sunan memiliki wilayah dakwahnya masing-masing dan terdapat juga beberapa peninggalan yang menjadi bukti terhadap perannya dalam tersebarnya Islam di Negeri ini. 1. Sunan Gresik Maulana Malik Ibrahim Sunan Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik termasuk salah seorang Sunan dari 9 nama-nama Wali Songo. Menurut sejarah Wali Songo inti pokok perjuangan Sunan Gresik adalah untuk menghapuskan sistem kasta yang ada pada masyarakat. Karena hal itu tidak sesuai dengan ajaran agam islam yang menyatakan bahwa semua manusia itu sama di mata Allah SWT, yang membedakan hanyalah amal ibadahnya saja. Nama Asli Sunan Gresik Maulana Malik Ibrahim. Wilayah Dakwah Sunan Gresik Gresik, Jawa Timur. Peninggalan Sunan Gresik Masjid Malik Ibrahim di Leran, Gresik, Jawa Timur. Tahun Wafatnya 1419 masehi Makam Sunan Gresik Desa Gapura Wetan, Gresik. Berdasarkan catatan sejarah Wali Songo, Sunan Gresik merupakan keturunan Nabi Muhammad SAW ke 22. Beliau pertama kali memulai menyebarkan luaskan agama Islam di pulau Jawa di akhir era kekuasaan kerajaan Majapahit. Beliau menarik hati masyarakat pada saat itu dengan cara bertani dan menjadi pedagang. Sehingga bisa merangkul dan menolong rakyat jelata yang menjadi korban dari perang saudara sebagai dampak runtuhnya kerajaan Majapahit. Sehingga banyak rakyat jelata yang terbantu dan secara perlahan tertarik belajar Islam. Karena terus bertambahnya masyarakat yang berkeinginan mempelajari Islam dengan baik. Akhirnya Sunan Gresik mendirikan sebuah pondok pesantren di daerah Leran, Gresik, Jawa Timur. Di tempat itulah Sunan Gresik selama bertahun-tahun mengajarkan tentang ilmu agama Islam hingga akhir hayatnya. Asal Usul Sunan Gresik Ada yang menyebutkan bahwa beliau berasal dari Turki dan pernah mengembara di Gujarat sehingga beliau cukup berpengalaman menghadapi orang-orang Hindu di pulau Jawa. Gujarat adalah wilayah negara Hindia yang kebanyakan penduduknya beragama Hindu. Dahulu sebelum Syekh Maulana Malik Ibrahim datang ke Pulau Jawa. Sebenarnya sudah terdapat sebagian masyarakat yang memeluk agama islam di daerah sekitar pantai utara, termasuk di desa Leran. Hal itu dapat diketahui dengan adanya bukti berupa makam seorang wanita bernama Fatimah Binti Maimun yang meninggal pada tahun 1082 M atau tahun 475 Hijriah. Jadi dapat disimpulkan bahwa Islam sudah ada di pulau jawa sebelum jaman Wali Songo. Tepatnya di daerah sekitar Jepara dan Leren. Tetapi ajaran agam Islam yang ada pada saat itu masih belum berkembang secara luas. Sejarah Sunan Gresik Syekh Maulana Malik Ibrahim atau yang lebih dikenal oleh penduduk setempat dengan nama Kakek Bantal itu diprediksi pertama kali datang ke Gresik pada tahun 1404 M. Beliau berdakwah di Gresik hingga akhir wafatnya yaitu pada tahun 1419 M. Pada masa itu kerajaan yang berkuasa di Jawa Timur adalah Majapahit. Raja dan rakyat Majapahit sebagian besar masih beragama Hindu atau Budha. Namun terdapat juga beberapa rakyat Gresik yang beragam Islam, tetapi masih banyak yang beragama Hindu atau bahkan tidak memiliki agama. Pada makamnya terdapat sebuah tulisan yang berbunyi Inilah makam Almarhum Almaghfur, yang mengharap rahmat Tuhan, kebanggaan para pangeran, para Sultan dan para Menteri, penolong para Fakir dan Miskin, yang berbahagia lagi syahid, cemerlangnya simbol negara dan agama, Malik Ibrahim yang terkenal dengan Kakek Bantal. Allah meliputinya dengan RahmatNya dan KeridhaanNya, dan dimasukkan ke dalam Surga. Telah Wafat pada hari Senin 12 Rabiul Awal tahun 822 H. Selama berdakwah menyebarkan agama islam kakek bantal memakai cara yang bijaksana dan strategi yang tepat sesuai dengan tuntunan Al Quran yaitu “Hendaklah engkau ajak ke jalan Tuhan-Mu dengan hikmah kebijaksanaan dan dengan petunjuk-petunjuk yang baik serta ajaklah mereka berdialog bertukar pikiran dengan cara yang sebaik-baiknya QS. An Nahl ; 125” Sifatnya yang lemah lembut, ramah tamah, dan welas asih kepada semua, baik orang muslim maupun non muslim menjadikan beliau terkenal sebagai tokoh masyarakat yang disegani. Berkat akhlaknya yang sehingga menarik hati masyarakat untuk berbondong-bondong masuk Islam secara suka rela dan menjadi pengikutnya yang setia. 2. Sunan Ampel Sunan Ampel termasuk salah seorang Sunan dalam 9 nama-nama Sunan Walisongo. Menurut sejarah Walisongo inti sari dari ajaran Sunan Ampel yang terkenal pada saat itu yaitu “Moh Limo“. Moh Limo merupakan bahasa jawa yang mempunyai makna Moh artinya tidak atau menolak, dan Limo memiliki arti lima. Maksudnya adalah pada inti ajaran beliau terdapat makna “Untuk menolak dan tidak mengerjakan lima perkara. Kelima perkara itu adalah Moh Main Tidak Berjudi, Moh Ngombe Tidak Minum Alkohol, Moh Maling Tidak Mencuri, Moh Madat Tidak Menghisap Narkoba, Moh Madon Tidak Berzina. Nama Asli Sunan Ampel Raden Rahmat. Wilayah Dakwah Sunan Ampel Surabaya. Peninggalan Sunan Ampel Masjid Ampel di Ampel Denta, Surabaya. Tahun Wafatnya 1481 M. Makam Sunan Ampel Sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya. Menurut sejarah Sunan Ampel merupakan anak dari pasangan Sunan Gresik dan Dewi Condro Wulan. Beliau menyebarkan agama Islam di kalangan masyarakat di daerah pedesaan Ampel Denta di Surabaya. Di tempat itu Beliau mendirikan pondok pesantren untuk masyarakat yang hendak belajar dan mendalami ajaran agama Islam. 3. Sunan Bonang Sunan Bonang merupakan salah seorang Sunan yang termasuk dalam 9 nama-nama Sunan Wali Songo. Dalam sejarah Wali Songo, Sunan Bonang merupakan salah satu tokoh Wali Songo yang dalam ajarannya beliau menyampaikan “Jangan bertanya, Jangan memuja nabi dan wali-wali, jangan mengaku Tuhan. Jangan mengira tidak ada padahal ada, sebaiknya diam, jangan sampai di goncang kebingungan. Nama Asli Sunan Bonang Maulana Makdum Ibrahim. Wilayah Dakwah Sunan Bonang Tuban, Jawa Timur. Peninggalan Sunan Bonang Alat musik tradisional gamelan yang berisi bonang, bende dan kenong. Juga perkenalkan gapura yang berarsitektur tema islam. Tahun Wafatnya 1525 M. Makam Sunan Bonang Tuban, Jawa Timur. Menurut sejarah Wali Songo Sunan Bonang yang memiliki nama asli Maulana Makdum Ibrahim adalah putra dari pasangan Sunan Ampel dan Dewi Condrowati. Sesudahtelah ayahnya Sunan Ampel wafat Sunan Bonang mengambil keputusan untuk belajar agama di Malaka yang berada di wilayah Samudra Pasai. Di tempat itu Sunan Bonang berguru dan belajar dari Sunan Giri yang memiliki ilmu khusus dalam tata cara dakwah mengajarkan agama Islam yang dapat membuat banyak masyarakat tertarik hatinya. Kemudian sesudah selesai menimba ilmu di sana Beliau kembali lagi ke Tuban. Sesampainya di Tuban Sunan Bonang mendirikan sebuah pondok pesantren di tanah kelahiran ibunya tersebut. Karena karakteristik masyarakat Tuban yang sangat menyukai hiburan. Maka dari itu Sunan Bonang pun mempunyai ide untuk membuat alat musik gamelan untuk menarik minat masyarakat Tuban. Agar banyak masyarakat yang tertarik untuk belajar agama Islam. Sehingga di saat Sunan Bonang mengadakan pertunjukan gamelan, di sela-selanya ia melakukan dakwah. 4. Sunan Drajat Sunan Drajat merupakan salah seorang Sunan yang termasuk dalam 9 nama-nama Sunan Wali Songo. Menurut sejarah Walisongo ajaran yang sering disampaikan oleh Sunan Drajat adalah kepada murid-muridnya adalah “Suluk Petuah”. Di dalamnya terdapat beberapa buah pesan yang bisa ditanamkan di dalam diri setiap manusia. Nama Asli Sunan Drajat Raden Qosim Wilayah Dakwah Sunan Drajat Desa Jelog, Pesisir Banjarwati, Lamongan. Peninggalan Sunan Drajat Gamelan singa mangkok. Tahun Wafatnya 1522 M. Makam Sunan Drajat Paciran, Lamongan. Berdasarkan sejarah Wali Songo, Sunan Drajat merupakan saudara seibu dengan Sunan Bonang. Setelah ayahnya meninggal, Beliau belajar dan berguru tentang ilmu agama Islam dari Sunan Muria. Kemudian Beliau kembali lagi ke Desa Jelog, Pesisir Banjarwati, Lamongan. Adapun beberapa kutipan perkataan yang terdapat pada suluk petuah adalah sebagai berikut Wenehono teken wong kang wuto artinya berilah tongkat kepada orang yang buta. Wenehono mangan marang wong kan luwe artinya berilah makan kepada orang yang kelaparan. Wenehono busono marang wong kang wudo artinya berilah pakaian kepada orang yang telanjang. Wenehono ngiyup marang wong kang kudanan artinya berilah tempat untuk berteduh pada orang yang kehujanan. Setelah Beliau tiba di Lamongan, Beliau menyampaikan pelajaran apa yang sudah didapatkan dari dari Sunan Muria kepada masyarakat Lamongan. Semakin hari muridnya semakin banyak, hingga pada akhirnya Sunan Drajat memutuskan mendirikan pondok pesantren yang berada di Daleman Duwur, Desa Drajat, Paciran Lamongan. 5. Sunan Kalijaga Sunan Kalijaga termasuk salah seorang Sunan dalam 9 nama-nama Sunan Wali Songo. Menurut sejarah Wali Songo Sunan Kalijaga merupakan salah seorang Wali yang mengajarkan agama Islam secara dengan bertahap. Caranya adalah dengan menanamkan nilai-nilai agama dalam budaya dan ideologi rakyat sekitar. Hal ini dilakukan karena Beliau memiliki keyakinan bahwa jika agama Islam sudah dikenali dan dimengerti oleh masyarakat, maka perilaku buruk manusia akan hilang dengan sendirinya. Nama Asli Sunan Kalijaga Raden Said. Wilayah Dakwah Sunan Kalijaga Demak dan daerah sekitarnya. Peninggalan Sunan Kalijaga Seni ukir, wayang, gamelan dan suluk. Tahun Wafatnya Sunan 1513 M. Makam Sunan Kalijaga Desa Kadilangu, Demak Bintara, Jawa Tengah. Berdasarkan sejarah Wali Songo, Sunan Kalijaga adalah orang pribumi asli yang lahir di Tuban, Jawa Timur. Sunan Kalijaga adalah anak laki-laki dari Arya Wilatikta yang merupakan seorang tokoh pemberontak pimpinan Ronggolawe pada masa kerajaan Majapahit. Julukan Kalijaga sendiri yang disematkan kepada beliau berdasarkan sejumlah pendapat diambil dari nama sebuah dusun di Cirebon. Dusun tersebut memiliki nama Kalijaga, sebab zaman dulu berdasarkan cerita sejarah Sunan Kalijaga memiliki hubungan dekat dengan Sunan Gunung Jati. 6. Sunan Kudus Sunan Kudus termasuk salah seorang Sunan dalam 9 nama-nama Wali Songo. Berdasarkan sejarah Sunan Kudus merupakan seorang Wali yang mewariskan budaya toleransi antar umat beragama. Sebagai contoh adalah umat Islam diajarkan untuk menyembelih kerbau pada saat hari raya Idul Adha untuk menghormati masyarakat Hindu di Kudus. Nama Asli Sunan Kudus Ja’far Shadiq Wilayah Dakwah Sunan Kudus Kudus, Jawa Tengah Peninggalan Sunan Kudus Masjid Menara Kudus Tahun Wafatnya 1550 M Makam Sunan Kudus Kudus, Jawa Tengah Menurut catatan sejarah Sunan Kudus adalah cucu dari Sunan Ampel dan Dewi Condrowati dari anaknya yang bernama Syarifah. Hal ini berarti Beliau merupakan keponakan dari Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Julukan Sunan Kudus yang diberikan kepadanya berasal dari nama tempat Beliau belajar yaitu Al-Quds. Sejarah Singkat Sunan Kudus Selain menimba ilmu agam Islam di Al-Quds, Yerusalem, Palestina, Beliau juga belajar agam islam dari kedua pamannya Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Selam belajar di Yerusalem, Sunan Kudus banyak mendapat pelajaran mengenai ilmu agama dan ilmu pengetahuan dari para ulama Arab. Seusai menuntaskan belajar di Yerusalem, Beliau kembali ke Nusantara dan memulai merintis sebuah pondok pesantren. Di pondok pesantren itu Sunan Kudus mengajarkan ilmu-ilmu agama Islam dan berdakwah untuk mengajak masyarakat setempat agar beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. Ilmu yang didapatkan ketika menuntut ilmu di Jawa dan Timur Tengah dangatlah banyak. Berkat keluasan ilmu pengetahuan dan ilmu agama yang dimiliki oleh Sunan Kudus, akhirnya masyarakat setempat meminta agar beliau menjadi pimpinan daerah Kudus. Sunan Kudus pun mengambil tawaran tersebut, karena menilai bahwa ini dapat menjadi salah satu kesempatan untuk menyebarkan ajaran agama Islam lebih luas lagi. Ditambah Beliau jadi memiliki kesempatan untuk mengajarkan agama Islam di kalangan pejabat, priyai, dan bangsawan-bangsawan pada kerajaan Jawa. Beliau juga mendapat gelar Wali Al-ilmi yang berarti orang yang berilmu karena keluasan ilmu yang dimiliki oleh Sunan Kudus. Ketika berdakwah di masyarakat, Beliau juga menggunakan cara dakwah dengan menyelipkaan ajaran agama Islam pada kebiasaan atau budaya rakyat setempat. 7. Sunan Muria Sunan Muria termasuk salah seorang Sunan dalam 9 nama-nama Sunan Wali Songo. Berdasarkan sejarah Wali Songo, Sunan Muria adalah salah satu tokoh Wali Songo yang memiliki metode pembelajaran agam Islam yang terkenal. Metode pengajaran Beliau adalah menggunakan tembang sinom dan kinanti dalam menyampaikan ajaran Islam Selain itu Sunan Muria juga mewariskan sebuah budaya bernama kenduri. Budaya Kenduri ini merupakan sebuah budaya untuk mendoakan orang yang sudah meninggal sesudah dimakamkan. Di dalam kenduri ini terdapat istilah nelung dinani artinya 3 hari, mitung dinani artinya 7 hari, matang puluhi artinya 40 hari, nyatus artinya 100 hari, mendak pisan, mendak pindo, nyewu artinya 1000 hari. Nama Asli Sunan Muria Raden Umar Said. Wilayah Dakwah Sunan Muria Kudus dan Pati. Peninggalan Sunan Muria Masjid Muria. Tahun Wafatnya 1551 M. Makam Sunan Muria Kudus, Jawa Tengah. Sunan Muria merupakan putra dari Sunan Kalijaga dan Istrinya yang bernama Saroh, adik kandung dari Sunan Giri. Dalam berdakwah di masyarakat Beliau menggunakan cara syiar dengan menyisipkan nilai-nilai Islam kedalam budaya dan dan kesenian masyarakat setempat. Sunan Muria lebih akrab dan suka berdakwah kepada rakyat jelata karena memiliki jumlahnya paling banyak dan mereka juga mudah menerima ilmu-ilmu baru. Selain menyampaikan ajaran agama islam, semasa hidupnya Beliau juga bertani, berdagang, dan melaut. 8. Sunan Gunung Jati Sunan Gunung Jati termasuk salah seorang Sunan dalam 9 nama-nama Sunan Wali Songo. Berdasarkan sejarah Wali Songo, Sunan Gunung Jati merupakan salah seorang tokoh Walisongo yang populer akan pesan wasiatnya. Pesan wasiat itu berbunyi “Sugih bli rerawat, mlarat bli gegulat” maknanya menjadi kaya bukan untuk diri sendiri, menjadi miskin bukan untuk menjadi beban orang lain. Nama Asli Sunan Gunung jati Syarif Hidayatullah. Wilayah Dakwah Sunan Gunung Jati Cirebon, Banten dan Demak. Peninggalan Sunan Gunung Jati Masjid merah Panjunan, Kumangang Pintu, dan Kereta untuk berdakwah. Tahun Wafatnya 1568 M. Makam Sunan Gunung Jati Desa Astana, Kecamatan Gunung Jati, Cirebon Jawa Barat. Sunan Gunung Jati merupakan seorang Wali keturunan bangsawan dari Timur Tengah yang bernama Sultan Syarif Abdullah Maulana. Ayah Sunan Gunung Jati adalah keturunan dari Bani Hasyim yang berasal dari Palestina dan jadi pembesar di Negara Mesir. Sunan Gunung Jati semasa hidupnya menyampaikan ajaran Islam di wilayah sekitar daerah Cirebon, Jawa Barat. Di sana Beliau juga membangun sebuah pondok pesantren untuk mengajarkan ilmu agama Islam kepada masyarakat yang tinggal di Cirebon. 9. Sunan Giri Sunan Giri merupakan salah seorang Sunan yang termasuk dalam 9 nama-nama Sunan Wali Songo. Berdasarkan sejarah Wali Songo, Sunan Giri adalah seorang Wali yang populer akan cara penyampaian dakwah yang ceria kepada masyarakat. Dalam penyampaian dakwah, Sunan Giri juga menyelipkannya ke dalam hiburan lagu permainan contohnya cublak-cublak suweng, jamuran, dan lir ilir. Nama Asli Sunan Giri Muhammad Ainul Yakin. Daerah Penyebaran Islam Sunan Giri Gresik, Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku. Peninggalan Sunan Giri Tembang Pucung, Tembang Asmarandana, Masjid Giri, Giri Kedaton dan Telogo Pegat. Tahun Wafat Sunan Giri 1506 M Makam Sunan Giri Kebomas, Gresik, Jawa Timur. Sunan Giri merupakan putra keturunan dari ulama Islam yang sedang melakukan syiar Islam di daerah Pasai, Malaka. Namun karena pada saat itu timbul sebuah konflik, sehingga ayah Sunan Giri menitipkan Sunan Giri pada seorang nelayan supaya dibawa pergi ke Jawa. Demikian artikel mengenai Wali Songo beserta nama-nama asli Wali Songo. Semoga tulisan ini dapa bermanfaat dan membantu Anda dalam mempelajari sejarah Wali Songo dalam menyebarkan luaskan ajaran agama Islam di Indonesia. Salam.
Dalambeberapa sumber sejarah tradisional, Syekh Maulana Malik Ibrahim disebut sebagai anggota Wali Songo, tokoh sentral penyebar agama Islam di Pulau Jawa. Sejarawan G.W.J. Drewes menegaskan, Maulana Malik Ibrahim adalah tokoh yang pertama-tama dipandang sebagai wali di antara para wali. 2 .:: Sejarah Wali Songo.
The attachment of spiritualism to pesantren is nothing new in the world of pesantren but the phenomenon of labeling of “spiritual pesantren” by the founder is something new. One of the pesantren explicitly using the term “spiritual” is Dzikrussyifa’ Asma’ Berojomusti spiritual pesantren. This study examines why Dzikrussyifa’ is named a spiritual pesantren while the term pesantren has contained the values of spirituality. Through qualitative method it is found that the foundation of Dzikrussyifa’ pesantren aims to fill, respond a space that has not been optimally filled by other pesantren. The founder would like to offer the paradigm of a pesantren oriented to “spirituality” referring to the Walisongo pesantren. Dzikrussyifa’ pesantren is the concrete understanding of the meaning of spirituality influenced by Islamic Sufism and Walisongo Sufism. The spirituality meaning is actualized in all activities in the pesantren from its objective, students, lecturers and subjects. It is concluded that the meaning of spirituality is close to the understanding of the term Sufism or the more practical aspect of Sufism namely tarekat. Its meaning of spiritualism is influenced by Sunni tasawuf. Dzikrussyifa’ pesantren takes the path of populist spirituality or tarekat rakyat to fill the model of tasawuf considered non-optimum AbstrakSpiritual dijadikan predikat oleh sebuah pesantren bukan hal barudalam dunia ke pesantrenan. Tetapi terdapat fenomena pesantren yang diberi label oleh pendirinya dengan sebutan “pesantren spiritual”. Salah satu pesantren yang secara eksplisit menggunakan kata “spiritual” adalah Pesantren Spiritual Dzikrussyifa’ Asma’ Berojomusti. Mengapa Pesantren Dzikrussyifa’ diberi predikat “spiritual”, bukankah dalam istilah pesantren sendiri mengandung nilai-nilai spiritualitas. Melalui metode kualitatif ditemukan bahwa pendirian pesantren Dzikrussyifa’ adalah untuk mengisi, merespon, menanggapi sebuah ruang yang belum maksimal diperankan oleh pesantren-pesantren lainnya. Pendiri Pesantren Dzikrussyifa’ ingin menawarkan sebuah paradigma pesantren yang berorientasi “spiritual” dengan pijakan ala pesantren Wali Songo. Eksistensi Pesantren Dzikrussyifa’ adalah hasil konkret yang dipengaruhi dari pemaknaan sang pendiri terhadap arti spiritualitas yang dipengaruhi oleh para sufi dunia Islam dan sufistik ala Wali Songo. Pemaknaan spiritualitas tersebut diwujudkan dalam seluruh bentuk aktivitas di pesantren. Disimpulkan bahwa pemaknaannya terhadap spiritualitas lebih dekat kepada pemahaman istilah sufisme tasawuf atau dengan aspek yang lebih praktis dari tasawuf, yakni tarekat. Pemaknaannya terhadap spiritualitas dipengaruhi oleh tasawuf Sunni. Pesantren Dzikrussyifa’ mengambil jalan “spiritual kerakyatan” atau “tarekat rakyat” dalam rangka mengisi model tasawuf yang terasa kurang daya dorongnya. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 96EDUKASI Jurnal Penelian Pendidikan Agama dan KeagamaanSPIRITUALITAS DAN PESANTREN SPIRITUAL DZIKRUSSYIFA ASMA BEROJOMUSTI LAMONGANSPIRITUALITY AND DZIKRUSSYIFA ASMA BEROJOMUSTI LAMONGAN SPIRITUAL PESANTRENHusen Hasan BasriPuslitbang Pendidikan Agama dan KeagamaanBadan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RIJl. MH Thamrin No. 06 Jakarta Pusat, Email hhasanbasri diterima 27 Februari 2015. Revisi pertama, 14 Maret 2015. Revisi kedua, 19 Maret 2015 dan revisi terahir 3 April 2015AbstractThe attachment of spiritualism to pesantren is nothing new in the world of pesantren but the phe-nomenon of labeling of “spiritual pesantren” by the founder is something new. One of the pesantren explicitly using the term “spiritual” is Dzikrussyifa’ Asma’ Berojomusti spiritual pesantren. This study examines why Dzikrussyifa’ is named a spiritual pesantren while the term pesantren has contained the values of spirituality. Through qualitative method it is found that the foundation of Dzikru-ssyifa’ pesantren aims to ll, respond a space that has not been optimally lled by other pesantren. The founder would like to oer the paradigm of a pesantren oriented to “spirituality” referring to the Walisongo pesantren. Dzikrussyifa’ pesantren is the concrete understanding of the meaning of spir-ituality inuenced by Islamic Susm and Walison-go Susm. The spirituality meaning is actualized in all activities in the pesantren from its objective, students, lecturers and subjects. It is concluded that the meaning of spirituality is close to the under-standing of the term Susm or the more practical aspect of Susm namely tarekat. Its meaning of spiritualism is inuenced by Sunni tasawuf. Dzikru-ssyifa’ pesantren takes the path of populist spiritu-ality or tarekat rakyat to ll the model of tasawuf considered Words Spirituality, Tasawuf, Spiritual Pesan-trenAbstrakSpiritual dijadikan predikat oleh sebuah pe-santren bukan hal baru dalam dunia ke pesant-renan. Tetapi terdapat fenomena pesantren yang diberi label oleh pendirinya dengan sebutan “pe-santren spiritual”. Salah satu pesantren yang secara eksplisit menggunakan kata “spiritual” adalah Pesantren Spiritual Dzikrussyifa’ Asma’ Berojomusti. Mengapa Pesantren Dzikrussyifa’ diberi predikat “spiritual”, bukankah dalam is-tilah pesantren sendiri mengandung nilai-nilai spiritualitas. Melalui metode kualitatif ditemukan bahwa pendirian pesantren Dzikrussyifa’ adalah untuk mengisi, merespon, menanggapi sebuah ruang yang belum maksimal diperankan oleh pe-santren-pesantren lainnya. Pendiri Pesantren Dz-ikrussyifa’ ingin menawarkan sebuah paradigma pesantren yang berorientasi “spiritual” dengan pi-jakan ala pesantren Wali Songo. Eksistensi Pesant-ren Dzikrussyifa’ adalah hasil konkret yang dipen-garuhi dari pemaknaan sang pendiri terhadap arti spiritualitas yang dipengaruhi oleh para su dun-ia Islam dan sustik ala Wali Songo. Pemaknaan spiritualitas tersebut diwujudkan dalam seluruh bentuk aktivitas di pesantren. Disimpulkan bahwa pemaknaannya terhadap spiritualitas lebih dekat kepada pemahaman istilah susme tasawuf atau dengan aspek yang lebih praktis dari tasawuf, yak-ni tarekat. Pemaknaannya terhadap spiritualitas dipengaruhi oleh tasawuf Sunni. Pesantren Dz-ikrussyifa’ mengambil jalan “spiritual kerakyatan” atau “tarekat rakyat” dalam rangka mengisi model tasawuf yang terasa kurang daya dorongnya. Kata Kunci Spiritualitas, Tasawuf, Pesantren SpiritualEDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 96 25-Nov-15 55042 AM 97Volume 13, Nomor 1, April 2015SPIRITUALITAS DAN PESANTREN SPIRITUAL DZIKRUSSYIFA ASMA BEROJOMUSTI LAMONGANPENDAHULUANKemunculan fenomena pesantren yang diberi label oleh pendirinya dengan sebutan “pesantren spiritual” mengingatkan kembali kepada model Wali Songo dalam penyebaran dan penanaman ajaran Islam di Jawa melalui pendekatan tasawuf 1 dan “pesantren”. Perpaduan antara pendekatan tasawuf dan “pesantren” kemudian menjadi—meminjam istilah Lombard—jaringan-jaringan Islam yang agraris dari unsur-unsur penggerak dalam Islam Sebenarnya spiritual dijadikan predikat oleh pesantren bukan hal baru dalam dunia ke pesantrenan. Menurut Muhammad Tholhah Hasan, pesantren sejak masa Wali Songo pada abad 15 M sampai sekarang diwarnai oleh aktivitas spiritual ruhiyah baik yang dipraktikkan oleh peminat khusus khawas dari para anggota tarekat maupun yang dipraktikkan oleh kalangan umum awam dari para santri dengan kegiatan praktis sehari-hari seperti zikir, puasa sunah, wirid, hidup zuhud, berlaku sopan, menghormati guru, sabar, istikamah, dan 1 John. 1961. “Susm as a category in Indonesian Literature and History”, dalam JSEAH, 2. Lihat juga Ricklefs. 2012. Mengislamkan Jawa Sejarah Islamisasi di Jawa dan Penentangnya dari 1930 sampai Sekarang. Jakarta PT Serambi Ilmu Semesta. 2 Selain jaringan-jaringan Islam agraris, unsur-unsur penggerak dalam Islam Jawa adalah orang laut dan kalangan-kalangan “borjuis” pengusaha. Lihat Denis Lombard. 2005. Nusa Jawa Silang Budaya, Bagian II Jaringan Asia. Jakarta Gramedia Pustaka Utama, h. 84-148. 3 Dikutip dari transkrip paparan Muhammad Tholhah Hasan yang berjudul “Pesantren dan Sikap Inklusivisme Neosusme” yang disampaikan dalam acara Halaqoh Ulama dengan tema Pesantren Sebagai Pusat Peradaban Islam yang dilaksanakan oleh Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan di Bogor, 13-14 Desember 2010 Membicarakan spiritualitas di pesan-tren sebenarnya tidak lain membahas hubungan pesantren dan tasawuf, karena tasawuf sendiri merupakan kelembagaan spiritualitas Islam. Namun dalam tradisi pesantren istilah tasawuf dipakai dalam kaitan aspek intelektual, sedangkan aspek-aspeknya yang bersifat etis dan praktis diistilahkan dengan sebutan Tidak banyak pesantren yang menjadi pusat gerakan tarekat dan yang mengkhususkan diri dalam bidang tasawuf sebagai objek pengajarannya. Bruinessen menyebutkan sekitar tahun 1970 terdapat empat pusat tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah yang penting di pulau Jawa Rejoso Jombang dengan Kiai Musta’in Romly, Mranggen dengan Kiai Muslikh, Suryalaya Tasikmalaya dengan A. Shohibulwafa Tajul Arin Abah Anom, dan Pagentongan Bogor dengan Kiai Thohir Falak. 5 Pesantren-pesantren yang menjadi pusat gerakan tarekat yang memiliki jalur ke tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah di antaranya Pesantren Al-Fithrah Kedinding Kenjeran Surabaya pimpinan KH Asrori Al-Ishaqi wafat 18 Agustus 2009. Syekh Usman Al-Ishaqi, ayah KH Asrori, adalah salah satu murid KH Romli Tamim, ayah KH Musta’in Romli, Rejoso Jombang, dan Pesantren Suryalaya Tasikmalaya pimpinan 4 Zamakhsari Dhoer. 1982. Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kiai. Jakarta LP3ES, h. 135 5 Martin Van Bruinessen. 1999. Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat Tradisi-Tradisi Islam di Indonesia. Bandung Mizan, h. 21. Rejoso, Mranggen, Suryalaya, Pagentongan adalah nama-nama pesantren yang dipimpin oleh kiai-kiai tersebut, dan merupakan karakteristik pesantren salayah atau tradisional yang menamakan pesantrennya dengan nama daerah dimana pesantren-pesantren itu berada. EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 97 25-Nov-15 55042 AM 98EDUKASI Jurnal Penelian Pendidikan Agama dan KeagamaanHUSEN HASAN BASRIAbah Anom. Pesantren ini sering dikenal oleh publik sebagai pusat pengobatan bagi pecandu Sepeninggal Abah Anom September 2011, sesepuh pesan-tren diteruskan oleh KH. Zaenal Abidin Anwar sekaligus pengemban amanah untuk memimpin tarekat Qadiriyah wa satu pesantren—bisa juga satu-satunya—yang secara eksplisit menggunakan kata “spiritual” adalah Pesantren Spiri-tual Dzikrussyifa’ Asma’ Berojomusti selanjutnya ditulis Pesantren Dzikrussyifa’. Pesantren yang dipelopori dan sekaligus dipimpin oleh Kiai Muhammad Muzakkin merupakan kebutuhan masyarakat orang yang sakit jiwa dan pecandu narkoba yang menginginkan pengobatan dengan cara spiritual. Pesantren yang didirikan pada 5 Januari 2000 terletak di dusun Sekanor desa Sendangagung kecamatan Paciran Lamongan. Jika Pesantren Suryalaya dan pesantren-pesantren lainnya yang menjadikan tarekat sebagai pusat pengajaran tidak secara eksplisit menggunakan kalimat “spiritual” dalam nama pesantrennya, meskipun S. Soebardi menyebut pesantren Suryalaya dengan sebutan “pesantren tarekat Surya-laya”,7 maka Pesantren Dzikrussyifa’ me-nam bah kata “spiritual”, bahkan dalam papan nama dan logo surah ditambah frase “khusus rehabilitasi sakit jiwa dan pe-candu narkoba”. Frase ini mungkin untuk mengaitkan dengan kata “Dzikrussyifa” 6 Nurcholis Madjid. 1974. “Tasawuf dan Pesantren”, dalam Dawam Rahardjo ed, Pesantren dan Pembaharuan. Jakarta LP3ES, h. 105. 7 S. Soebardi. 1978. “The Pesantren Tarikat of Suralaya”, dalam ed, SPECTRUM. Jakarta Dian Rakyat. yang memiliki arti ingat dan obat. Kalimat “Asma’ Berojomusti” sendiri mengesankan adanya term Jawa yang dikaitkan dengan ilmu kebatinan atau kekebalan. Ada harapan dari pimpinan untuk menjadikan Pesantren Dzikrussyifa’ sebagai barometer kegiatan keagamaan yang bersifat pendidikan supranatural di kawasan Pantai Utara Jawa Pantura. Mungkin harapan dari pimpinan inilah yang membuat kalangan media menyebut Pesantren Dzikrussyifa’ sebagai Pesantren Jin”.8 Meskipun dibantah oleh pihak pengasuhnya, salah satu pesantren yang oleh media sering dikaitkan dengan “jin” dalam pembangunannya ada-lah Pesantren Salayah Bihaaru Bahri Asali Fadlaailir Rahmah Turen Malang Jawa Timur. Pesantren ini oleh masyarakat disebut Masjid Pesantren Dzikrussyifa’ diberi predikat “spiritual”, bukankah dalam istilah pesantren sendiri mengandung nilai-nilai spiritualitas. Memang pesantren itu memiliki potensi spiritual baca-tasawuf untuk memberikan perbaikan moral dan 8 Beberapa media online memberikan judul beritanya tentang Pesantren Dzikrussyifa’ sebagai berikut. Minggu, 13 April 2014 dengan judul “Puluhan Caleg Stres Terapi di Pondok Pesantren Jin di Lamongan”; Merdeka. com, Sabtu, 3 Mei 2014 dengan judul “Mengintip pesantren Jin’ di Lamongan Yang Obati 58 Caleg Stres”; Senin 14 April 2014 dengan judul “Kiai Muzakkin Gunakan Jin Obati Caleg Stres”; Rabu, 26 Agustus 2009 dengan judul “Wah, Ada Pengajian Khusus Bangsa Jin di Lamongan”; Minggu, 27 September 2009 dengan judul “Jin dari Mesir pun Nyantri di Lamongan”; Senin, 7 September 2014 dengan judul “Ramadan, Giliran Jin Diasuh di Ponpes Berojomusti”; Rabu, 9 Desember 2009 dengan judul “Seribu Jin Amankan Hari Antikorupsi”. 9 V13_n1_2015 A4 isi 98 25-Nov-15 55042 AM 99Volume 13, Nomor 1, April 2015SPIRITUALITAS DAN PESANTREN SPIRITUAL DZIKRUSSYIFA ASMA BEROJOMUSTI LAMONGANkarakter, namun sebagaimana diungkap oleh Hasan bahwa di pesantren daya tahan tasawuf lebih dominan dari pada daya dorongnya. Pendirian Pesantren Dzikrussyifa’ untuk mengisi, merespons, menanggapi sebuah ruang yang belum maksimal diperankan oleh pesantren-pe-santren lainnya. Pendiri Pesantren Dzikrus-syifa’ ingin menawarkan sebuah paradigma pesantren yang berorientasi “spiritual” dengan pijakan ala pesantren Wali Songo. Eksistensi Pesantren Dzikrussyifa’ adalah hasil konkret yang dipengaruhi dari pemaknaan sang pendiri terhadap arti spiri-tualitas. Sebenarnya, seperti apakah Pesantren Dzikrussyifa’? Apa makna spiritual yang melekat dalam nama Pesantren Dzikrus-syifa’? Sejauh mana pemaknaan label spiritual itu memengaruhi proses kegiatan di Pesantren Dzikrussyifa? Karena itu, diperlukan sebuah penelitian empirik agar dapat memberikan gambaran tentang eksis-tensi Pesantren Dzikrussyifa’ yang memberi label “spiritual” itu relasinya dengan gerakan spiritualitas Islam tasawuf di masa lalu. Dari latar belakang masalah tersebut, ada dua fokus masalah penelitian ber-kaitan dengan fenomena Pesantren Dzikrus-syifa’ yang ingin dijawab dalam pene litian ini, yaitu pertama, apa makna spiri tualitas menurut pimpinan Pesantren Dzikurus-syifa’? dan apakah terdapat satu model spiritual yang memengaruhi pemaknaan spiritualitas tersebut? dan kedua, sejauh mana pemaknaan spiritualitas tersebut meme ngaruhi aktivitas Pesantren Dzikrus-syifa’?.Penelitian ini bertujuan untuk men-deskripsikan pertama, makna spiritualitas menurut pimpinan Pesantren Dzikrussyifa’ dan model spiritual yang memengaruhi pemaknaan spiritualitas, dan kedua, penga-ruh pemaknaan spiritualitas terhadap aktivitas Pesantren Dzikrussyifa’.Penelitian ini diharapkan dapat meleng-kapi studi tentang hubungan pesantren dan potensi tasawuf. Penelitian ini diharapkan dapat digali spiritual ala pesantren dalam pengembangan pendidikan karakter dan pendidikan akhlak yang saat ini menjadi isu yang hangat diperbincangkan. Melalui penelitian ini juga diharapkan dapat diper-oleh bahan pemikiran untuk menjadi pijakan dalam pengembangan pesantren. Kerangka Konseptual Spiritualitas telah menjadi tema me narik di saat hidup dan kehidupan mengalami perkembangan yang sangat cepat. Istilah spiritualitas mengandung beberapa pengertian baik secara keba-hasaan maupun secara terminologi. Secara kebahasaan perkataan spiritualitas ber-asal dari perkataan spirit yang berarti roh, jiwa, semangat atau keagamaan. Jadi, spiri-tualitas secara kebahasaan bisa diartikan sebagai segala aspek yang berkenaan dengan jiwa, semangat, dan keagamaan yang memengaruhi kualitas hidup dan kehidupan seseorang. Dalam Encyclopedia Americana disebutkan bahwa istilah spi-ritualitas atau spiritualism kadang-kadang digunakan dengan mengacu kepada se-buah aliran lsafat manusia, lawan dari aliran materialism. Kadang-kadang, istilah spiritualism digunakan untuk menunjuk sebuah sekte agama atau kelompok umat beragama dari kalangan Kristen yang EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 99 25-Nov-15 55042 AM 100EDUKASI Jurnal Penelian Pendidikan Agama dan KeagamaanHUSEN HASAN BASRImenekankan doktrin bahwa ruh orang yang sudah mati masih hidup sebagai seorang pribadi yang dapat berkomunikasi dengan orang yang masih hidup melalui seorang yang dikenal sebagai medium. Istilah Spiritualitas adalah dimensi batin esoteric dimension atau jiwa agama dalam kehidupan manusia. Spiritual Islam disebut tasawuf, di barat orang menyebutnya Islamic Mysticsm atau susm. 10 Tasawuf sebenarnya sudah berkembang pada zaman Nabi tapi sebutan tasawuf itu baru ada pada akhir abad ke 1 Hijriyah atau pada awal abad ke-2 Tasawuf seba gai sebuah gerakan diawali oleh gerakan zuhud dan uzlah yang dipelopori oleh Hasan al-Basri H/728 M, Rabi’ah Adawiyah H/801 M dan Ibrahim bin Adham w. 159 H/777 M. Kehidupan model zuhud kemudian berkembang pada abad ke-3 Hijriyah ketika kaum su mulai mem perhatikan aspek-aspek teoritis psi-kologis dalam rangka pembentukan peri-laku hingga tasawuf menjadi sebuah ilmu akhlak keagamaan. Pemikiran-pemikiran yang lahir selanjutnya terlibat dalam masalah-masalah epistemologis. Masalah-masalah ini berkaitan langsung dengan pembahasan mengenai hubungan manusia dengan Allah SWT, sehingga lahir konsepsi-konsepsi seperti fana’, terutama oleh Abu Yazid Al-Busthami w. 261 H/874 M. Tasawuf kemudian menjadi sebuah ilmu setelah sebelumnya hanya merupakan iba-dah-ibadah praktis. Pada abad ke-3 dan 10 Lihat Muchlis Hana, editor. 2010. Spiritualitas dan Akhlak. Jakarta Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang Dan Diklat Kementerian Agama, h. 471 dan 445 11Transkrip paparan Muhammad Tholhah Hasan, “Pesantren dan Sikap Inklusivisme Neosusme”, hal. 1 ke-4 H muncul tokoh-tokoh tasawuf seperti Al-Junaid M dan Sari Al-Saqathi M serta Al-Kharaj M yang memberikan pengajaran dan pendidikan kepada para murid dalam sebuah bentuk jamaah. Pada periode ini muncul pula jenis baru tasawuf yang diperkenalkan Al-Husain ibn Manshur Al-Hallaj M yang dihukum mati akibat doktrin hulul-nya. 12Pada abad ke-5 Imam Al-Ghazali 1059-1111 M tampil menentang jenis-jenis tasawuf yang dianggapnya tidak se suai dengan Al-Qur’an dan as-Sunnah dengan mengembalikan tasawuf kepada status semula sebagai jalan hidup zuhud, pen-didikan jiwa dan pembentukan moral. Tasa-wuf semacam ini disebut tasawuf Sejak tampilnya Al-Ghazali, pengaruh tasawuf Sunni mulai menyebar di Dunia Bahkan muncul tokoh-tokoh su terkemuka yang membentuk tarekat un-tuk mendidik para murid, seperti Syaikh Ahmad Rifa’i H dan Syaikh Abd Al-Qadir Jailani H/1166 M yang sangat 12 Alwi Shihab. 2009. Antara Tasawuf Sunni & Tasawuf Falsa Akar Tasawuf di Indonesia. Depok Pustaka Iman, h. 45 13 Ibid. h. 50 14 Pemikiran keagamaan Al-Ghazali tidak hanya berpengaruh di kalangan Islam, tetapi juga di kalangan Yahudi dan Kristen. Pengaruh Al-Ghazali dalam pemikiran Yahudi dengan tampilnya Filsuf Yahudi, Musa Ibn Maymun Moses the Maimonides melalui karya al-Munqidz min al-Dlalal, persis judul sebuah kitab al-Ghazali. Pengaruh al-Ghazali di kalangan Kristen melalui lsafat Bonaventura. Pandangan susme al-Ghazali memperoleh salurannya dalam mistisime Kristen Katolik melalui Ordo Fransiscan seperti diungkapkan dalam novel best seller nya Umberto Eco, The Name of the Rose. Lihat Nurhcolis Madjid. 2009. Kaki Langit Peradaban Islam. Jakarta Paramadina bekerjasama dengan penerbit Dian Rakyat, khususnya bagian “Pandangan Tasawuf-Falsa Imam Al-Ghzali”, h. 89-90 EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 100 25-Nov-15 55042 AM 101Volume 13, Nomor 1, April 2015SPIRITUALITAS DAN PESANTREN SPIRITUAL DZIKRUSSYIFA ASMA BEROJOMUSTI LAMONGANlain yang ikut menentukan pengaruh Al-Ghazali terhadap tasawuf Walisongo adalah karena salah seorang pemimpin tarekat Al-Alawiyah, yakni Imam Muhammad ibn Ali dengan gelar Al-Faqih Al-Muqadam pemimpin ahli kih memiliki kesamaan dengan Al-Ghazali. Dari Muhammad ibn Ali inilah Walisongo mengambil metode dan cara dakwahnya. Dan, dari segi akidah Walisongo mengikuti faham Asy’ Spiritualitas Walisongo berisikan ke-arifan dan kemampuan spirit Islam sehingga dapat berbicara sesuai dengan kapasitas para audiennya. Mereka melakukan modikasi adat istiadat dan tradisi setempat sedemikian rupa agar tidak bertentangan dengan dasar-dasar Islam. Ada yang mengatakan bahwa Islam tidak akan pernah menjadi the religion of Java jika susme yang dikembangkan oleh Walisongo tidak mengakar dalam Walisongo terlibat secara sik dalam peran serta sosial untuk memetakan dan sekaligus memecahkan permasalahan masyarakat, dan untuk memberikan con-toh ideal dan religius kemasyarakatan. Penting nya tentang modeling Walisongo, Abdurahman Mas’ud menyatakan ...Usaha Maulana Malik Ibrahim w. 1419 di Gresik, Jawa Timur, untuk melem-bagakan metode pendidikan yang pada masa-masa berikutnya dikenal sebagai “pesantren”. Guna mengantisipasi dan mengakomodir pertanyaan-pertanyaan so-sial keagamaan serta dalam rangka meng-himpun anggota, Ibrahim menggunakan sistem pesantren. Tidaklah sulit baginya untuk mendirikan sebuah pesantren, se-17 Ibid. h. 30-31 dan 3418 Lihat Abdurahman Mas’ud. 2006. Dari Haramain Ke Nusantara Jejak Intelektual Arsitek Pesantren. Jakarta Kencana Prenada Media Group, h. 57 terpengaruh oleh garis tasawuf Al-Ghazali. Pilihan yang sama dilakukan generasi berikut, antara lain yang paling menonjol adalah, Syaikh Abu Hasan Al-Syadzili H dan muridnya, Abu Al-Abbas Al-Mursi w. 686 H, serta Ibn Atha’illah Al-Sakandari w. 709 H.15Sejumlah su pada abad ke-6 H yang berorientasi lsafat, antara lain Suhrawardi Al-Maqtul, tokoh ilmu huduri atau presensial w. 587 H, Ibn Arabi H, penyair su Mesir, Umar Ibn Al-Faridh H, dan Abd Al-Haq Ibn Sab’in w. 669 H. Dalam aliran mereka berkembang panteisme wahdatul Wujud yang mengarahkan tasawuf pada “kebersatuan” dengan Kemunculan aliran tersebut menjadikan tasawuf terbagi dua, yaitu pertama, tasa-wuf Sunni yang dikembangkan para su pada abad ke-3 dan ke-4 yang disusul Al-Ghazali dan para pengikutnya dari syaikh-syaikh tarekat. Kedua, tasawuf falsa yang menggabungkan tasawuf dengan berbagai aliran mistik dari lingkungan di luar Islam, seperti dalam Hinduisme, kependetaan Kristen atau teoso dalam neo-Platonisme. Kedua jenis tasawuf baik Sunni maupun falsa berkembang di Indonesia. Model tasawuf Sunni banyak dianut oleh pelopor dan pemimpin dakwah Islam Indonesia—termasuk Walisongo. Adanya pengaruh Al-Ghazali yang berakar kuat dalam pemikiran tasawuf Walisongo, ter-utama disebabkan karena pencetus tarekat mereka, Al-Alawiyah, yakni Syaikh Al-Imam Abdullah ibn Al-Imam Ahmad Al-Muhajir adalah leluhur Walisongo. Faktor 15 Alwi Shihab. 2009. Antara Tasawuf Sunni & Tasawuf Falsa..., h. 50-51 16 Ibid. h. 51 EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 101 25-Nov-15 55042 AM 102EDUKASI Jurnal Penelian Pendidikan Agama dan KeagamaanHUSEN HASAN BASRIbab ia telah memiliki banyak pengikut setia serta kekayaan dari hasil usaha dagangn-ya. Dilaporkan bahwa seharian penuh, dia membawa masyarakatnya ke lahan perta-nian, sementara malam harinya dia menga-jar mereka pelajaran-pelajaran dasar, khu-susnya Al-Quran dan Hadits di lembaganya ini. Karena caranya berdakwah inilah dia disebut sebagai bapak atau guru pesantren masa awal di Jawa. Pada saat yang sama dia juga merupakan bapak spiritual dari Wali-songo. 19 Deskripsi di atas memperlihatkan bahwa spiritual Walisongo menjalankan ajaran Islam model Nabi Muhammad, dan meng-ajarkannya melalui jalan sustik yang tidak bertentangan dengan ajaran model Nabi Muhammad serta mengakomodir tradisi dan kebiasaan lokal. Spiritual Walisongo juga adalah “keteladanan yang baik” sebelum “berucap kata”. Meskipun tumbuhnya pesantren atau pondok dapat ditelusuri ke belakang sebagai bermula dari sistem zawiyah kaum su yang dikembangkan, tetapi kenyataan sekarang tidak berarti setiap pesantren merupakan pusat gerakan tasawuf. Sekarang ini pesantren lebih dikenal sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran. Sedangkan yang melakukan peranan sebagai pusat gerakan tarekat hanya sedikit saja. Lebih sedikit lagi ialah pesantren yang mengkhususkan diri dalam bidang tasawuf sebagai objek pengajarannya. Susme di Indonesia agaknya lebih terbatas kepada segi-seginya yang praktis saja, sedangkan segi pemikiran kontemplatifnya sangat kurang. Karena itu perkataan “tarekat” adalah lebih dikenal daripada perkataan tasawuf, khususnya di 19 Ibid., h. 62 kalangan para pengikut awam yang merupa-kan bagian di pesantren yang berpegang kepada doktrin-doktrin ortodoks yang menjauhkan dari panteisme dan sebangsanya itu adalah berkat dijadikannya ajaran-ajaran Imam Al-Ghazali sebagai pegangan pokok. Tolkhah Hasan menyebut bahwa tasawuf-tasawuf yang masuk di Indonesia dan di pesantren adalah 95% Tasawuf Sunni. Tasawuf yang menggunakan pendekatan Abu Yazid Al-Bustami, Al-Hallaj, Suhrawardi Al-Maqtul, ibnu Arobi, dan Hamzah Fansuri yang ada di Aceh adalah kelanjutan dari Tasawuf Falsa, tetapi di pesantren sekarang yang eksis adalah Tasawuf Sunni yang dibatasi oleh al-Junaid al-Baghdadi, yakni attasawufu baytun wassariatu Esiensi gerakan tasawuf adalah karena organisasi yang muncul sebagai perkum-pulan-perkumpulan tarekat. Tarekat atau thariqah adalah aliran tentang jalan atau cara mendekatkan diri kepada Tuhan. Tarekat tidak membicarakan segi lsafat dari pada tasawuf, tetapi amalan atau praktisnya. Tradisi pesantren mengenal dua bentuk tarekat, yaitu pertama, tarekat yang dipraktikkan menurut cara-cara yang dilakukan oleh organisasi-organisasi tarekat; dan kedua, tarekat yang dipraktikkan menurut cara di luar ketentuan organisasi-organisasi tarekat. Beberapa organisasi tarekat dapat disebutkan, seperti Satariyah dikembangkan oleh Abdurrauf Sinkel dan Abdul Muhyi, Qodiriyah, Naqsabandiyah, Qodiriyah wa Naqsabandiyah, Rahmaniyah, 20Transkrip paparan Muhammad Tholhah Hasan, Pesantren dan Sikap Inklusivisme Neosusme, h. 2 EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 102 25-Nov-15 55043 AM 103Volume 13, Nomor 1, April 2015SPIRITUALITAS DAN PESANTREN SPIRITUAL DZIKRUSSYIFA ASMA BEROJOMUSTI LAMONGANRifaiyah, Siddiqiyah, Syadhiliyyah, dan Wahidiyyah. 21Menurut Tolkhah Hasan bahwa Wali-songo semuanya memiliki pesantren baik pesantren besar maupun pesantren kecil. Semua pesantren Walisongo ada tasawufnya. Dalam primbonnya sunan Bonang disebutkan bahwa yang diajarkan Walisongo adalah kih yang diajarkan mazhab Imam Sya’i, aqidah mengikuti imam Al-Asyari dan lsafatnya atau tasawufnya mengikuti aliran imam Al Ghazali. Jadi, lanjut Tolkhah Hasan, jelas bahwa di Indonesia tasawuf yang dibawa ke pondok pesantren adalah tasawuf-tasawuf yang suni, sampai belakangan pengaruh tasawuf di pesantren itu mengalami perubahan. Namun demikian, menurut Muhammad Tholhah Hasan sampai hari ini potensi tasawuf dan pesantren yang menggunakan tasawuf sebagai salah satu alat untuk mengembangkan dan mempertahankan diri masih tetap kuat. Tetapi, daya dorong tasawuf lebih lemah daripada daya tahannya, tasawuf sebagai daya dorong ini belum optimal dibanding dengan tasawuf sebagai daya tahan. 22Metode Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif-kua-litatif. Deskriptif-kualitatif pada umum-nya dilakukan pada penelitian dalam bentuk studi kasus. Penelitian deskriptif-kualitatif studi kasus merupakan penelitian Penelitian dilakukan di Pesan-21 Zamkhsari Dhoer. 1982. Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kiai. Jakarta LP3ES, h. 136-14222 Ibid. 23 Lihat Burhan Bungin. 2007. Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial tren Spiritual Dzikrussyifa’ Asma’ Berojo-musti yang berlokasi di dusun Sekanor, desa Sendangagung kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan Jawa Timur. Waktu penelitian lapangan dilakukan pada 3-10 November 2014. Meskipun tergolong baru dan kecil untuk ukuran pesantren-pesantren di Jawa pada umumnya, atau Lamongan khu-susnya, pesantren spiritual Dzikrussyifa’ menjadi salah satu varian dari ragam atau model pesantren salayah yang ingin mengaktualkan potensi tasawuf dalam mendorong pembinaan akhlak umat yang akhir-akhir ini dirasa berkurang. Selain itu, posisi pesantren ini berada dalam wilayah budaya pesisir yang memiliki sifat terbuka dan mobile dan posisi Paciran yang memiliki pesantren Muhammadiyah, di ataranya pesantren Karangasem Muhammadiyah yang disebut Mastuhu sebagai pusat pembinaan kader Posisi pesantren ini juga berdekatan dengan pesantren Al-Islam Lamongan yang pernah menasional bahkan menginternasional karena kasus pengumpulan data lebih meng-andalkan pada studi kepustakaan. Keber-hasilan studi kepustakaan memengaruhi ke-berhasilan penelitian lapangan. Penelusuran data primer dilakukan melalui wawancara dengan nara sumber kunci key informan, pelaku/aktor, mereka yang terlibat de ngan berbagai peran yang dimiliki. Saya mewa-wancarai pimpinan pesantren hampir setiap hari selama saya tinggal di pesantren. Selain Lainnya. Jakarta Kencana. 24 Mastuhu. 1994. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta INIS EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 103 25-Nov-15 55043 AM 104EDUKASI Jurnal Penelian Pendidikan Agama dan KeagamaanHUSEN HASAN BASRIitu, saya mewawancarai guru pembimbing dan pihak kemenag kab. dilakukan untuk mengangkat realita secara lebih utuh dengan tetap menggunakan pendekatan emik, artinya peneliti berupaya menangkap dan memahami fenomena yang ada, sebagaimana komunitas Pesantren Dzikrussyifa’ memaknai realitas tersebut. Observasi dilakukan terhadap semua kegiatan di Pesantren Dzikrussyifa’. Pesantren Dzikrussyifa sendiri dengan segala aktivitasnya merupakan “teks” yang bisa menjadi sumber data. Observasi dilakukan juga terhadap proses interaksi pimpinan dengan para pasien, masyarakat, penataan sik, dan gambar-gambar. Pengumpulan data ini dilaksanakan oleh saya sendiri dan dibantu oleh pembantu peneliti. Observasi ke pesantren dilakukan selama 4 hari dan 3 malam. Analisa data kualitatif dilakukan sebelum, selama dan setelah pengumpulan data. Sebelum dilakukan pengumpulan data, penulis memulai untuk memfokuskan data-data apa yang akan dijadikan unit analisis. Data dan informasi yang terkumpul dikoding dan direduksi kemudian dianalisa sesuai dengan formula kerangka konsep gerakan spiritualitas baik di dunia Muslim maupun khas Indonesia dan lebih khusus lagi spiritualitas di pesantren. Hasil analisa ini selanjutnya diintrepretasi. Hasil penelitian dalam bentuk data penelitian yang dituliskan di sini saya anggap hanya sebagai titik awal dan bersifat permukaan dari realitas yang sesungguhnya. Meskipun digunakan bangunan konseptual, data penelitian atau hasil penelitian yang telah diinterpretasi yang menjadi “pembahasan penelitian” lebih banyak dibantu oleh nara sumber dan informan. Terhadap makna dibalik teks dan simbol yang ada di Pesantren Dzikrussyifa, sedikit yang saya ketahui dan pahami. Karena itu, data-data penelitian yang berupa kata-kata, teks, dan simbol diinterpretasi maknanya oleh saya bersama-sama dengan nara sumber. Hasil analisa dan interpretasi tersebut tersaji dalam “hasil dan pembahasan” berikut .HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian akan diawali dengan pemaparan pemaknaan spiritualitas menurut pimpinan Pesantren Dzikrussyifa’, kemudian diuraikan salah satu model spiritual yang meme-ngaruhi pemaknaan spiritualitas tersebut. Uraian selanjutnya terkait pengaruh pe-maknaan spiritualitas terhadap aktivitas Pesantren Dzikrussyifa’. Sosok Kiai Muhammad Muzakkin dan Pemaknaan Spiritualitas Pesantren Dzikrussyifa’ identik de-ngan sosok Kiai Muhammad Muzakkin se-lan jutnya ditulis Kiai Muzakkin. Pemak-naan spiritualitas menurut Pesantren Dzikrussyifa’ adalah pemaknaan spiritualitas menurut Kiai Muzakkin sendiri. Meskipun tidak seluruhnya mewakili kelembagaan pesantren, kiai dalam sebuah pesantren adalah unsur kuncinya. Untuk mengetahui siapa sebenarnya sosok Kiai Muzakkin itu dan apa pemikirannya dalam bidang tasawuf, saya melakukan penelusuran baik mewawancarai langsung Kiai Muzakkin maupun data dari buku-buku yang ia tulis dan dari berbagai media. Kiai Muzakkin dilahirkan di desa Dadapan kecamatan Solokuro kabupaten Lamongan Jawa Timur pada tanggal 5 Juli 1968. Sejak kecil diasuh oleh kedua orang EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 104 25-Nov-15 55043 AM 105Volume 13, Nomor 1, April 2015SPIRITUALITAS DAN PESANTREN SPIRITUAL DZIKRUSSYIFA ASMA BEROJOMUSTI LAMONGANtuanya bernama bapak Suparman dan Ibu Darkah. Sebagaimana dituturkan Kiai Muzakkin bahwa dirinya dari garis bapak tersambung ke Jaka Tingkir dan garis ibu tersambung sampai mbok rondo Dadapan yang mempunyai putra yang terkenal bernama Ande-Ande dibesarkan dan dididik dalam lingkungan spiritual, bapak dan ibunya adalah seorang lelaku spiritual. Kalau siang berpuasa dan malam melakukan dzikir, berkhalwat, bertahajud, dan bermujahadah. Selain itu, kedua orang tuanya adalah seorang penganut tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah yang bermursyid kepada KH Asrori Al-Ishaqi bin Syekh Usman Al-Ishaqi di Kedinding Kiai Muzakkin hidup seperti orang pada umumnya. Ia bersekolah TK, MI, MTs, MA, dan mengenyam Perguruan Tinggi. Ia menikah dengan Nurul Hasanah yang berasal dari desa Sendangduwur kecamatan Paciran Lamongan. Pasangan Kiai Muzakkin dan Nurul Hasanah dikarunia 3 tiga orang putra-putri Jayyidatun Nisa al-Muzakkiyah, Akhnaf Farrel al-Muzakki, dan Haikal Azmni al-Muzakki almarhum. Sejak kecil sudah diajari dan digembleng oleh orang tuanya serta dikenalkan dengan dunia mistis seperti ditunjukkan kepada 25 KH Asrori Al-Ishaqi yang wafat 18 Agustus 2009 adalah mursyid Thoriqoh Qadiriyah wan Naqsabandiyah dan pendiri Pesantren Al-Fithrah Kedinding Kenjeran Surabaya. Ia putra Syekh Usman Al-Ishaqi. Nama Al-Ishaqi dinisbahkan kepada maulana Ishaq, ayah Sunan Giri, karena Syekh Usman masih keturunan Sunan Giri. Ia menjadi mursyid Thoriqoh Qadiriyah wan Naqsabandiyah menggantikan ayahnya, Syekh Usman Al-Ishaqi. Syekh Usman adalah salah satu murid KH Romli Tamim, ayah KH Musta’in Romli, Rejoso Jombang. Lihat 19 Agustus 2009. alam gaib bangsa Jin. Itu dilakukan hingga usia remaja. Ketika menjelang dewasa, perjalanan spiritual itu dilanjutkan dengan mengembangkan secara pribadi tetapi masih dalam pantauan kedua orang tuanya. Sehingga apa yang dilakukan Kiai Muzakkin benar-benar matang dan tidak berdampak pada risiko yang negatif stress karena tidak kuat dengan ilmunya. Pengalaman spiritual itu berlanjut dengan melakukan meditasi di beberapa tempat seperti di makam Walisongo dan tempat-tempat keramat lainnya. Mengapa perjalanan spiritual ini harus dilakukan di tempat tersebut? Menurut Kiai Muzakin karena di tempat itu terminalnya barang gaib jin Islam yang bisa diajak komunikasi untuk kepentingan sesuatu. Dari situlah Kiai Muzakin yang sudah melekat dalam spiritual merasa dekat dengan Allah SWT. Pengalaman beragam spiritual itulah yang melahirkan berdirinya sebuah lembaga yang bernama pesantren yang diberi predikat dengan “spiritual”. Kehidupan keseharian Kiai Muzakin, sebagaimana saya lihat selama berinteraksi dengannya, tidak jauh berbeda dengan kehidupan masyarakat lainnya. Ia menjalani hidup dan bergaul dengan masyarakat yang memiliki status dan tingkatan sosial yang beragam. Suatu hari saya diajak olehnya berkeliling wilayah Paciran baik untuk sekedar makan dan minum di warung kopi maupun untuk diperkenalkan dengan tempat-tempat ziarah seperti masjid dan makam Sunan Sendangduwur, dan lokasi-lokasi pesantren seperti pesantren Al-Islam Lamongan dan makam Amrozi yang terkenal dengan kasus bom Bali. EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 105 25-Nov-15 55043 AM 106EDUKASI Jurnal Penelian Pendidikan Agama dan KeagamaanHUSEN HASAN BASRISaat ini, selain sebagai pendiri pesantren spiritual ia juga memimpin sebuah lembaga swadaya masyarakat di antaranya LCW Lamongan Corruption Watch, JCW Jawa Timur Corruption Wacth dan BPAN-RI Badan Penyelamat Aset Negara Republik Indonesia. Keterlibatan dalam lembaga-lembaga tersebut bukan tanpa alasan, karena ia adalah seorang ahli hukum dan dosen pasca sarjana hukum di beberapa kampus di Jawa Timur. Ia juga adalah konsultan hukum yang menangani permasalahan hukum kasus pidana maupun perdata, khususnya dunia korupsi sesuai dengan lembaga yang dipimpinnya. Atas peran dan kiprahnya dalam bidang pemberantasan korupsi, Prof. Nils Bubandt, seorang akademisi dan guru besar Anthropology Aarhus University Denmark, dalam bukunya yang berjudul Democracy, Corruption and The Politics of Spirits in Contemporary Indonesia, mengupas tuntas seputar perjalanan dan kiprah perjuangan Kiai Muzakkin dalam pemberantasan korupsi dengan pendekatan spiritual. Kiai Muzakkin dapat disebut seorang seniman dan budayawan. Pasca peristiwa bom Bali tahun 2003, Kiai Muzakkin menulis sebuah puisi dengan judul “Jihad Lalat”. Puisi tersebut dalam rangka mengkritisi pemahaman tentang berjihad yang dilakukan oleh Amrozi cs. Jihad lalat itu sebagaimana yang tertulis di puisi berikut ini Jangan kau potong satu punAyat-ayat Allah yang panjang ituJangan kau tembak lalat yang menempel di badankuHanya untuk kepentingan sesaatApalagi dengan meriam dan nuklirmuApalagi dengan bom dan rudalmuJangan kau paksa berjihad karena satu lalatBerbahaya ..................................Aku mengerti kau pejuangAku bangga kau penegak kebenaranKenapa kau potong Ayat-ayat AllahHingga nyawa melayang tersia-siaHidup ini berjuangBukan pembunuhanKerja baik karena imanBukan merampok demi IslamJangan potong satu punAyat-ayat Allah yang panjang ituWalaupun kau mampuBuikin dunia jadi abuSecara keseluruhan, isi puisi tersebut mengandung pesan moral terhadap sese-orang yang melakukan jihad agar tidak menggunakan ayat-ayat al-Qur’an yang se-potong-potong karena pemahaman demi-kian akan berdampak negatif terhadap Islam itu sendiri dan masyarakat pada umum-nya. Ia juga menulis dua buah judul puisi untuk menggambarkan kota Lamongan, yaitu Lamongan Mengguncang Dunia dan Lamongan Kota Soto. Judul puisi pertama berisikan Lamongan sebagai sebuah kota yang awalnya dibanggakan men jadi kota yang memprihatinkan karena ada seorang warga Lamongan yang telah meng-hancurkan pulau Bali. Sedangkan judul puisi yang kedua berisikan tentang keter-kenalan satu masakan khas Lamongan, Soto, yang menghiasi dari pelosok desa sampai ibu kota. Selain ketiga puisi tersebut, ia juga menulis judul puisi Perjuangan Belum Selesai yang berisikan curahan sang penulis EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 106 25-Nov-15 55043 AM 107Volume 13, Nomor 1, April 2015SPIRITUALITAS DAN PESANTREN SPIRITUAL DZIKRUSSYIFA ASMA BEROJOMUSTI LAMONGANpuisi tentang kondisi bangsa dan negara Indonesia, dan puisi berjudul Profesor Kuncir yang ia tulis bagi Prof. Drs. H. Mas Akhmad Ikhsan, seorang dosen Emiritus University of Michigen University of Wisconsin, Kepandaiannya dalam bidang tarik suara, Kiai Muzakkin membuat sebuah CD lagu yang ia kumpulkan pada saat ia bernyanyi di acara JCW. Lagu favoritnya berjudul Sempurna karya H. Rhoma Irama. Ketika saya tanya mengapa judul lagu sempurna itu adalah favoritnya, ia menjawab ”lagu itu menggambarkan kesempurnaan wanita sebagai bukti kesempurnaan ciptaan Allah, dan menyanyikan lagu itu sebagai bagian dari perjalanan spiritual”. Kisah perjalanan hidup Kiai Muzakkin secara implisit disebut oleh dirinya sebagai “perjalanan spiritual” dalam rangka menjadi “seorang spiritualis”. Kisah hidupnya sejak masa kecil, remaja, dewasa, pendiri sekaligus pimpinan Pesantren Dzikrussyifa’, pimpinan LCW, pimpinan JCW, pimpinan BPAN-RI, telah membentuk pemaknaannya terhadap spiritualitas. Spiritual didenisikan dan dimaknai oleh Kiai Muzakkin sebagai upaya untuk menyatukan rahasia ilahi dengan konsep kehidupan rohani melalui pendekatan zikir, berkhalwat, uzlah, bertahajud, bermujahadah, bermeditasi dan berkontemplasi untuk mendekatkan diri kepada Allah sebagai wujud “perjalanan spiritual”. Orang yang menjalankan dunia spiritual, katanya, berarti belajar menyingkap rahasia alam gaib. Setiap orang bisa menjalankan “perjalanan spiritual”. Ia mengartikan “perjalanan spiritual” sebagai proses perjalanan mencari Tuhan. Baginya, spiritualitas tidak dibatasi agama, kultur, budaya maupun ideologi. Menurut Kyai Muzakkin bahwa hasil dari “perjalanan spiritual” adalah menyatunya jiwa dan raga dengan sang maha pencipta. Ia mencontohkan kasus Syekh Siti Jenar syekh Lemah Abang. Karena tingkat tingginya perjalanan spiritual yang dilakukan Syekh Siti Jenar syekh Lemah Abang, maka apa yang keluar dari mulutnya hanya kata-kata Allah, Allah, Allah saja. Menurutnya, bagi masyarakat yang belum memahami spiritualitas akan mengklaim bahwa Syekh Siti Jenar mengaku sebagai Tuhan. Padahal aslinya tidak ada kesempatan untuk berkata lain selain Allah, Allah, Allah dan Allah. Walaupun demikian, di hadapan Allah orang yang melakukan “perjalanan spiritual” sudah digolongkan orang yang mempunyai nilai makrifat itu. Karena itu, ungkap Kiai Muzakkin, semakin tinggi tingkat spiritualitas maka akan semakin tidak dipahami kecuali oleh orang yang sama-sama mempunyai ting-katan perjalanan spiritual yang selevel. Ia mencontohkan Dulu pada saat Nabi Muhammad melakukan Isra Mi’raj dikatakan majnun oleh kaum Quraisy. Karena orang yang mengatakan, tingkat spiritualnya belum selevel. Begitu juga orang yang memahami tentang Gus Dur, jika ilmu spiritual masih jauh di bawahnya maka Gus Dur pun diang-gap “tidak waras”. Contohnya, pernah dit-nah selingkuh dengan seorang wanita, pa-dahal secara logika Gus Dur tidak ada niat untuk berbuat ke arah sana. “Pengetahuan spiritual” menjadi “ilmu spiritual” itu jika sudah dipraktikkan dalam kehidupan se-hari-hari melalui pendekatan kontak batin dengan Tuhannya. Jika dulu peristiwa Isra Mikraj Nabi Muhammad tidak masuk akal, tetapi ketika sekarang ini sudah ada Garu-da Air, Lion Air dan lain sebagainya, maka EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 107 25-Nov-15 55043 AM 108EDUKASI Jurnal Penelian Pendidikan Agama dan KeagamaanHUSEN HASAN BASRIperistiwa Isra Mikraj bisa disambungkan menjadi sebuah disiplin ilmu yang masuk akal dunia penerbangan. Apa arti “pesantren” dan “pesantren spi ritual”. Kiai Muzakkin mengatakan bahwa pesantren sendiri merupakan sarana untuk melakukan perjalanan spiritual. Me-nurutnya, pesantren sebagai sarana dan spiritual adalah isi dari pada perjalanan spiritual itu. Sedangkan Pesantren Dzikrussyifa’ adalah faktor sejarah di mana pesantren ini sebelumnya memang dihuni oleh bangsa-bangsa jin dan itu tidak terjadi pada pesantren pada umumnya, selain itu mempunyai ciri khas yaitu santrinya orang yang sakit jiwa, pencandu narkoba, mantan preman, anak jalanan, dan juga bangsa jin. Kiai Muzakkin memaknai “pesantren spiritual” adalah Pesantren spiritual itu 1 tidak ada di Indonesia bahkan di dunia, 2 adanya hanya di Pesantren Spiritual Dzikrusyifa’ Asma’ Berojomusti, dan 3 dunia spiritu-al itu wilayah Allah. Setiap orang berke-sempatan untuk melakukan perjalanan spiritual. Bahkan di luar Islam, Hindu dan Budha melakukan perjalanan spiritual. Jika muncul candi Prambanan di Magelang dalam satu malam, itu bukan hal yang aneh. Karena kejadian itu dilakukan melalui pros-es perjalanan spiritual orang Buddha dan Hindu. Perjalanan spiritual itu dilakukan seseorang akan kehendak Allah. Walaupun orang tersebut tidak beragama Islam. Jadi, menurut Kiai Muzakkin, pesantren spiritual itu mengadopsi dari rahasia ilahiah. Ia menyatakan bahwa bagi mereka yang belum tahu dunia spiritual itu dianggap hal yang aneh karena mereka tidak tahu apa makna spiritual itu sendiri. Padahal pada diri seseorang mulai dari kandungan ibu sampai ia lahir di dunia dibekali spiritual oleh Allah. Itulah yang seharusnya dipahami oleh semua orang agar bisa mengerti makna yang sebenarnya apa spiritual Su Dunia Islam dan Sustik ala WalisongoMengapa pemaknaan spiritualitas seperti itu? selain pengalaman kehidupan, ada satu model spiritual yang memengaruhi pemaknaan spiritualitas menurut pimpinan Pesantren Dzikrussyifa’, yaitu para su dunia Islam dan sustik ala Walisongo. Salah satu buku yang ditulis Kiai Muzakkin yang berjudul Dzikir Menuju Tasawuf Penyejuk Hati, Penenang Jiwa dapat menjadi petunjuk bagaimana pemahamannya ter-hadap tasawuf yang merupakan bentuk spiritualitas tasawuf, dalam pandangan Kiai Muzakkin adalah sinonim dari ilmu qulub, ilmu asror, ilmu ma’arif, ilmu bathin, ilmu ahwal wa al-maqomat, ilmu suluk, ilmu thariq dan ilmu mukasyafah. Jalan yang ditempuh untuk bertasawuf adalah dengan jalan dzauq perasaan. Jalan ini berbeda dengan orang-orang salaf, mutakallimin dan losof. Dengan mengutip imam Suhrawardi, Kiai Muzakkin menguraikan bahwa keadaan atau tingkah laku orang-orang mutashowwin kaum su ada dua sebagaimana yang terkandung dalam al-Qur’an surah As-Syuro ayat 13 Allah menarik pada agama itu orang yang dikehendakinya dan memberi petunjuk pada agama Nya orang yang kembali kepada-Nya. Lebih lanjut, ia mengungkapkanKeadaan atau tingkah laku yang perta-ma adalah jalannya kaum mahbubun-mur-odun yaitu orang-orang yang dicintai dan dikehendaki Tuhan. Mereka ini adalah EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 108 25-Nov-15 55043 AM 109Volume 13, Nomor 1, April 2015SPIRITUALITAS DAN PESANTREN SPIRITUAL DZIKRUSSYIFA ASMA BEROJOMUSTI LAMONGANorang-orang yang mendapat derajat, ke-nikmatan dan kemuliaan dengan anuger-ah Allah tanpa dicari sebelumnya. Mereka mendapat kasyaf sebelum ijtihad berusaha dan tekun beribadah. Setelah Allah meng-hilangkan hijab dari hati mereka, mereka berijtihad dan beramal serta merasakan lezat atas amal perbuatannya dengan adanya nur yaqin yang telah dianugerahkan Allah di dalam hatinya. Adapun yang kedua adalah jalannya orang-orang yang disebut muhibbun-muridun, yaitu orang-orang yang cinta kepada Allah dan menyiapkan dirinya menuju jalan Allah. Pertama-tama mereka giat dengan ibadah, riyadhoh dan mujaha-dah, barulah mereka mendapat hidayah yakni kasyaf tersingkapnya hijab pada hati mereka.26 Kiai Muzakkin sependapat dengan Imam Junaid Al-Baghdadi bahwa kaum su mencapai makrifah tidak dari kitab atau guru tapi dengan menjalankan dan melaksanakan tasawuf dengan segala latihannya. Dengan mengutip Syeikh Zainuddin bin Ali Al-Malibary, ia menyatakan bahwa ada tiga jalan yang harus ditempuh dalam bertasawuf, yaitu Syariat, Tarekat, dan Hakikat. Syariat adalah aturan atau undang-undang dari Allah bagi hambanya baik berupa peraturan atau hukum. Tarekat adalah suatu cara atau pendakian yang ditempuh oleh kaum mutashowwifun untuk mencapai tujuan. Hakikat adalah keadaan salik sampai pada tujuan yaitu ma’rifatullah dan musyahadati nuri at-tajalli melihat nur yang nyata. Syariat bagi kaum mutashowwin tidak bisa ditinggalkan. Terkait dengan syariat ini, Kiai Muzakkin berkata26 Lihat Kiai Muhammad Muzakkin. 2005. Dzikir Menuju Tasawuf Penyejuk Hati, Penenang Jiwa. Pesantren Spiritual Dzikrussyifa’ Lamongan, h. 20-21Syariat adalah salah satu unsur yang harus dilaksanakan, bahkan merupakan hal yang pokok bagi yang lain. Antara syariat dengan hakikat adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan bagi orang bertasawuf, satu sama lain saling berpautan oleh karena itu-lah kaum mutashowwifun berkata “sesung-guhnya hakikat tanpa syariat adalah batal dan syariat tanpa hakikat adalah tak Bagaimana hubungan antara ketiga jalan yang harus ditempuh oleh kaum mutashowwifun. Kiai Muzakkin menyatakan bahwa dalam ilmu tasawuf dikatakan bahwa syariat itu merupakan peraturan, tarekat itu merupakan pelaksanaan, hakikat itu merupakan keadaan, dan ma’rifat itu merupakan tujuan yang terakhir. Ia juga mengumpamakan hubungan tersebut dengan mengutip Imam Nawawi Al-Bantani yang mengatakan hubungan syariat, thariqat, dan haqiqat adalah syariat ibarat kapal, tarekat ibarat laut, dan hakikat ibarat permata. 28 Tentang pelaksanaan cara untuk mencapai tujuan, kaum mutashowwifun antara yang satu dengan yang lain adalah berbeda-beda. Salah satu pelaksanaan untuk mencapai tujuan melalui tiga tingkatan, yaitu tingkatan takholli, yaitu tahkolli nafsi minal ahlaqil madzmumah melepaskan diri dari akhlak yang tercela. Dari tingkatan takholli ke tingkatan tahalli, yaitu nafsi bil ahlaqil mahmudah mengisi jiwa dengan akhlak yang terpuji. Dari tingkatan inilah menuju tingkatan tadjalli kenyataan tuhan. Pelaksanaan cara untuk mencapai tujuan yang diuraikan Kiai Muzakkin 27 Ibid., h. 24-25 28 Nawawi Al-Bantani. 1359 H. Syarh Maraqi al-Ubudiyah. Bandung Ma’arif, h. 5 EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 109 25-Nov-15 55043 AM 110EDUKASI Jurnal Penelian Pendidikan Agama dan KeagamaanHUSEN HASAN BASRIhampir mirip dengan Imam Ghazali yang menggunakan istilah muhlikat dan munjiyat. Muhlikat adalah perbuatan-perbuatan yang membinasakan yang harus disingkirkan, dan munjiyat adalah perbuatan-perbuatan yang menyelematkan yang membawa manusia kepada kebahagiaan yang harus dijalankan. Imam Ghazali memberikan suatu latihan bertingkat yang disebut muroqobah dan muhasabah yang terdiri dari musyarotoh, muroqobah, mujahadah, dan mu’atabah yang akhirnya tercapailah mukasyafah tersing-kapnya hijab antara kholiq dan makhluk. Apa yang dituju dari jalan yang telah ditem puh? Artinya apa tujuan bertasawuf itu? Untuk masalah ini, Kiai Muzakkin menjelaskan Adapun tujuan orang-orang muta-showwin adalah ma’rifat billah dan insan kamil. Ma’rifat billah adalah melihat Tu-han dengan hati mereka secara jelas dan dan nyata dengan segala kenikmatan dan kebesaranNya, tetapi tidak dengan kai-yat. Artinya, Tuhan digambarkan seperti benda atau manusia ataupun yang lain de-ngan ketentuan bentuk dan rupa sebagai jawaban kaifa bagaimana zat Tuhan?. ...Istilah lain sebagai kata ganti makrifat adalah ru’yah musyahadah dan liqo’ ru’yah. Keduanya diperoleh setelah kasyaf. Ma’ri-fat billah adalah tujuan utama bagi kaum mutashowwin dan merupakan keleza-tan yang paling tinggi....Ma’rifat billah bisa diusahakan kasab dengan beberapa ting-katan, dan Ma’rifat billah bisa dicapai de-ngan adanya nur yang dianugerahkan Allah kepada hati yang bersih sesudah hamba itu terlepas dari belengu nafsu dan kotoran ma’ashi, jadi sekali-kali tidak dicapai de-ngan 29 Kiai Muhammad Muzakkin. 2005. Dzikir Menuju Tasawuf Penyejuk Hati, Penenang Jiwa. Lamongan h. Adapun tujuan bertasawuf yang lain adalah insan kamil. Menurut Kiai Muzakkin dengan mengutip konsep-konsep dari Imam Ghazali, Abi Turob An-Nachosyabi, Yahya bin Muad, Muhammad Iqbal, mengartikan insan kamil sebagai manusia yang berjiwa sempurna pada sisi Allah, ia sudah dianggap cukup untuk memberi petunjuk dan menyempurnakan hamba Allah. Ia pergi kepada Allah, ruju’ ilallah, ilmuhu min indillah. Saya melihat Kiai Muzakkin tidak sependapat dengan konsep insan kamil Ibn Arabi yang menyatakan peleburan diri dzat Tuhan dengan pribadi insan. Meskipun demikian, sebagaimana telah disebutkan, Kiai Muzakkin terlihat membela Syekh Siti Jenar syekh Lemah Abang dengan mengatakan bahwa Syekh Siti Jenar melakukan perjalanan spiritual tingkat tinggi. Karena itu, ungkap Kiai Muzakkin, semakin tinggi tingkat spiritualitas maka akan semakin tidak dipahami kecuali oleh orang yang sama-sama mempunyai tingkatan perjalanan spiritual yang para su, ajaran walisongo dan tokoh-tokoh Islam di Jawa menginspirasi pemaknaan spiritualitas menurut Kiai Muzakkin. Ia mendenisikan wali sebagai berikutWali adalah ringkasan dari waliyullah, artinya orang yang dianggap dekat dengan Tuhan. Orang keramat yang mempunyai bermacam-macam keanehan. Wali-wali itu dianggap orang yang mula-mula meny-iarkan agama Islam di Jawa dan biasa di-namakan Wali Sembilan atau Walisongo. Meskipun jumlahnya banyak dan orangnya juga bermacam-macam. Kebanyakan Wa-li-Wali itu datangnya dari negeri asing, dari 29-30EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 110 25-Nov-15 55043 AM 111Volume 13, Nomor 1, April 2015SPIRITUALITAS DAN PESANTREN SPIRITUAL DZIKRUSSYIFA ASMA BEROJOMUSTI LAMONGANsebelah barat, dari negeri Atas Angin, dari Sumatera. Bahkan ada yang lebih jauh lagi. Sering kali asal-usulnya tidak diketahui orang dengan jelas. 30 Kiai Muzakkin menggambarkan bagai-mana wali-wali itu dalam menyiarkan agama Islam itu tidak menggunakan metode pidato atau ceramah di depan umum. Mereka berdakwah di dalam komunitas-komunitas terbatas bahkan dilakukan secara empat mata yang kemudian diteruskan dari mulut ke mulut. Saat pengikutnya bertambah banyak, muncullah tabligh-tabligh yang diadakan di dalam rumah-rumah perguruan, yang biasa dinamakan pondok. Pendidikan atau cara memberi pengajaran semacam ini pada waktu itu tidak asing lagi, karena dalam masa itu sudah ada mandala-mandala Hindu-Jawa, yang kemudian dinamakan pesantren. Baginya wali adalah orang yang menciptakan hal-hal yang aneh dan ganjil, yang tidak dapat dikerjakan oleh orang lain. Keadaan yang luar biasa itu diperoleh melalui latihan diri dalam pelajaran rahasia dan bertapa untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan menjadi kekasih-Nya sehingga apa yang ia kehendaki tercapai. 31 Walisongo, ungkap dia, terbagi dalam dua periode, yakni periode pertama adalah para Wali yang bertugas mengislamkan penduduk tanah Jawa yang sebelumnya beragama Hindu-Buddha, sedangkan Walisongo periode kedua adalah para Wali yang bertugas mengatur roda perjalanan Islam di tanah Jawa sebagai tindak lanjut dari usaha-usaha yang telah dirintis oleh para Wali periode sebelumnya. Di antara para Wali yang termasuk periode pertama 30 Ibid., h. 50 31 Ibid., h. 52 adalah Maulana Malik Ibrahim Gresik, Maulana Ishaq, Ahmad Jumadil Qubro Mojokerto, Muhammad Ali Al-Maghribi Jati Anom, Muhammad Ali Akbar Cilegon, Malik Isro’il Cilegon, Hasanuddin Banten, Aliuddin Banten, dan Subakir. Sedangkan Walisongo yang termasuk periode kedua, yaitu Raden Rahmat atau Sunan Ampel Surabaya, Raden Ainul Yaqin atau Sunan Giri Gresik, Raden Qasim atau Sunan Drajat Lamongan, Sayyid Makhdum Ibrahim atau Sunan Bonang Tuban, Raden Sa’id atau Sunan Muria Gunung Muria, Ja’far Shadiq atau Sunan Kudus Kudus, Raden Syahid atau Sunan Kalijogo Kadilangu Demak, Raden Fatah atau Sunan Demak Demak, dan Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati Cirebon. 32 Pembagian dua periodisasi sejarah Walisongo tersebut tidak banyak dikenal di masyarakat. Nama-nama Walisongo yang dikenal oleh masyarakat selama ini dalam pandangan Kiai Muzakkin termasuk Walisongo periode kedua, meskipun Maulana Malik Ibrahim Ibrahim tidak termasuk dan gantinya dimasukkan nama Raden Fatah atau Sultan Demak. Tidak dicantumkannya tanggal lahir dalam setiap nama Walisongo tersebut menyulitkan untuk diyakini kebenarannya. Pengaruh ajaran Walisongo terhadap pemaknaan spiritualitas pada Kiai Muzakkin dapat dilihat dari bagaimana ia menggambarkan ajaran-ajaran Walisongo dan tokoh Islam di Jawa dengan cara menuliskan dalam sebuah buku dengan judul Kisah Perjalanan Tokoh Islam di Kawasan 32 Muhammad Muzakkin. 2003. Reaktualisasi Kisah Perjalanan Kehidupan Raden Noer Rachmat Sunan Sendangduwur Paciran Lamongan Jawa Timur. Lamongan Percetakan Graka, h. 9-11EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 111 25-Nov-15 55043 AM 112EDUKASI Jurnal Penelian Pendidikan Agama dan KeagamaanHUSEN HASAN BASRIPantura Dalam Kajian Pendekatan Perspektif Spiritual. Buku yang diterbitkan tahun 2005 tersebut berisikan beberapa nama Walisongo dan tokoh-tokoh Islam di antaranya; Sunan Drajat, Sunan Sendangduwur, Syekh Siti Jenar, Sunan Kalijaga, Aji Saka dan Sawung-galing. Bagaimana gambaran dan ajaran wali dan tokoh-tokoh Islam di Jawa tersebut. Kiai Muzakkin menyebut Sunan Drajat sebagai wali yang berjiwa dermawan dan sosial, ahli ukir, dan pencipta Gending Pangkur. Sunan Drajat bersama dengan Sunan Kalijaga berhasil mengislamkan Adipati Semarang Ki Ageng Padan Arang atau Sunan Tembayat Bayat atau Klaten dan Tumenggung Cokrojoyo atau Sunan Usman atau Sunan Geseng. Dengan menyajikan Tembang Asmara Dana Sunan Drajat, Kiai Muzakkin menyebutkan bahwa Sunan Drajat tidak memisahkan antara syariat, tarekat, hakikat, dan makrifat. Selanjutnya ia mengungkap hubungan syariat, tarekat, hakikat dan makrifat menurut Sunan Drajat yang digambarkan bahwa syariat adalah mengajak hal yang dhahir, tarekat mengajarkan aspek batiniah dan hakikat mengajarkan bathiniyah dari bathin itu sendiri. Sedangkan orang yang mencapai tingkat makrifat menurut Sunan Drajat, lanjut Kiai Muzakkin, adalah ibarat bintang yang muncul di siang hari bintang tersebut lenyap atau tenggelam ke dalam cahaya matahari. Dalam hal ini Sunan Drajat menyampaikan sebagaimana dikatakan Kiai Muzakkin “..Hiyang jenenge kawula, sirna datan ana keri, pan ilang wujudira, tegese wujude iki, anenggih perlamabang ira, lir lintang karahinan, kasoro-tan sang hiyang rawi..”Artinya Hilang jati diri makhluk, lenyap tiada tersisa, karena hilang wujud, ke-beradaannya, itulah juga wujud Tuhan, it-ulah yang ada ini. Adapun persamaannya, seperti bintang di waktu siang, yang tersi-nari matahari..”Perumpamaan tentang saling tidak dapat dipisahkan ketiga unsur utama, syariat, tarekat dan hakikat oleh Sunan Drajat juga dilakukan oleh para su seperti Imam Al-Ghazali dan ahli kih sperti Syeikh Zainuddin bin Ali Al-Malibary serta imam Nawawi Al-Bantani. Perumpamaan tentang perlunya kesinambungan antara syariat, tarekat dan hakikat juga menjadi perhatian utama Kiai Muzakkin dalam pemaknaan spiritualitas. Meskipun dalam perumpamaannya dalam bentuk yang berbeda, tetapi secara substansi perumpamaannya sama, yaitu sebuah penegasan tentang pertautan antara segi lahir eksoteris dan batin esoteris dalam Islam. Wujud Kongkrit Spiritualitas Pesantren Dzikrussifa’ Asma’ BerojomustiEksistensi Pesantren Dzikrussyifa’ merupa kan perwujudan dari pemaknaan pen dirinya terhadap spiritualitas. Kiai Muzakkin, sang pendiri, mengaku sebagai orang yang sedang melakukan “perjalanan spiritual” dalam rangka menuju sebagai “seorang spiritualis”. Awal kemunculan dan perkembangan Pe santren Dzikrussyifa’ didorong atas kebutuhan banyaknya pasien yang datang untuk berobat melalui pendekatan spiri-tualitas. Hal inilah yang mendorong Kiai Muzakkin membuat gotaan kamar-kamar kecil di rumahnya untuk dijadikan tempat tidur bagi pasien yang datang, dari situlah EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 112 25-Nov-15 55044 AM 113Volume 13, Nomor 1, April 2015SPIRITUALITAS DAN PESANTREN SPIRITUAL DZIKRUSSYIFA ASMA BEROJOMUSTI LAMONGANmuncul untuk mendirikan pesantren yang bernama pesantren spiritual Dzikrussyifa’ Asma’ Berojomusti. Proses pendirian pesantren Dzikrussyifa’ dan juga beberapa pesantren tua dan besar yang ada sampai sekarang mengikuti proses pendirian zawiyah model Walisongo. Artinya, proses pendirian dimulai dari sekedar pengajian dan bimbingan masyarakat berkembang menjadi kelembagaan pesantren. Alasan pengambilan kata “spiritual” dalam penamaan Pesantren Dzikrussyifa’ sebagai bentuk pengejawantahan dari pemaknaan spiritualitas. Pendirian Pesan-tren Dzikrussyifa merupakan sebuah “doa” seorang Kiai Muzakkin, dan kata “spiritual” adalah “kebersihan dan kebeningan” dari seorang Kiai Muzakkin yang sedang berdoa. Label “spiritual” dalam nama Pesantren Dzikrussyifa bertujuan untuk membumikan spiritualitas sebagaimana yang terkandung dalam namanya. Sedangkan “Dzikrussyifa” diambil karena berasal dari ayat al-Quran dari kata “zikir” dan “syifa” yang artinya mengingat Allah dan memohon obat kepada Allah. Artinya bahwa setiap kesembuhan hanya berhadap kepada Allah karena sembuh dan tidaknya semata-mata atas rida kuasa ilahi. Inilah yang dinamakan pendekatan spiritual yang dijalankan pimpinan Pesantren Dzikrussyifa dalam konteks tataran ilmu spiritual. Alasan Asma’ Berojomusti dijadikan nama karena itu adalah nama doa yang diwariskan oleh nenek moyang Kiai Muzakkin secara turun menurun dari Joko Tingkir Anggung Boyo. Asma’ Brojomusti adalah nama doa yang diciptakan oleh Joko Tingkir. Do’a—Kiai Muzakkin kadang-kadang menyebut mantra—Asma’ Brojomusti ini diberikan melalui ijazah yang tidak boleh ditulis. Tapi cukup dengan dihafalkan saja. Jadi yang mengetahui adalah orang yang memberi dan yang diberi. Santri pasien yang tinggal di gotaan di rumah Kiai Muzakkin semakin hari semakin banyak dan tidak bisa tertampung lagi menjadikan lokasi pesantren dipindah ke tempat yang baru. Lokasi baru pesantren tidak jauh dari rumah Kiai Muzakkin ke arah selatan kira-kira 100 meter, persisnya di perbatasan kecamatan Paciran dan kecamatan Solokuro. Posisi pesanten ini, jika dilewati dari arah utara Wisata Bahari Lamongan WBL, sekitar 7 km. Tapi jika dari arah selatan, tepatnya pesantren Al-Islam Tenggulun, kira-kira 1 km. Perpindahan dari lokasi awal ke lokasi yang baru dipenuhi dengan hal-hal spiritual. Nama Pesantren Dzikrussyifa’ muncul di media sekitar pertengahan bulan Juli 2006. Senin 3 Juli Taun 2006, Media Radar Bojonegoro,yang merupakan grup Jawa Pos, mengangkat Pesantren Dzikrussyifa’ dengan tulisan ”Melihat Ponpes Rehabilitasi Sakit Jiwa dan Pecandu Narkoba, Dzikrussyifa’ Asma’ Berojomusti Paciran Lamongan”. Media itu menceritakan tentang proses penyembuhan orang yang mengalami sakit jiwa dan pecandu narkoba. Berita Mingguan Investigasi Bidik edisi 328/29 Juli-4 Agustus 2006 menurunkan laporannya dengan judul “Pondok Pesantren Rehabilitasi Narkoba”. Berita Mingguan itu juga melaporkan tentang proses penyembuhan penyakit jiwa dan pecandu narkoba melalui doa dan zikir. Selain dikaitkan dengan penyakit jiwa dan pecandu narkoba, awal kemunculan Pe-san tren Dzikrussyifa’ di media juga di kait kan dengan berita penegakkan hukum terutama dikaitkan dengan sosok Kiai Muzakkin EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 113 25-Nov-15 55044 AM 114EDUKASI Jurnal Penelian Pendidikan Agama dan KeagamaanHUSEN HASAN BASRIsebagai ketua Lamongan Corruption Watch LCW. Berita Mingguan Investigasi Bidik edisi 330/12-18 Agustus 2006 menurunkan berita tentang warga Desa Banjarwati yang melaporkan dugaan penjualan tanah tak bertuan berupa bukit oleh oknum aparat Desa Banjarwati kepada salah satu warga kota Surabaya dengan harga murah. Pemberitaan media tentang Pesantren Dzikrussyifa’ yang khusus menangani orang yang sakit jiwa dan pecandu serta peranannya dalam penegakan hukum terus berlanjut. Media Posmo edisi 426, 04 Juli 2007 mengangkat Pesantren Dzikrussyifa’ yang menyembuhkan orang gila hanya semalam. Harian Radar Bojonegoro, Kamis 3 Juli 2008 mengangkat berita tentang LCW yang berjanji akan mengawal pungli di lingkungan kantor Kementerian Agama Lamongan. Liberty edisi 1-10 Oktober 2008 menulis bahwa Kyiai Muzakkin dipercaya mempunyai tenaga dalam yang mampu menyembuhkan orang-orang gila hanya dengan sekali sentuh. Harian Kompas, Jum’at, 21 November 2008 menulis berita dengan judul “Ponpes Dzikrussyifa, Rumah bagi Pecandu Narkoba dan Sakit Jiwa”. Majalah Liberty edisi 1-10 April 2009 menurunkan kembali laporan tentang Pesantren Dzikrussyifa’ dengan tulisannya yang berjudul “Batu Sunan untuk Penyakit Bandel”. Media itu menulisBerkat olah spiritualnya di Sendang Duwur, HM Muzakkin mendapatkan sebuah batu bertuah yang kemudian diberi nama batu sunan. Batu sunan yang dipadukan de-ngan kekuatan doa dan tenaga dalam inilah yang menjadi media mengobati berbagai macam penyakit. Media yang mengaitkan Pesantren Dzikrussyifa’ dengan makhluk jin adalah Surya, Jum’at 28 Agustus 2009. Media tersebut menyebut ada 63 jin yang ikut nyantri di Pesantren Dzikrussyifa’. Disebutkan juga di media Surya tersebut bahwa ke-63 jin tersebut giat berpuasa dan mengaji. Media lainnya yang menyebut Pesantren Dzikrussyifa’ sebagai Pesantren Jin adalah Liberty dalam edisi 1-10 September 2009 dengan laporannya berjudul “Mengunjungi Pesantren Jin Lamongan Salam Tiga Kali, Jum’at Kliwon Menampakkan diri”. Harian Surya, Kamis, 10 Desember 2009 menulis berita dengan judul “1000 Jin ikut Turun Jalan”. Surya menulis judul itu dalam rangka hari antikorupsi. Selanjutnya, Liberty dalam edisi 1-10 Januari 2010 kembali menurunkan laporannya dengan judul “Puluhan Jin Dikerahkan untuk Perbarui Tumbal Tanah Jawa”. Dalam laporan tersebut, nara sumber yang diwawancarai adalah Kiai Muzakkin. Harian Memo Jumaat Legi, 12 Februari 2010, menulis berita terkait peringatan 40 hari meninggalnya Gus Dur dengan judul “Seribu Jin Doakan Gus Dur”. Pemberitaan Pesantren Dzikrussyifa semakin intens saat ada Pemilihan Umum anggota legislatif 9 April 2014. Media mengangkat Pesantren Dzikrussyifa’ karena tidak sedikit calon anggota legislatif yang kalah mendatangi Pesantren itu dengan tujuan yang beragam. Bahkan judul yang diangkatnya pun menggunakan Pesantren Jin, misalnya harian Republika, Kamis, 17 April 2014 mengangkat judul “Caleg Depresi Pun Mengadu Ke Ponpes Jin”. Di beberapa media online diangkat berita Pesantren Dzikrussyifa dengan label Pesantren Jin. Beberapa media online dapat disebutkan di sini antara lain Minggu, 13 April dengan judul EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 114 25-Nov-15 55044 AM 115Volume 13, Nomor 1, April 2015SPIRITUALITAS DAN PESANTREN SPIRITUAL DZIKRUSSYIFA ASMA BEROJOMUSTI LAMONGAN“Puluhan Caleg Stres Terapi di Pondok Pesantren Jin di Lamongan”; Sabtu, 3 Mei 2014 dengan judul “Mengintip pesantren Jin’ di Lamongan Yang Obati 58 Caleg Stres”; dan Senin 14 April 2014 dengan judul “Kiai Muzakkin Gunakan Jin Obati Caleg Stres”. Dari gambaran itu terlihat bahwa awalnya media menyebut Pesantren Dzik-rus syifa’ hanya sebagai Pesantren rehabi-litasi bagi orang yang sakit jiwa dan pecandu narkoba. Tetapi, setelah maja-lah Liberty edisi 1-10 September 2009 dan diikuti oleh beberapa media lainnya Pesantren Dzikrussyifa’ dikaitkan dengan istilah “pesantren jin”. Meskipun tidak semua melabeli Pesantren Dzikrussyifa’ sebagai Pesantren Jin, media memiliki aspek marketing yang memerlukan suatu berita yang dapat dikonsumsi secara luas oleh masyarakat. Saya mempunyai kesan terhadap penamaan Pesantren Dzikrussyifa’ yang dikenal media sebagai Pesantren Jin sebagai “iklan gratis” Pesantren Dzikrussyifa dari media. Tujuan pendirian Pesantren Dzikrussyifa diilhami oleh salah satu ayat suci al-Quran yang berbunyi ud u ila sabili rabika bilhikmati wal mauidhatil hasanati wa jadilhum billati hiya ahsan Q,S An-Nahl, 125. Artinya ajaklah kepada jalan Allah dengan cara bijaksana dan nasihat yang baik, dan bertukar pikiran. Menurut Kiai Muzakkin, bijaksana hikmah di sini oleh para mubaligh dan para kiai belum dipraktikkan secara maksimal bahkan masih jauh dari proporsi yang sebenarnya. Umumnya, kata Kiai Muzakkin, ketika berdakwah hanya di lingkungan pesantren, masjid, musholla dan di mimbar panggung. Padahal mereka itu sudah berada di jalan Allah. Alangkah indahnya orang yang terpinggirkan seperti para penjudi, para pemabuk, para preman, PSK, dan lain-lain kemudian diberi dakwah agar bisa ke jalan Allah seperti halnya orang-orang yang sudah ada di dalam masjid dalam rangka melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Pastinya itu, ungkapnya, akan lebih arif dan bijaksana bilhikmah. Menurut Kiai Muzakkin, Sunan Drajat memberikan konsep empat pilar kehidupan itu juga menerapkan bilhikmah, seperti 1 menehono teken marang wong kang wuto, 2 menehono mangan marang wong kang luwe, 3 menehono busono marang wong kang wudo, 4 menehono ngiup marang wong kang kudanan. Artinya 1 berilah tongkat kepada orang yang buta, 2 berilah makan kepada orang yang kelaparan, 3 berilah pakaian pada orang yang telanjang, 4 berilah tempat berteduh kepada orang yang Pengutipan ajaran Sunan Drajat dalam menjelaskan metode dakwah menunjukkan bahwa ada spiritualitas Walisongo ajaran dakwah Walisongo memengaruhi spiritualitas Kiai Muzakkin di dalam menjalankan aktivitas Pesantren Dzikrussyifa’. Karena itu, tujuan pendirian Pesantren Dzikrussyifa’ disesuaikan dengan empat konsep dasar dakwahnya Raden Qasim Sunan Drajat tersebut, yaitu sebagai berikut 1 mencetak santri yang beriman, bertakwa kepada Allah SWT supaya tidak termarjinalkan di tengah masyarakat, dan 2 memberikan pengajaran keislaman, akhlakul karimah, berkepribadian utuh, mandiri, cerdas, memiliki kemampuan 33 M. Muzakkin. 2005. Kisah Perjalanan Tokoh Islam di Kawasan Pantura Dalam kajian Pendekatan Perspektif Spiritual. Lamongan Pesantren Spiritual Dzikrussyifa Sekanor Sendangagung Paciran, h. 2 EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 115 25-Nov-15 55044 AM 116EDUKASI Jurnal Penelian Pendidikan Agama dan KeagamaanHUSEN HASAN BASRIintelektual, prefesionalisme dalam mengem-bangkan fungsi keagamaan agar tidak menjadi generasi yang dianggap mempunyai kekurangan mental spiritual terus menerus. Tujuan pendirian Pesantren Dzikrussyifa’ nampaknya mengikuti modeling Walisogo yang tujuan pendirian “pesantren”nya diorientasikan untuk mengintensifkan dak-wah dan pengajaran masyarakat. Spiritual KerakyatanMenganut paham spiritualitas tidak berarti harus menjauhkan diri dari hal-hal keduniawian. Melalui pemaknaan spi-ritualitas tersebut Kiai Muzakkin terlibat dalam penyelesaian permasalahan masya-rakat. Karena itu, selain pusat pengobatan, pesantren ini juga terlibat dalam gerakan sosial kemasyarakatan harakatul ijtimaiyah seperti LCW Lamongan Corruption Wacth, JCW Jatim Corruption Wacth, BPAN-RI Badan Penyelamat aset negara Republik Indonesia. Lembaga-lembaga itu berkiprah dalam investigasi pemberantasan korupsi, penegakan hukum, dan pelayanan Lembaga-lembaga itu didirikan atas dasar untuk berdakwah tidak bertujuan untuk mencari kekurangan, kejelekan dan kesalahan orang lain, lebih-lebih bertujuan untuk menghakimi atau menghukum sese-34 Beberapa kasus sudah ditangani adalah kasus kasda gate yang melibatkan mantan bupati Sidoarjo Winhindarso yang terjerat dengan hukuman pidana, kasus mega proyek Jabung di kecamatan Laren kabupaten Lamongan dengan melibatkan kepala desa Jabung Roji, dkk terpidana. Sebenarnya, masih banyak kasus-kasus yang sedang ditangani oleh Kiai Muhammad Muzakkin diantaranya mega proyek PT Aplus Perusahaan Malaysia di desa Prupuh kecamatan Panceng kabupaten Gresik yang kasus ini sampai saat ini ditutup oleh Buapati Gresik Sambari Halim atas laporan JCW ke KPK. orang tetapi media untuk berdakwah dengan cara yang dilakukan oleh Rasulullah SAW sebagaimana dalam haditsnya “Man roa minkum munkararon falyugoyyir biyadih, failam yastathi fa bilisanihi, failam yastathi fa biqolbihi wahuwa adha’ful iman”. Artinya barang siapa dari kamu semuanya yang melihat kemungkaran, maka rubahlah dengan tanganmu kekuasaan, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisanmu, dan jika tidak mampu rubahlah dengan hati. Hal itu adalah selemah-lemahnya iman. Lembaga-lembaga tersebut memiliki moto “dicari karena berani, bicara karena fakta”. Menurut Kiai Muzakkin, moto itu dimaksudkan jangan berani karena dibayar atau ada orang yang membekingi. Apa yang dilakukan juga harus berdasarkan fakta yang valid. Visi dan misinya diarahkan untuk berdakwah dan dalam rangka menyampaikan risalah Rasulullah agar umat bisa berbuat baik dan taat terhadap hukum baik urusan negara maupun akhirat. Unsur spiritual dalam visi dan misi lembaga-lembaga ini diejawantahkan dengan ditekankan prilaku ajaran yang benar yang berorientasikan “keakhiratan”. Di sini nampak ada spiritualitas dan kesinambungan antara doa “robbana atina ddunya khasanah wa l akhierati hasanah waqina adabannar”. Artinya, ya Allah ya tuhanku berilah kami kebaikan di dunia dan di akhirat serta jauhkanlah kami dari siksa api neraka. Menghubungkan LCW, JCW, dan BPAN-RI dengan spiritualitas merupakan bentuk konkret dari konsep Rasulullah tentang “khoirunnas anfauhum linas” yang artinya sebaik-baiknya manusia adalah orang yang paling bermafaat bagi manusia lainnya. Inilah mengutip istilah Tolkhah EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 116 25-Nov-15 55044 AM 117Volume 13, Nomor 1, April 2015SPIRITUALITAS DAN PESANTREN SPIRITUAL DZIKRUSSYIFA ASMA BEROJOMUSTI LAMONGANHasan yang saya sebut—meskipun agak berlebihan—sebagai “Tasawuf Kerakyatan”. Tasawuf kerakyatan atau gerakan spiritual kerakyatan diwujudkan dengan banyaknya orang yang mempunyai kasus hukum dan problem rumah tangga yang minta bantuan pendampingan dan solusi spiritual yang bersifat magic agar apa yang menjadi problemnya bisa teratasi dan dimenangkan di pengadilan. Pembiasaan dan pembudayaan spiritual kerakyatan melalui beberapa praktik keagamaan seperti sering menjalankan puasa senin-kamis, tidak tidur sore, banyak berzikir dan menjauhi perilaku maksiat agar hidup lebih tenang dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Spiritual kerakyatan mensyaratkan adanya pemahaman tentang hukum, sosial, budaya, dan kemampuan SDM terutama Agama. Nilai spiritual kerakyatan di Pesantren Dzikrussyifa’ di antaranya adalah mengembangkan ajaran inti tasawwuf yaitu sabar, nriman, loman, akas, temen. Yang artinya sabar itu adalah menjalankan perintah dan menjauhi larangan. Nriman adalah identik dengan qanaah, loman identik dengan shadaqoh, akas identik dengan berkarya, dan temen identik dengan konsisten. Kelima ajaran tasawuf kerakyatan Pesantren Dzikrussyifa’ terpampang di gerbang pintu saat kita akan masuk ke dalam Pesantren Dzikrussyifa’.PENUTUPKesimpulanPimpinan Pesantren Dzikrussyifa, Kiai Muzakkin memaknai spiritualitas lebih dekat kepada pemahaman istilah susme tasawuf atau dengan aspek yang lebih praktis dari tasawuf, yakni tarekat. Karenanya, secara teoritis dan losos susme Imam Al-Ghazali, Imam Al-Junaid Al-Baghdadi dan Walisongo memengaruhi Kiai Muzakkin dalam memaknai spiritualitas. Jika ditakar melalui konsepsi tasawuf Sunni dan tasawuf falsa, pemaknaan Kiai Muzakkin terhadap spiritualitas dipengaruhi oleh tasawuf Sunni. Artinya, Pemaknaan spiritualitas ini diilhami oleh eksistensi susme atau tarekat yang sudah lama berkembang di pesantren. Aktivitas spiritual sudah dimulai sejak akan didirikannya pesantren. Pendirian pesantren dimaksudkan untuk mencontoh tujuan “pesantren” Walisongo. Mengacu kepada polarisasi tarekat elitis dan tarekat rakyat sebagaimana dipopulerkan oleh Tolkhah Hasan, Pesantren Dzikrussyifa’ mengambil jalan yang kedua, yakni tarekat rakyat. Pengambilan tarekat rakyat ini untuk mengisi model tasawuf yang terasa kurang daya dorongnya. Pesantren Dzikrussyifa’ sedang—mungkin akan terus—mengorientasikan aktivitasnya kepada “spiritual kerakyatan”. Karenanya, peran dan fungsi Pesantren Dzikrussyifa’, tidak sekedar sebagai pusat pendidikan tetapi sebagai pusat bimbingan spiritual dan pusat rehabilitasi narkoba, bahkan sebagai pusat bantuan hukum. EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 117 25-Nov-15 55044 AM 118EDUKASI Jurnal Penelian Pendidikan Agama dan KeagamaanHUSEN HASAN BASRISaran dan Rekomendasi Dari kesimpulan tersebut, penulis menyarankan pertama, spiritualitas model Pesantren Spiritual Dzikrussyifa’ Asma’ Berojomusti dapat dijadikan model pengembangan daya dorong potensi tasawuf oleh pesantren-pesantren lainnya. Kedua, Pengembangan spiritualitas oleh Pesantren Dzikrussyifa’ bisa dijadikan model pengembangan pendidikan karakter dan pendidikan multikultural yang selama ini didengung-dengungkan oleh publik. Ketiga, melakukan penelitian tema yang sama dengan pesantren yang berbeda. SUMBER BACAANBuku dan MakalahAl-Bantani, Nawawi 1359 H Syarh Maraqi al-Ubudiyah. Bandung, Ma’arif,Bungin, Burhan 2007 Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta, Martin Van 1999 Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat Tradisi-Tradisi Islam di Indonesia. Bandung, Mizan,Dhoer, Zamkhsari 1982 Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kiai. Jakarta, LP3ES. Hana, Muchlis Hana, editor 2010 Spiritualitas dan Akhlak, Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang Dan Diklat Kementerian Agama. Hasan, Muhammad Tholhah 2010 Pesantren dan Sikap Inklusivisme Neosusme, Makalah tidak diterbitkan yang disampakain dalam halaqoh ulama, Pesantren Sebagai Pusat Peradaban Islam, Bogor 13-14 1961 “Susm as a category in Indonesian Literature and History”, dalam JSEAH,2. Lombard, Denis 2005 Nusa Jawa Silang Budaya, Bagian II Jaringan Asia. Jakarta, Gramedia Pustaka Utama. Madjid, Nurcholis 1974 “Tasauf dan Pesantren”, dalam Dawam Rahardjo ed, Pesantren dan Pembaharuan. Jakarta, LP3ES. _________2009 Kaki Langit Peradaban Islam, Jakarta, Paramdina bekerjasama dengan penerbit Dian RakyatMas’ud, Abdurahman 2006 Dari Haramain Ke Nusantara Jejak Intelektual Arsitek EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 118 25-Nov-15 55044 AM 119Volume 13, Nomor 1, April 2015SPIRITUALITAS DAN PESANTREN SPIRITUAL DZIKRUSSYIFA ASMA BEROJOMUSTI LAMONGANPesantren. Jakarta, Kencana Prenada Media Group,Mastuhu 1994 Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. INIS, Jakarta. Muzakkin 2003 Reaktualisasi Kisah Perjalanan Kehidupan Raden Noer Rachmat Sunan Sendangduwur Paciran Lamongan Jawa Timur, Gra Kisah Perjalanan Tokoh Islam di Kawasan Pantura Dalam Kajian Pendekatan Perspektif Sipiritual, Lamongan, Pesantren Spiritual Dzikrussyifa Dzikir Menuju Jalan Tasawuf, Lamongan, Keluarga Besar Asma’ Berojomusti Pesantren Spiritual Dzikrussyifa’ Sekanor Sendangagung Paciran Lamongan_________2005 Rahasia Alam Kubur Keberadaan Jenazah & Perlakukan Malaikat, Lamongan, Keluarga Besar Asma’ Berojomusti Pesantren Spiritual Dzikrussyifa’ Sekanor Sendangagung Paciran Lamongan_________2009 Merakit Kembali Sejarah Berserakan; Siapa Raden Noer Rachmat Sunan Sendangduwur?, Lamongan, Tim Investigasi JCW kerjasama dengan LCW dan Lembaga Pondok Pesantren Dzikrussyifa’ Asma’ Berojomusti. Ricklefs, 2012 Mengislamkan Jawa Sejarah Islamisasi di Jawa dan Penengtangnya dari 1930 sampai sekarang. Jakarta, Serambi Ilmu SemestaShihab, Alwi 2009 Antara Tasawuf Sunni & Tasawuf Falsa Akar Tasawuf di Indonesia. Depok, Pustaka S 1978 “The Pesantren Tarikat of Suralaya”, dalam ed, SPECTRUM. Jakarta, Dian Rakyat. Media Cetak dan Media OnlineBidik edisi 328/29 Juli-4 Agustus 2006Bidik edisi 330/12-18 Agustus 2006 Kompas, Jum’at, 21 November 2008 Liberty edisi 1-10 Oktober 2008 Liberty edisi 1-10 April 2009 Liberty, edisi 1-10 September 2009 Liberty, edisi 1-10 Januari 2010 Memo, Jumat Legi, 12 Pebruari 2010 Posmo edisi 426, 04 Juli 2007 Radar Bojonegoro, Senin 3 Juli 2006Radar Bojonegoro, Kamis 3 Juli 2008 Republika, Kamis, 17 April 2014 Rabu, 9 Desember 2009 Rabu, 26 Agustus 2009 Minggu, 27 September 2009 Minggu, 13 April Sabtu, 3 Mei 2014 Senin, 7 September 2014 19 Agustus 2009. Surya, Jum’at, 28 Agustus 2009. Surya, Kamis, 10 Desember 2009 Senin 14 April 2014EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 119 25-Nov-15 55044 AM ... They viewed 'uzlah as an attempt to balance their 'aqliyyah and nafsiyyah education. The term mental spirituality in Islamic teachings is close to the term Sufi behavior Basri, 2015. In the Sufi tradition, there is the term to manage the soul to be able to carry out shari'ah better and perform khusyū' to be closer to God. ...... The night time was used to carry out religious activities in order to train and develop a spiritual mentality starting from istighāsah, reading the awrad, reading the Qur'an, praying maktubah in congregation, praying tahajjud, praying ḍuhâ and reciting the book of Sufism. This finding reinforces Husen Hasan Basri's research that spirituality connotes and is close to the term Sufi behavior Basri, 2015. 'Uzlah can also be done with night prayers, żikr, and munājat at the time of one third of the night. ...... The meaning of spirituality is closer to understanding the term Sufism Sufism Basri, 2015. It is manifested in all forms of activities in pesantren which according to Muhaimin mental and spiritual development can be done with a religious culture strategy Muhaimin, 2002, where this strategy is implemented in the form of routine activities. ... Zaenal ArifinMayashofa RhoyachinThis article aims to investigate how santri understood the concept of uzlah in Pesantren and how they participated in uzlah activities to enhance their mentality and spirituality. Uzlah is a form of self-isolation and an effort to detach from everything dealing with the world. Its purpose is to get closer to Allah. The research applied Al – Ghazali framework theory to describe and elaborate students’ uzlah practice. The type of the research was qualitative applying phenomenology approach. The data collection technique were observation and focus group discussion for students to investigate their understanding on uzlah practice. The data analysis process applied flow models as the followings data reduction, data display, and conclusion. The research found that the santri understood concept of uzlah as the way to perform activity and a treatment that position themselves to live with the Sufi attitude without ignoring their role as a member of society. Through the activity of uzlah, santri’s spirituality and mentality were built as a form of integrity between religious activity and their factual life pattern in the society.... In practice, students will have the ability to do zikr if they always mention and remember the names of Allah in every learning activity. They get used to remembering Allah before, during, and after carrying out learning activities at school Al-Ghazali, An-Naisaburi 2013; Zohar and Marshall 2007;Basri 2015;Yasyakur 2014. ...Moh. MuslihMuhamad Rifa'i SubhiThe spiritual quotient SQ has a vital role in humans because it serves as the foundation of other intelligence. This study aims to present new insight on the taxonomy of the SQ learning outcomes for students, namely from the tasawwuf perspective. Using a qualitative meta-synthesis approach to explore various sources related to the taxonomy of the SQ learning outcomes through interpretative process, the study found that, in general, the SQ helps a person develop into a complete human being through the inclusion of the sense of worship in every action and thought. The taxonomy of the SQ learning outcomes includes the dimensions of taubat, wara’, zuhud, tawakal, zikr, khalwat, ikhlas, and ridla. If implemented in Islamic education, the said taxonomy will help students know their God, prioritize their conscience to solve problems in life and the learning activity, live life more meaningfully, and be motivated to benefit themselves and others in their learning process. Taken together, these findings strengthen the view that the spiritual quotient can make other intelligence function more A. H. JohnsIt is unfortunate that historians, as a rule, do not follow the example of social anthropologists in devoting some part of their monographs to a discussion of the theoretical problems involved in the material they have been handling. This is not of such importance in the history of Europe, where much can be taken for granted on the part of the reader. But when the European historian turns to the study of Asian history, and writes in the same way as he would were he writing the history of a European people, merely substituting an Asian set of names and places, then the result frequently lacks interest, and may even be a distortion of the general picture of the past that he wishes to relate. This holds as well for continental Asia and the island world of Indonesia as elsewhere. And it is not only in these countries that peoples, newly conscious of their traditions as national traditions, are dissatisfied with the histories written for them by foreigners. The requirements of a new type of history are formidable, and very little work has been done on the theoretical ground work involved. The aim of this paper then, is to attempt to progress a little further in the elaboration of such a historiography, and to apply the results to a segment of the data available relating to Indonesia's tidak diterbitkan yang disampakain dalam halaqoh ulama, Pesantren Sebagai Pusat Peradaban IslamMuhammad HasanTholhahHasan, Muhammad Tholhah 2010 Pesantren dan Sikap Inklusivisme Neosufisme, Makalah tidak diterbitkan yang disampakain dalam halaqoh ulama, Pesantren Sebagai Pusat Peradaban Islam, Bogor 13-14 MadjidMadjid, Nurcholis 1974 "Tasauf dan Pesantren", dalam Dawam Rahardjo ed, Pesantren dan Pembaharuan. Jakarta, Langit Peradaban Islam, Jakarta, Paramdina bekerjasama dengan penerbit Dian Rakyat_________2009 Kaki Langit Peradaban Islam, Jakarta, Paramdina bekerjasama dengan penerbit Dian RakyatMengislamkan Jawa Sejarah Islamisasi di Jawa dan Penengtangnya dari 1930 sampai sekarangM RicklefsRicklefs, 2012 Mengislamkan Jawa Sejarah Islamisasi di Jawa dan Penengtangnya dari 1930 sampai sekarang. Jakarta, Serambi Ilmu Semesta Shihab, Alwi 2009 Antara Tasawuf Sunni & Tasawuf Falsafi Akar Tasawuf di Indonesia. Depok, Pustaka Pesantren Tarikat of SuralayaS SoebardiSoebardi, S 1978 "The Pesantren Tarikat of Suralaya", dalam ed, SPECTRUM. Jakarta, Dian judul "Kiai Muzakkin Gunakan Jin Obati Caleg StresCaleg Stres"; dan Senin 14 April 2014 dengan judul "Kiai Muzakkin Gunakan Jin Obati Caleg Stres".
Merekatinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, iaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat."Walisongo" bererti sembilan orang wali. Era Walisongo mengakhiri penguasaan kebudayaan Hindu-Buddha dalam budaya Nusantara dan digantikan dengan kebudayaan Islam.
Cilacap - Peran walisongo dalam menyebarkan Islam di tanah Jawa tercatat dalam tinta emas sejarah. Banyak literatur-literatur menerangkan perihal pengaruh penyebaran Islam di tanah Jawa pada abad XV dan XVI. Salman Rushdie Ditikam, Ini Jejak Kontroversial Penulis Ayat-Ayat Setan Erep-Erep atau Ketindihan Saat Tidur, Benarkah karena Gangguan Makhluk Halus? Pimpinan PKI DN Aidit, Benarkah Habib atau Keturunan Rasulullah Marga Al Aidid? Wali songo yang berarti sembilan wali ini semuanya oleh masyarakat jawa dijuluki Sunan atau Suhusunan. Kata Sunan atau Susuhunan berasal dari kata suhun-kasuhun-sinuhun berarti yang dijunjung tinggi/dijunjung di atas kepala juga bermakna paduka yang mulia. Bagi sebagian besar masyarakat Jawa, gelar Sunan untuk Walisanga disebabkan para wali itu dianggap memiliki karamah atau kemampuan-kemampuan di luar kelaziman. Berikut adalah penjelasan mengenai biografi singkat walisongo dalam penyebaran Islam di tanah Jawa dan Indonesia. Saksikan Video Pilihan IniKisah Perjuangan Ibu 7 Tahun Dampingi Anaknya yang Difabel Menggapai Cita-CitaSunan Gresik-Sunan BonangSunan Gresik Dok. Maharani1. Syaikh Maulana Malik Ibrahim w. 882 H/ 1419 M Ada perbedaan pendapat terkait asal usul Syaikh Maulana Malik Ibrahim, ada pendapat berasal dari Turki dan ada pendapat lain menyatakan berasal dari Kashan sebuah tempat di Persia Iran sebagaimana tercatat pada prasasti makamnya. Syaikh Maulana Malik Ibrahim adalah seorang ahli tata negara yang menjadi penasehat raja, guru para pangeran dan juga dermawan terhadap fakir miskin. Menurut Babad ing Gresik beliau datang bersama kawan-kawan dekatnya dan berlabuh di Gresik pada tahun 1293/1371 M. Syaikh Maulana Malik Ibrahim adalah keturunan Ali Zainal Abidin cicit Nabi Muhammad SAW. Syaikh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik bermukim di Gresik untuk menyiarkan ajaran Islam hingga akhir hayatnya pada tanggal 12 Rabiul awwal 822 H, bertepatan dengan 8 April 1419 M dan di makamkan di desa Gapura kota Gresik. Makamnya banyak diziarahi masyarakat hingga sekarang. Sunan Gresik dianggap sebagai penyiar Islam pertama di tanah Jawa, sehingga dianggap sebagai Ayah dari Walisanga. 2. Sunan Ampel atau Raden Rahmat w. 1406 M Raden Rahmat adalah putra cucu Raja Champa, ayahnya bernama Ibrahim As-Samarkandi yang menikah dengan Puteri Raja Champa yang bernama Dewi Candra Wulan. Raden Rahmat ke tanah Jawa langsung ke Majapahit, karena bibinya Dewi Dwara Wati diperistri Raja Brawijaya, dan istri yang paling disukainya. Raden Rahmat berhenti di Tuban dan di tempat itu beliau berkenalan dengan dua tokoh masyarakat yaitu Ki Wiryo Sarojo dan Ki Bang Kuning, yang kemudian masuk Islam keduanya beserta keluarganya. Dengan masuk Islamnya Ki Wiryo Sarojo dan Ki Bang Kuning, usaha Sunan Ampel semakin mudah dalam mendekati masyarakat dan melakukan dakwah Islam, sedikit demi sedikit mengajarkan Ketauhidan dan Ibadah. Sunan Ampel wafat pada tahun 1406M. Beliau dimakamkan di Kompleks Masjid Ampel, Surabaya. Sampai sekarang makam beliau banyak dikunjungi peziarah dari berbagai derah diseluruh pelosok Indonesia. 3. Sunan Bonang atau Makhdum Ibrahim M Raden Maulana Makhdum Ibrahim adalah putra Sunan Ampel dari istri yang bernama Dewi Candrawati. Sunan Bonang dikenal sebagai ahli Ilmu Kalam dan Ilmu Tauhid. Maulana Makhdum Ibrahim banyak belajar di Pasai, kemudian sekembalinya dari Pasai, Maulana Makhdum Ibrahim mendirikan pesantren di daerah Tuban. Santri yang belajar pada pesantren Maulana Makhdum Ibrahim, berasal dari penjuru daerah di tanah air. Dalam menjalankan kegiatan dakwahnya Maulana Makhdum Ibrahim Sunan Bonang mempunyai keunikan dengan cara mengubah nama-nama dewa dengan nama-nama malaikat sebagaimana yang dikenal dalam Islam. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya persuasif terhadap penganut ajaran Hindu dan Budha yang telah lama dipeluk sebelumnya. Sunan Bonang meninggal pada tahun 1525 dan dimakamkan di Tuban, daerah pesisir utara Jawa yang menjadi basis perjuangan Kalijaga - Sunan DrajatSunan Kalijaga Dok. Maharani4. Sunan Kalijaga atau Raden Syahid w. abad 15 Sunan Kalijaga mempunyai nama kecil Raden Sahid, beliau juga dijuluki Syekh Malaya. Ayahnya bernama Raden Sahur Tumenggung Wilwatikta keturunan Ranggalawe yang sudah Islam dan menjadi bupati Tuban, sedangkan ibunya bernama Dewi Nawangrum. Sunan Kalijaga merupakan salah satu wali yang asli orang Jawa. Sebutan Kalijaga menurut sebagian riwayat berasal dari rangkaian bahasa Arab qadi zaka yang artinya pelaksana’ dan membersihkan’. Menurut pendapat masyarakat Jawa memberikan arti kata qadizaka dengan Kalijaga, yang berarti pemimpin atau pelaksana yang menegakkan kesucian atau kebersihan. Sunan Kalijaga meninggal pada pertengahan abad XV dan makamnya ada di desa Kadilangu, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. 5. Sunan Giri atau Raden Ainul Yaqin w. Abad 15 Raden Ainul Yaqin Raden Paku adalah putra dari Syekh Maulana Ishaq murid Sunan Ampel. Raden Ainul Yaqin dan dikenal dengan sebutan Sunan Giri. Sunan Giri merupakan saudara ipar dari Raden Fatah, di karenakan istri mereka bersaudara. Raden Ainul Yaqin kecil di bawah asuhan seorang wanita kaya raya yang bernama Nyai Gede Maloka atau Nyai Ageng Tandes. Setelah menginjak dewasa, Raden Ainul Yaqin menimba ilmu di Pesantren Ampel Denta Surabaya milik Sunan Ampel. Di sini ia bertemu dan berteman baik dengan putra Sunan Ampel yang bernama Maulana Makdum Ibrahim. Ketika hendak melaksanakan ibadah haji bersama Sunan Bonang, keduanya menyempatkan singgah di Pasai untuk memperdalam ilmu keimanan dan tasawuf. Pada sebuah kisah diceritakan bahwa Raden Paku bisa mencapai tingkatan ilmu laduni. Dengan prestasi yang dicapainya inilah, Raden Paku juga terkenal dengan panggilan Raden Ainul Yaqin. Sunan Giri meninggal sekitar awal abad ke-16, makam beliau ada di Bukit Giri, Gresik. 6. Sunan Drajad atau Raden Qasim w. 1522 M Sunan Drajad memiliki nama asli Raden Qasim. Disebut Sunan Drajad karena beliau berdakwah di daerah Drajad kecamatan Paciran Lamongan. Masyarakat juga menyebutnya sebagai Sunan Sedayu, Raden Syarifudin, Maulana Hasyim, Sunan Mayang Madu. Raden Qasim adalah putra Sunan Ampel dari istri kedua yang bernama Dewi Candrawati. Raden Qasim mempunyai enam saudara seayah-seibu, diantaranya Siti Syareat istri R. Usman Haji, Siti Mutma’innah istri R. Muhsin, Siti Sofiah istri R. Ahmad, Sunan Malaka dan Raden Maulana Makdum Ibrahim Sunan Bonang. Di samping itu, ia mempunyai dua orang saudara seayah lain ibu, yaitu Dewi Murtasiyah istri R. Fatah dan Dewi Murtasimah istri Sunan Giri. Sedangkan istri Sunan Drajad, yaitu Dewi Shofiyah putri Sunan Gunung Kudus - Sunan Gunung JatiPeziarah saat mendatangi makam Sunan Kudus, Kauman, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Rabu 30/3/2022. Jelang bulan suci Ramadhan, ribuan umat muslim dari berbagai daerah di Indonesia mulai memadati makam Sunan Kudus untuk berziarah sebagai tradisi sebelum puasa. S. Nugroho7. Sunan Kudus atau Raden Ja’far Shadiq M Sunan Kudus biasa juga dikenal Ja’far Sadiq atau Raden Undung, beliau juga dijuluki Raden Amir Haji sebab ia pernah bertindak sebagai pimpinan Jama’ah Haji Amir. Dikenal sebagai seorang pujangga cerdas yang luas dan mendalam keilmuannya. Ja’far Sadiq Sunan Kudus merupakan putra Raden Usman Haji yang menyebarkan agama Islam di daerah Jipang Panolan, Blora, Jawa Tengah. Dalam silsilah, Sunan Kudus masih keturunan Nabi Muhammad Saw. Tercatat detail dalam silsilah Ja’far Sadiq bin R. Usman Haji bin RajaPendeta bin Ibrahim as-Samarkandi bin Maulana Muhammad Jumadal Kubra bin Zaini al-Husein bin Zaini al-Kubra bin Zainul Alim bin Zainul Abidin binSayid Husein bin Ali ra. Sunan Kudus juga dikenal dengan julukan wali al-ilmi, karena sangat menguasai ilmu-ilmu agama, terutama tafsir, fikih, usul fikih, tauhid, hadits, serta logika. Sunan Kudus juga dipercaya sebagai panglima perang Kesultanan Demak. Ia mendapat kepercayaan untuk mengendalikan pemerintahan di daerah Kudus, sehingga ia menjadi pemimpin pemerintahan Bupati sekaligus pemimpin agama. Sunan Kudus meninggal di Kudus pada tahun 1550, makamnya berada di dalam kompleks Masjid Menara Kudus. 8. Sunan Muria atau Raden Umar Said w. abad 15 Sunan Muria adalah putera Sunan Kalijaga dengan Dewi Saroh. Nama aslinya adalah Raden Umar Said, semasa kecil ia biasa dipanggil Raden Prawoto. Dikenal sebagai Sunan Muria karena pusat dakwah dan bermukim beliau di Bukit Muria. Dalam dakwah, beliau seperti ayahnya. Ibarat mengambil ikan “tidak sampai keruh airnya”. Dalam sejarah tidak diketahui secara persis tahun meninggalnya dan menurut perkiraan, Sunan Muria meninggal pada abad ke-16 dan dimakamkan di Bukit Muria, Kudus. 9. Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah w. 1570 M Dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati, nama asli beliau adalah Syarif Hidayatullah. Beliau adalah salah seorang dari Walisanga yang banyak memberikan kontribusi dalam menyebarkan agama Islam di pulau Jawa, khususnya di daerah Jawa Barat. Syarif Hidayatullah dikenal sebagai pendiri Kesultanan Cirebon dan Banten. Dalam bukunya Sadjarah Banten, Hoesein Djajadiningrat menyatakan kedua nama yaitu Fatahillah dan Nurullah merupakan nama satu orang. Nama aslinya adalah Nurullah, kemudian dikenal juga dengan nama Syekh Ibnu Maulana. Nurullah yang kemudian dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati berasal dari Pasai. Penguasaan Portugis atas Malaka pada 1511 dan akhirnya Pasai pada tahun 1521 membuat Nurullah tidak tinggal lama di Pasai. Beliau segera berangkat ke Mekah untuk melaksanakan ibadah haji. Setelah kembali dari Tanah Suci pada tahun 1524, lalu langsung menuju Demak dan beristri adik Sultan Trenggana. Atas dukungan dari Sultan Trenggana, beliau berangkatlah ke Banten untuk mendirikan sebuah pemukiman muslim. Kemudian dari Banten, Nurullah melebarkan pengaruhnya ke daerah Sunda Kelapa. Di sini, pada tahun 1526 dia berhasil mengusir bangsa Portugis yang hendak mengadakan kerja sama dengan Raja Padjajaran. Berkat kemenangannya ini, Nurullah mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta. Di Banten, beliau meninggalkan putranya yang bernama Hasanuddin untuk memimpin Banten. Sunan Gunung Jati wafat di Cirebon pada tahun 1570 dan usianya diperkiran sekitar 80 tahun. Makamnya terdapat di kompleks pemakaman Wukir Sapta Pangga di Gunung Jati, Desa Astana Cirebon, Jawa Barat. Sumber Buku Sejarah Kebudayaan Islam, MA Kelas XII karya M. Samsul Arifin, Khazim Mahrur* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
UINWalisongo Online, Semarang - Dalam rangka mensukseskan Dies Natalis ke 51 UIN Walisongo, sivitas akademika UIN Walisongo mengadakan kegiatan roadshow Ziarah 51 Wali dan Masyayikh. Rombongan yang dipimpin oleh Wakil Rektor 3 mendapatkan amanah untuk berziarah ke wilayah Tuban, Lamongan dan Gresik, Kamis (18/3). "Dengan tetap menerapkan protokol kesehatan, []
Jakarta - Wali Songo memiliki metode masing-masing dalam berdakwah, mensyiarkan agama Islam agar dapat diterima oleh masyarakat Jawa ketika itu. Terutama bagi masyarakat yang masih kental dengan budayanya satu metode dakwah yang digunakan para wali adalah menggunakan media wayang kulit, unsur seni budaya yang saat itu dekat dengan masyarakat Jawa. Nah wali songo yang berdakwah menggunakan wayang kulit itu akhirnya disebut sebagai pencipta dan bapak wayang perlu diketahui, wali songo adalah kumpulan tokoh pemuka agama yang berperan menyebarkan agama Islam di pulau Jawa. Sesuai namanya, wali songo ini berjumlah sembilan orang, diambil dari bahasa Jawa songo yang berarti dari Jurnal Wali Songo, secara bahasa wali songo didefinisikan sebagai sembilan orang yang mencintai dan dicintai Allah SWT. Mereka disebut mengemban tugas suci untuk mengajarkan agama siapakah tokoh pencipta dan bapak wayang kulit di antara wali songo tersebut? Pertanyaan ini dapat dijawab melalui penjelasan dalam buku Tasawuf Nusantara Rangkaian Mutiara Sufi Terkemuka oleh Sri Mulyati sebagai berikut."Dikenal dengan nama Sunan Kalijaga, konon ia adalah pencipta wayang kulit, pengarang cerita-cerita wayang yang berjiwa Islam," tulis Sri Kalijaga dengan nama asli Raden Said dilahirkan pada tahun 1450 Masehi. Ia adalah salah satu wali songo yang menyebarkan siar Islam di wilayah Jawa Tengah. Pada saat itu, masyarakat Jawa Tengah masih kental dengan budaya Jawa seperti gamelan dan inilah yang dimanfaatkan Sunan Kalijaga sebagai strategi dakwahnya, memasukkan unsur ajaran agama Islam dalam seni pewayangan. Dia pun mulai mempelajari karakteristik masyarakat di sana serta turut mendalami ilmu mendalang hingga sejumlah perbedaan wayang asli dari budaya Jawa dengan wayang hasil sentuhan Sunan Kalijaga. Sebelumnya, wayang masih berupa gambar di atas kertas dengan wujud manusia. Satu lukisan wayang menggambarkan isi satu wayang berbentuk manusia diharamkan oleh Sunan Giri, Sunan Kalijaga pun sedikit mengubah tampilan wayang yang telah ada. Berkat hasil rombakan dari Sunan Kalijaga, wayang dibuat di atas kulit kambing hingga disebut dengan wayang yang ditampilkannya juga cenderung mirip karikatur tidak nyata, bukan berwujud manusia. Kemudian, satu lukisan wayang milik Sunan Kalijaga sudah menjelaskan isi satu wayang."Sunan Kalijaga membuat kreasi baru, bentuk wayang diubah sedemikian rupa, dan digambar atau diukir pada sebuah kulit kambing," tulis Jhony Hadi Saputra dalam buku Mengungkap Perjalanan Sunan wayang ciptaan Sunan Kalijaga bersama dengan Sunan Bonang dan Sunan Giri di antaranya Wayang Punakawan Pandawa yang terdiri dari Semar, Petruk, Gareng dan Bagong. Hingga saat ini, wayang hasil polesan Sunan Kalijaga masih digunakan di kalangan masyarakat hanya sebagai pencipta wayang kulit, Sunan Kalijaga juga dikenal sebagai sosok walisongo yang pandai mendalang. Setelah Masjid Demak diresmikan, Sunan Kalijaga menjadi pengisi pagelaran wayang kulit yang diperuntukkan menghibur dan berdakwah kepada yang disampaikan Sunan Kalijaga dengan memasukkan unsur kebudayaan Jawa seperti wayang kulit ini pun terbukti mudah diterima oleh masyarakat Jawa. Simak Video "Sunan Kalijaga Serahkan Bukti Pengeroyokan Anaknya ke Penyidik" [GambasVideo 20detik] rah/erd
Jumat 29 Juli 2022 anggota KKN MIT DR Ke-14 Kelompok 21 UIN Walisongo Semarang turut andil dan memeriahkan kegiatan rutinan sholawat dalam menyambut tahun baru hijriyyah yang bertempat di sepanjang jalan di depan masjid Al Amin bersama warga Dusun Wondri Grajen, Semarang Selatan. Kegiatan rutinan yang lebih dikenal dengan suronan tersebut diikuti oleh tiga RT sekaligus yaitu RT 2, 4, dan 5.
Sejarah penyebaran agama Islam di Nusantara, khususnya di Pulau Jawa tidak lepas dari kisah sembilan wali atau yang lebih dikenal dengan sebutan Walisongo Walisanga. Sembilan wali itu adalah Syekh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Drajad, Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati. Abad ke-14 merupakan masa berakhirnya Hindu-Budha dalam budaya Nusantara dan kemudian digantikan oleh kebudayaan saat itu Walisongo menjadi simbol penyebaran agama Islam di Nusantara, khususnya di Jawa. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya, Gresik, dan Lamongan di Jawa Timur, Demak, Kudus, dan Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat. Mereka mempunyai peran yang besar dalam mendirikan kerajaan Islam di dari asal katanya, Walisongo berasal dari dua kata, yaitu wali yang berasal dari bahasa Arab waliyullahyang berarti orang yang mencintai dan sekaligus dicintai Allah SWT., dan kata sanga yang berasal dari bahasa Jawa yang berarti sembilan. Sofwan, 20047. Sehingga, Walisongo adalah sembilan orang utama yang dicintai oleh Allah SWT., yang dipandang sebagai ketua kelompok dari sejumlah besar mubaligh yang berdakwah menyebarkan Islam pada dekade awal di seorang wali biasanya digelari dengan sebutan Sunan. Istilah kata sunan berasal dari bahasa Cina suhu-nan yang berarti guru atau pujangga’, atau dari bahasa Jawa suhun/susuhunan yang berarti sangat hormat atau sangat dihormati’.Menurut pendapat, para Walisongo memiliki darah campuran darah Arab, Persia, Campa, China, dengan asli Nusantara. Sebagai contoh antara lain, dalam serat Babad Tanah Jawidisebutkan bahwa Raden Patah adalah peranakan China, dari Prabu Brawijaya dan seorang puteri China / Campa. Sunan Gunung Jati yang sering disebut dengan nama Fatahillah atau Syarif Hidayatullah, menurut beberapa keterangan berasal dari Pasai Aceh.Ada pula yang mengatakan berasal dari keturunan Puteri Rara Santang dari Pajajaran yang menikah dengan Sultan Mesir Lembaga Research & Survey IAIN Wali Songo, 198219-20. Sedangkan, Sunan Kalijaga atau Raden Syahid disebut asli Jawa, tetapi juga masih ada keturunan Walisongo adalah Syekh Jumadil Qubro yang merupakan anak dari seorang Putri Kelantan Tua/Putri Saadong II, yaitu Putri Selindung Bulan. Tokoh ini sering disebut dalam babadsebagai salah seorang pelopor penyebaran Islam di tanah Jawa. Banyak tokoh-tokoh yang juga berperan dalam penyebaran Islam di Nusantara, namun peranan Walisongo begitu besar dibanding tokoh-tokoh yang lain, sehingga membuat para Walisongo lebih dikenal namanya dalam sejarah penyebaran Islam di berperan dalam penyebaran agama Islam, mereka juga berperan dalam bidang ekonomi, sosial, politik, dan budaya. Dakwah mereka berpengaruh terhadap kondisi masyarakat pada masa menyiarkan agama Islam, Walisongo memadukan budaya setempat dengan budaya Islam. Mereka menyisipkan nilai-nilai Islam dalam kesenian tradisional maupun upacara adat istiadat setempat. Misalnya dalam wayang kulit mereka mengangkat cerita-cerita nabi, dalam syair-syair keagamaan seperti suluk menyisipkan puji-pujian kepada sang Pencipta, gendhing-gendhing Jawa dengan iringan gamelannya, dan pada upacara adat disisipkan doa secara Islam. Selain menarik perhatian, para wali tersebut menjadi akrab dengan yang dilakukan oleh Walisongo tersebut dinilai lebih komunikatif, sehingga tanpa terkesan menggurui pesan dan nilai-nilai Islam yang hendak disampaikan tersampaikan tanpa harus menghilangkan yang sudah ada. Usaha tersebut membuahkan hasil, tidak hanya mengembangkan agama Islam, tetapi juga memperkaya budaya yang diajarkan oleh para wali bukan hanya bersifat keagamaan, tetapi mereka juga mengajarkan tentang ilmu hitung, pertanian, perkebunan, kesehatan, dan kenegaraan. Namun, inti ajaran yang ingin mereka sampaikan adalah masalah tauhid. Meskipun para wali tidak hidup dalam masa yang sama, tetapi mereka ada keterkaitan baik secara keturunan maupun seperguruan sebagai tokoh yang berperan dalam penyebaran agama Islam di tanah Gunung Jati yang sering disebut dengan nama Fatahillah atau Syarif Hidayatullah, menurut beberapa keterangan berasal dari Pasai Aceh. Ada pula yang mengatakan berasal dari keturunan Puteri Rara Santang dari Pajajaran yang menikah dengan Sultan Mesir Lembaga Research & Survey IAIN Wali Songo, 198219-20.Sedangkan, Sunan Kalijaga atau Raden Syahid disebut asli Jawa, tetapi juga masih ada keturunan Walisongo adalah Syekh Jumadil Qubro yang merupakan anak dari seorang Putri Kelantan Tua/Putri Saadong II, yaitu Putri Selindung Bulan. Tokoh ini sering disebut dalam babad sebagai salah seorang pelopor penyebaran Islam di tanah Jawa. Banyak tokoh-tokoh yang juga berperan dalam penyebaran Islam di Nusantara, namun peranan Walisongo begitu besar dibanding tokoh-tokoh yang lain, sehingga membuat para Walisongo lebih dikenal namanya dalam sejarah penyebaran Islam di berperan dalam penyebaran agama Islam, mereka juga berperan dalam bidang ekonomi, sosial, politik, dan budaya. Dakwah mereka berpengaruh terhadap kondisi masyarakat pada masa menyiarkan agama Islam, Walisongo memadukan budaya setempat dengan budaya Islam. Mereka menyisipkan nilai-nilai Islam dalam kesenian tradisional maupun upacara adat istiadat setempat. Misalnya dalam wayang kulit mereka mengangkat cerita-cerita nabi, dalam syair-syair keagamaan seperti suluk menyisipkan puji-pujian kepada sang Pencipta, gendhing-gendhing Jawa dengan iringan gamelannya, dan pada upacara adat disisipkan doa secara Islam. Selain menarik perhatian, para wali tersebut menjadi akrab dengan yang dilakukan oleh Walisongo tersebut dinilai lebih komunikatif, sehingga tanpa terkesan menggurui pesan dan nilai-nilai Islam yang hendak disampaikan tersampaikan tanpa harus menghilangkan yang sudah ada. Usaha tersebut membuahkan hasil, tidak hanya mengembangkan agama Islam, tetapi juga memperkaya budaya yang diajarkan oleh para wali bukan hanya bersifat keagamaan, tetapi mereka juga mengajarkan tentang ilmu hitung, pertanian, perkebunan, kesehatan, dan kenegaraan. Namun, inti ajaran yang ingin mereka sampaikan adalah masalah para wali tidak hidup dalam masa yang sama, tetapi mereka ada keterkaitan baik secara keturunan maupun seperguruan sebagai tokoh yang berperan dalam penyebaran agama Islam di tanah Jawa.
SunanDrajat merupakan salah seorang Sunan yang termasuk dalam 9 nama-nama Sunan Wali Songo. Menurut sejarah Walisongo ajaran yang sering disampaikan oleh Sunan Drajat adalah kepada murid-muridnya adalah "Suluk Petuah". Di dalamnya terdapat beberapa buah pesan yang bisa ditanamkan di dalam diri setiap manusia. Nama Asli Sunan Drajat: Raden
- Era Wali Songo menandai berakhirnya dominasi Hindu-Buddha di nusantara, untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Wali Songo adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya Pulau Jawa. Sebagai penyebar agama Islam, nama mereka sudah sangat dikenal di kehidupan masyarakat tetapi, Wali Songo lebih sering dipanggil dengan gelarnya sebagai Sunan, daripada nama aslinya. Dalam budaya Jawa, Sunan adalah singkatan dari susuhunan, yakni sebutan bagi orang yang diagungkan atau dihormati karena kedudukan dan jasanya di masyarakat. Berikut ini tabel nama-nama Wali Songo beserta nama aslinya. Nama gelar Wali Songo Nama asli Wali Songo Sunan Gresik Maulana Malik Ibrahim Sunan Ampel Raden Rahmatullah Sunan Giri Muhammad Ainul Yaqin Sunan Bonang Maulana Makdum Ibrahim Sunan Drajat Raden Qasim Sunan Kalijaga Raden Mas Syahid Sunan Muria Raden Said Sunan Kudus Jaffar Shadiq Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah Baca juga Wali Songo Penyebar Islam di Tanah Jawa Sunan Gresik Nama asli Sunan Gresik adalah Maulana Malik Ibrahim atau Makdum Ibrahim lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad ke-14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah Jawa terhadap As-Samarkandy. Maulana Malik Ibrahim terkadang juga disebut sebagai Syekh Magribi. Sunan Ampel Raden Rahmatullah atau Sunan Ampel dilahirkan pada sekitar 1401 Masehi di Champa. Ia adalah putra Sunan Gresik yang kemudian menikah dengan putri Tuban bernama Nyai Ageng Manila. Dari perkawinannya itu, Raden Rahmatullah memperoleh keturunan Putri Nyai Ageng Maloka, Maulana Makdum Ibrahim Sunan Bonang, Syarifuddin Sunan Drajat, dan Putri Istri Sunan Kalijaga. Sunan Giri Sunan Giri mempunyai nama asli Muhammad Ainul Yaqin. Di samping itu, ia mempunyai banyak julukan, yakni Raden Paku, Prabu Satmata, Sultan Abdul Faqih, dan Joko Samudro. Muhammad Ainul Yaqin adalah keturunan ke-23 Nabi Muhammad yang kemudian menjadi murid Sunan Ampel. Ayahnya adalah Maulana Ishaq, seorang mubaligh dari Asia Tengah, sementara ibunya adalah Dewi Sekardadu, putri penguasa Blambangan pada periode akhir Kerajaan Majapahit. Baca juga Moh Limo, Ajaran Dakwah Sunan Ampel Sunan Bonang Sunan Bonang merupakan putra Sunan Ampel yang memiliki nama asli Maulana Makdum Ibrahim. Lahir di Bonang, Tuban, pada 1465, ia telah diajarkan disiplin yang ketat sedari kecil. Sunan Ampel menamainya Maulana Makdum, yang bermakna cendekiawan Islam yang dihormati karena kedudukannya dalam Drajat Sunan Drajat adalah adik Sunan Bonang yang mempunyai nama asli Raden Qasim. Raden Qasim disebut sebagai seorang wali yang hidupnya paling bersahaja, walaupun dalam urusan dunia juga sangat rajin mencari rezeki. Di kalangan rakyat jelata, ia dikenal sebagai pribadi yang lemah lembut dan sering menolong orang-orang yang menderita. Sunan Kalijaga Sunan Kalijaga diperkirakan lahir pada 1450 dengan nama Raden Mas Syahid. Ia adalah putra adipati Tuban yang bernama Raden Sahur Tumenggung Wilatikta. Sunan Kalijaga juga dikenal dengan nama lain Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban, dan Raden Abdurrahman. Berdasarkan satu versi masyarakat Cirebon, nama Kalijaga berasal dari Desa Kalijaga di Cirebon. Pada saat berendam di sana, ia sering berendam di sungai kali atau dalam bahasa Jawa disebut jaga kali. Baca juga Sunan Kalijaga, Berdakwah Lewat Wayang Sunan Muria Sunan Muria lahir dengan nama Raden Said atau Raden Umar Said. Ketika kecil, ia juga dikenal dengan nama Raden Prawoto. Nama Muria diambil dari tempat tinggal terakhirnya di lereng Gunung Muria, yang terletak 18 kilometer ke utara Kota Kudus. Raden Said adalah putra Sunan Kalijaga yang juga memiliki pertalian keluarga dengan Sunan Giri, dari garis ibunya. Sunan Kudus Sunan Kudus memiliki nama asli Jaffar Shadiq. Ia adalah putra Sunan Ngundung dan Syarifah, adik Sunan Bonang. Jaffar Shadiq banyak berguru kepada Sunan Kalijaga, oleh karena itu caranya mendekati masyarakat Kudus adalah dengan sangat toleran terhadap budaya setempat yang masih kental dengan ajaran Hindu-Buddha. Salah satu peninggalan Sunan Kudus yang paling terkenal adalah Masjid Menara Kudus, yang arsiteknya bergaya campuran Hindu dan Islam. Sunan Gunung Jati Nama asli Wali Songo ini adalah Syarif Hidayatullah, yang juga dikenal sebagai pendiri Kesultanan Cirebon. Dengan begitu, Sunan Gunung Jati merupakan satu-satunya Wali Songo yang memimpin pemerintahan. Ia adalah putra pembesar Mesir keturunan Bani Hasyim dari Palestina. Sedangkan dari pihak ibu, Sunan Gunung Jati masih keturunan Pajajaran. Referensi Restianti, Hetti. 2013. Mengenal Wali Songo. Bandung TITIAN ILMU. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Pentingnya Moderasi Beragama Dalam Masyarakat* Pada hari senin 25 Juli 2022, kkn kuliah kerja nyata kelompok 74 UIN Walisongo Semarang mengadakan diskusi online berjudul pentingnya moderasi beragama, yang dipandu oleh moderator M Asraf Ali Fikri, dan sebagai narasumber utama bapak maskur Rosyid. Beliau menjelaskan bahwa moderasi beragama ialah suatu Sistem yang diciptakan anak muda untuk
Nama-nama Wali Songo – Wali Songo atau Wali Sembilan merupakan istilah bagi 9 tokoh penting dalam penyebaran agama Islam di Indonesia, khususnya di pulau Jawa. Nama-nama 9 Wali Songo adalah Sunan Gresik, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kudus, Sunan Giri, Sunan Kalijaga, Sunan Muria dan Sunan Gunung Jati. Kali ini akan dibahas mengenai sejarah Wali Songo lengkap beserta biografi dan silsilahnya. Walisongo memiliki peran penting sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke 14. Era Walisongo dimulai saat berakhirnya kerajaan Hindu-Budha untuk berganti pada kebudayaan Islam. Wali Songo tinggal di beberapa wilayah pentingi di pantai utara Pulau Jawa baik di Jawa Timur, Jawa Tengah atau Jawa Barat. Sampai saat ini Wali Songo pun dikenang sebagai tokoh penting dan terkadang dikeramatkan pula. Makam Wali Songo pun masih banyak dikunjungi dan dijadikan wisata religi. Tiap tahun banyak yang melakukan ziarah wali songo dari berbagai penjuru Indonesia. Sesuai namanya ada 9 tokoh yang termasuk dalam wali songo. Berikut ini merupakan urutan 9 nama-nama Wali Songo selengkapnya beserta nama asli Wali Songo yang ada di dalam kurung. Sunan Gresik Maulana Malik Ibrahim Sunan Ampel Raden Rahmat Sunan Bonang Raden Makhdum Ibrahim Sunan Drajat Raden Qasim Sunan Kudus Ja’far Shadiq Sunan Giri Raden Paku/Ainul Yaqin Sunan Kalijaga Raden Said Sunan Muria Raden Umar Said Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah Kisah-kisah Wali Songo pun banyak dipelajari sampai sekarang sebagai bagian dari persebaran agama Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Banyak perdebatan terkait sejarah dan silsilah Wali Songo karena minimnya sumber informasi sejarah yang valid. baca juga sejarah Candi Borobudur Biografi dan Sejarah Wali Songo Di bawah ini akan dibahas mengenai biografi Wali Songo secara singkat dan lengkap dari tiap nama-nama Wali Songo beserta sejarah, silsilah, dakwah dan makam Wali Songo selengkapnya. Sunan Gresik Sunan Gresik merupakan salah satu nama-nama Wali Songo. Nama asli Sunan Gresik adalah Maulana Malik Ibrahim. Sunan Gresik dianggap sebagai yang pertama kali menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Sejarah Sunan Gresik menimbulkan pertanyaan, namun diperkirakan beliau adalah keturunan dari wilayah Arab Maghrib di Afrika Utara. Diperkirakan juga bahwa Sunan Maulanan Malik Ibrahim lahir di Samarkand, Asia Tengah pada awal abad 14. Namun ada juga versi yang menyebutnya berasal dari Persia. Silsilah Sunan Maulana Malik Ibrahim dianggap sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW. Di antara anggota Wali Songo lain, bisa dikatakan bahwa Sunan Maulana Malik Ibrahim adalah yang paling senior. Dakwah Sunan Gresik dilakukan pada akhir masa kerajaan Majapahit. Pertama kali beliau mendirikan masjid di desa Pasucinan, Manyar dekat kota Gresik. Beliau berdakwah dengan mendekati masyarakat dengan ramah tamah dan mengajarkan bercock tanam hingga membuat rakyat tertarik akan agama Islam. Setelahnya, Sunan Gresik juga banyak mendirikan pondok pesantren. Usai selesai berdakwah, Sunan Maulana Malik Ibrahim wafat pada tahun 1419 di Leran, Manyar dekat kota Gresik. Kini makam Sunan Gresik terdapat di desa Gapura, Gresik, Jawa Timur. Sunan Ampel Sunan Ampel adalah salah satu nama Wali Songo. Nama asli Sunan Ampel adalah Raden Rahmat. Beliau adalah anak dari Sunan Gresik dan Dewi Condro Wulan. Sunan Ampel berdakwah Islam di daerah Surabaya. Beliau diperkirakan merupakan keturunan ke-19 dari Nabi Muhammad SAW. Sunan Ampel lahir di Champa pada tahun 1401. Daerah Champa diperkirakan merupakan wilayah di Kamboja, namun ada juga pendapat lain yang menyebut Champa ada di Aceh. Sunan Ampel berdakwah dengan metode yang unik. Salah satu ajarannya yang terkenal adalah Moh Limo, yakni Moh Main tidak main judi, Moh Ngombe tidak minum minuman keras, Moh Maling tidak mencuri, Moh Madat tidak mengkonsumsi narkoba dan Moh Madon tidak berzina. Beliau sempat mendirikan Masjid Agung Demak. Setelahnya, Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 di kota Demak. Ia kemudian dimakamkan di sebelah Masjid Ampel di kota Surabaya. Sunan Bonang Sunan Bonang adalah salah satu Wali Songo. Nama asli Sunan Bonang adalah Maulana Makhdum Ibrahim. Beliau adalah putra dari Sunan Ampel dan Nyai Ageng Manila. Sunan Bonang merupakan keturunan ke-23 Nabi Muhammad SAW. Sunan Bonang sempat mempelajari agama hingga ke Malaka di daerah Pasai. Ia menimbu ilmu dari Sunan Giri dan mempelajari metode dakwah yang menarik. Beliau kemudian pulang ke Tuban dan memutuskan untuk berdakwah di sana. Metode dakwah Sunan Bonang banyak menggunakan seni dan musik. Ia diklaim sebagai pemrakarsa tembang Wijil dan Tombo Ati yang menarik masyarakat terhadap agama Islam. Kesenian lain yang ia pelajari adalah gamelan, rebab dan bonang, sesuai dengan namanya. Sunan Bonang diperkirakan wafat pada tahun 1525. Beliau kemudian dimakamkan di daerah Tuban, provinsi Jawa Timur. Sunan Drajat Nama Wali Songo berikutnya adalah Sunan Drajat. Nama asli Sunan Drajat adalah Raden Qasim dan sempat mendapat gelar Raden Syarifudin. Ia adalah putra dari Sunan Ampel serta saudara dari Sunan Bonang serta menjadi keturunan ke-23 Rasulullah SAW. Sunan Drajat sempat mencari ilmu agama pada Sunan Muria. Setelahnya barulah beliau kembali ke daerah Gresik di desa Jelog, pesisir Banjarwati, Lamongan. Ia kemudian mendirikan pesantren di desa Drajat, kecamatan Paciran, Lamongan. Sunan Drajat dikenal karena kegiatan sosialnya dan mempelopori penyantunan pada anak yatim dan orang sakit. Dakwahnya menekankan perilaku dermawan, kerja keras dan amalan Islam lainnya. Beliau juga mendakwahkan ajaran agama melalui suluk. Sunan Drajat kemudian diperkirakan wafat pada tahun 1522. Beliau dimakamkan di desa Drajat, kecamatan Paciran, Lamongan dengan pesantren yang didirikannya. Sunan Kudus Nama Wali Songo berikutnya adalah Sunan Kudus. Nama asli Sunan Kudus adalah Ja’far Shadiq. Beliau adalah cucu Sunan Ampel dan putra dari Sunan Ngundung bersama Syarifah Ruhil. Sunan Kudus merupakan keturunan ke-24 dari Nabi Muhammad SAW. Beliau lahir pada 9 September 1400. Sunan Kudus giat dalam mempelajari ilmu agama, bahkan pernah belajar sampai ke kota Al-Quds, Yerusalam, Palestina. Setelahnya Sunan Kudus kembali ke Indonesia dan mendirikan pesantren di desa Loram, Kudus, Jawa Tengah. Sunan Kudus menjadi ulama besar di daerah Kudus. Ia diberi gelar Wali Al-Ilmi atau orang yang berilmu luas oleh wali-wali lain. Sunan Kudus memiliki peran besar dalam pemerintahan Kesultanan Demak. Beliau banyak berdakwah di semua kalangan dari masyarakat biasa sampai ke kalangan pejabat dan penguasa. Sunan Kudus diperkirakan wafat pada tahun 5 Mei 1550. Beliau dimakamkan di kota Kudus, Jawa Tengah sesuai tempat dakwahnya. Sunan Giri Sunan Giri menjadi salah satu nama-nama Walisongo. Nama asli Sunan Giri adalah Raden Paku atau Muhammad Ainul Yaqin. Beliau adalah putra Maulana Ishaq, ulama dari Pasai, Malaka. Sunan Giri merupakan keturunan ke-23 Nabi Muhammad SAW. Sunan Giri lahir pada tahun 1442. Ia merupakan murid Sunan Ampel dan saudara seperguruan Sunan Bonang. Beliau sempat berguru pada ayahnya juga di Pasai, Malaka dan setelah ayahnya wafat, Sunan Giri menggantikan ayahnya mengajar. Ia mendirikan pemerintahan mandiri Giri Kedaton di Gresik. Nantinya tempat itu menjadi pusat dakwah Islam di Jawa yang memiliki pengaruh sampai wilayah Indonesia bagian timur. Sunan Giri diperkirakan wafat pada tahun 1506. Beliau dimakamkan di Desa Giri, Keboman, Gresik sesuai dengan tempat dakwahnya. Sunan Kalijaga Sunan Kalijaga menjadi salah satu nama Walisongo yang cukup terkenal. Nama asli Sunan Kalijaga adalah Raden Said. Beliau adalah anak Tumenggung Wilatikta atau Radeh Sahur yang merupakan adipati Tuban yang sempat memimpin pemberontakan Ronggolawe di zaman Majapahit. Sunan Kalijaga lahir pada tahun 1455. Ia merupakan murid dari Sunan Bonang. Sunan Bonang mengajarkan pendidikan dan ilmu-ilmu agama pada Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga merupakan orang pribumi asli sehingga lebih efisien dalam berdakwan ke masyarakat. Dakwah Sunan Kalijaga kerap dikombinasikan dengan kesenian wayang dan gamelan agar mudah diterima masyarakat. Ia menyelipkan budaya Jawa pada dakwah Islamnya. Sunan Kalijagar diperkirakan wafat pada tahun 1586. Artinya beliau diperkirakan hidup selama 131 tahun. Makam Sunan Kalijaga ada di desa Kadilangu, kota Demak, provinsi Jawa Tengah. Sunan Muria Sunan Muria termasuk salah satu dari nama 9 Wali Songo. Nama asli Sunan Muria adalah Raden Umar Said. Beliau merupakan anak dari Sunan Kalijaga dan istrinya Dewi Sarah. Sunan Muria berdakwah menggunakan metode ayahnya, yaitu menggabungkan unsur kebudayaan Jawa dengan ajaran Islam. Hal ini agar dakwahnya lebih mudah diterima oleh masyarakat sekitar. Selain mengajarkan ilmu agama, Sunan Muria juga mengajarkan keterampilan lain seperti bercocok tanam dan ramah tamah. Beliau memilih tempat dakwah yang agak terpencil yakni di gunung Muria di daerah Muria, Jawa Tengah. Jalur dakwah Sunan Muria pun menyebar di wilayah sekitarnya seperti Jepara, Kudus dan Pati yang rata-rata berupa wilayah pedesaan atau pesisir. Sunan Muria diperkirakan wafat pada tahun 1551. Makam Sunan Muria terletak di daerah Muria, Jawa Tengah selaku pusat tempatnya berdakwah. Sunan Gunung Jati Urutan nama-nama Wali Songo berikutnya adalah Sunan Gunung Jati. Nama asli Sunan Gunung Jati adalah Syarif Hidayatullah. Beliau adalah anak dari Syarif Abdullah Umdatuddin dan keturunan dari bangsawan Timur Tengah. Beliau hijrah ke tanah Jawa karena teinspirasi perjalanan dakwah Sunan Gresik. Sunan Gunung Jati lahir tahun 1448. Ia memilih kota Cirebon sebagai pusat dakwahnya yang kemudian menjadi Kesultanana Cirebon. Di sana Sunan Gunung Jati mendirikan pondok pesantren untuk mengajarkan ajaran Islam pada masyarakat sekitar dengan penyampaian yang lugas khas Timur Tengah. Agar lebih mudah dipahami, Sunan Gunung Jati juga menggabungkan budaya Jawa pula. Beliau juga sempat dianugerahi gelar Raja Cirebon ke-2 dengan gelar Maulana Jati. Sunan Gunung Jati kemudian wafat pada tahun 1568. Beliau diperkirakan wafat pada usia 120 tahun. Makam Sunan Gunung Jati terletak di Gunung Jati, Cirebon. keterangan terdapat banyak perdebatan dan perbedaan sumber sejarah mengenai kisah Wali Songo, sehingga tidak ada bukti yang benar-benar valid Nah itulah sejarah wali songo terdiri dari nama-nama wali songo beserta biografi, silsilah, foto/gambar dan riwayat hidupnya dari lahir sampai meninggal. Sekian penjelasan biografi dan cerita Wali Songo kali ini, semoga bisa menjadi referensi dan menambah wawasan.
EwcnEr. 22nfs1db93.pages.dev/46222nfs1db93.pages.dev/49622nfs1db93.pages.dev/15322nfs1db93.pages.dev/63522nfs1db93.pages.dev/49122nfs1db93.pages.dev/11122nfs1db93.pages.dev/15122nfs1db93.pages.dev/19522nfs1db93.pages.dev/5422nfs1db93.pages.dev/48822nfs1db93.pages.dev/84322nfs1db93.pages.dev/32122nfs1db93.pages.dev/14122nfs1db93.pages.dev/78422nfs1db93.pages.dev/856
bapak spiritual walisongo adalah